Fikry Fatullah
4 min readAug 23, 2016

Tentang Kerja Dari Rumah (Atau Dari Mana Saja)

Hari ini, 10 Februari 2015, saya sedang menulis artikel ini di Kopi Oey didaerah Kuningan, Jakarta.

Saya baru saja selesai meeting dengan salah satu perusahaan yang kantornya berada tidak jauh dari kedai kopi ini. Selama perjalanan, saya terus berpikir mengenai bekerja (atau berbisnis) dari rumah.

Yang menjadi perhatian adalah, saat saya duduk di sini, Jakarta sedang di kepung banjir.

Timeline di Twitter penuh dengan laporan banjir di hampir 96 titik di Jakarta, Path penuh dengan meme yang mengolok-olok banjir seolah-olah hal itu bukan sebuah bencana. Karenanya saya memutuskan tidak mengakses Path untuk beberapa waktu.

Disisi lain Facebook sibuk menyalahkan Gubernur Jakarta dan Presiden yang tidak mengancingkan jas-nya dengan benar (katanya). Entahlah saya tidak tahu, sudah hampir 5 tahun saya tidan pernah mengenakan jas lagi.

Alhasil sambil menunggu bus Cipaganti datang, saya memutuskan untuk menulis blog saja, sesuatu yang sudah lama sekali tidak saya lakukan, karena kesibukan dan waktu yang tersita untuk menyelesaikan buku saya BOM: Bisnis Online Milyaran.

Harusnya di posting ini saya ingin membahas kisah di balik layar mengenai penulisan BOM yang menurut saya ada banyak cerita menarik yang bisa menjadi pembelajaran. Namun kok mood nya di tengah banjir lagi tidak ingin kesana.

Belakangan saya sering sekali pulang pergi Jakarta-Bandung. Seminggu mungkin bisa 2 kali, pulang hari, kadang sampai menginap.

Bukan hal yang besar sebenarnya karena tetangga saya dulu rumahnya di Cimareme sedangkan kantornya di Cikampek. Sama-sama berawalan “Ci” namun ada jarak lebih dari 120 KM yang memisahkan kedua daerah tersebut.

Namun saya menjadi terbiasa (tepatnya terpaksa) melakukan satu hal:

bekerja dari mana saja, dan dengan apa yang ada.

Kerja dari mana saja atau sering juga disebut kerja remote adalah hal yang sudah sangat lumrah di dunia yang berkaitan dengan bisnis digital yang dekat dengan internet.

Bahkan, hampir 100% proses penulisan buku BOM hingga selesai cetak, semua kami lakukan dari lokasi yang berbeda-beda, di beberapa kota di Indonesia.

Saya kebanyakan menulis dari rumah saya di Padalarang (Bandung Barat) dan sesekali dari beberapa cafe dan warung kopi di Bandung. Motty @MotivaTweet menulis dari sangkarnya (dirahasiakan), tim editor tidak pernah tatap muka dengan saya dimana salah satunya berada di Depok, tim customer service untuk menerima pre-order buku BOM berada di Semarang, orang yang membantu men-transkrip percakapan hasil riset dan wawancara saya berada di Pekanbaru, dan Mas Jaya yang menulis bab pembuka saat itu sedang berada di Hong Kong.

Lalu saya langsung menghubungi percetakan dan meminta layouter kami: Santi untuk mengirimkan file nya langsung melalui email agar bisa dicetak.

Beberapa minggu kemudian 1500 eksemplar pertama tiba di rumah saya. Kami hampir tidak pernah bertatap muka, bahkan beberapa pihak tidak saling kenal.

Dan saya yakin, jika Anda sering bersinggungan dengan internet, sedikit banyak Anda sudah pernah bekerja secara remote saat ini.

Saya yakin sepulang kerja dari kantor, boss Anda pernah beberapa kali mengirim email atau Whatsapp mengenai pekerjaan yang belum selesai. Atau untuk Anda yang berbisnis, saya yakin Anda pernah menerima pesanan saat akan tidur dan sudah berbaring di tempat tidur. Dan dengan keanggihan teknologi, saat ini mungkin Anda bisa langsung menyelesaikan pekerjaan tersebut langsung dari HP Anda, bahkan tanpa harus beranjak dari tempat tidur…

Di luar negri pun hal ini biasa, bahkan perusahaan sekelas IBM dan Virgin memiliki kebijakan untuk bekerja remote bagi pegawainya.

Beberapa direksi perusahaan saat saya tanya bagaimana menghadapi banjir di Jakarta, beberapa menjawab: cuti bersama.

Cuti bersama? Dan mengorbankan pekerjaan-pekerjaan penting pada saat bersamaan? Entahlah, terdengar seperti ide yang kurang baik menurut saya.

Kenapa banyak dari kita yang belum menjalankan sistem kerja remote? Padahal kita sudah punya semua bahan baku untuk melakukannya. Koneksi internet? Ada, Laptop? Ada, HP yang terhubung ke internet? Ada, aplikasi office gratis? Ada.

Jadi? Apa lagi?

Buat saya bekerja secara remote adalah kunci untuk kebahagian kerja dan kehidupan yang lebih baik, dan dengan sedikit latihan, Anda bisa lebih produktif daripada bekerja di kantor atau di tempat kerja Anda.

Beberapa tahun yang lalu, bisa bekerja dari mana saja mungkin adalah kemewahan yang hanya di miliki oleh pengusaha atau internet marketer atau segelintir orang. Namun seiring berkembang nya teknologi, semakin cepatnya akses internet, dan semakin murahnya perangkat seperti laptop, tablet, HP, dan gadget lain, kini bekerja dari mana saja seharusnya bisa dinikmati lebih banyak profesi.

Memang, jika Anda orang yang bekerja di lokasi properti atau konstruksi, atau mungkin kilang minyak lepas pantai, akan sulit bagi Anda untuk bekerja remote, namun beberapa bagian seperti keuangan (akuntan) atau divisi SDM sepertinya tetap masih bisa melakukannya. Keadilan dalam bekerja bukan berarti memaksakan semua orang dari semua divisi untuk berada di satu tempat yang sama setiap saat.

Sambil merenung ditengah hujan, saya jadi berpikir, mungkin kerja remote juga merupakan solusi macet di Jakarta. Bukan monorel, bukan Busway atau pembatasan motor di Jl. Sudirman. Tapi solusinya ada didepan mata kita selama ini: teknologi, terutama internet.

Bayangkan, bayangkan saja, jika 50% saja karyawan administratif bisa bekerja dari mana saja, misalnya dari rumah, atau dari mall, atau mungkin kedai kopi. Dengan jam yang fleksibel, tentu Jakarta (atau kota lain yang macet) tidak akan melakukan pemborosan seperti sekarang.

Untuk saya yang tinggal di pinggir kota, dekat dengan gunung dan udaranya yang segar, serta jauh dari riuh kemacetan dan polusi, menghadapi Jakarta yang seperti saat ini sungguh pengalaman yang sangat berbeda.

Saya berdoa didalam hati, Andaikan lebih banyak orang bisa merasakan yang saya rasakan, bekerja di rumah, dikelilingi anak-anak saya, dan bisa dengan bebas sholat ke masjid di awal waktu, tidak harus merasakan macet. Menurut saya…

Sungguh sebuah perasaan yang tidak bisa dibayar dengan uang berapapun. Rakyat Indonesia bisa lebih bahagia.

Mungkin ini mimpi saya, atau bahan bercandaan untuk sebagian orang. Beberapa menganggap bekerja secara remote adalah ancaman (seperti Marissa Mayer dari Yahoo! ).

Namun saat ini saya sedang dalam proses untuk mewujudkan mimpi dimana KIRIM.EMAIL, perusahaan yang saya bangun sekarang, bisa beroperasi dengan 90% pekerjanya melakukan tanggung jawabnya secara remote. Dilokasi yang mereka sukai, dengan waktu yang mereka tentukan.

Bismillah, semoga Allah memudahkan.. Amiin..



Originally published at www.fikryfatullah.com.