Struktur Kepemimpinan

#2: Membedakan Peran Direktur, Manajer, dan Supervisor

Fathul Yasir Fuadi
3 min readAug 5, 2024

Kepemimpinan apabila dilihat dari arti harfiahnya adalah cara memimpin seorang. Ketika berbicara tentang ‘cara’, tentu mau tidak mau akan berhubungan dengan karakter. Cara memimpin seseorang yang kalem tentu akan berbeda dengan seseorang yang lebih tegas. Orang yang tegas bisa jadi kurang sreg dipimpin orang yang kalem. Orang yang pergerakannya cepat akan kurang sreg dipimpin orang yang ritmenya pelan. Pada akhirnya sangat mungkin akan ada pemimpin de facto dan de jure di organisasi itu.

Pada titik ini, kita harus tahu posisi kita masing-masing agar tidak saling overlap kewenangan. Seorang bawahan terkadang saking gregetnya karena atasannya tidak bergerak, kemudian akhirnya dia putuskan untuk bergerak mengerjakan sendiri suatu tugas. Itu tentu tindakan yang tidak benar. Seorang atasan yang belum bergerak atas suatu tugas, bisa jadi bukan karena dia lambat tapi karena ada pertimbangan tertentu yang harus dipikir matang sebelum tugas itu dilaksanakan. Sebaliknya, atasan yang mengerjakan sendiri seluruh tugas teknis tanpa melibatkan bawahan juga tidak benar. Semua seharusnya paham posisinya masing-masing.

Lantas bagaimana seharusnya struktur tugas kepemimpinan per lini seharusnya? Dari literatur yang saya baca, suatu organisasi secara umum biasanya terdiri dari 3 level pimpinan. Di perkantoran swasta misalnya biasanya jabatan pimpinannya secara hierarkis ada Direktur, Manajer, Supervisor. Di perkantoran pemerintah ada Ketua/Kepala, Kepala Bagian, Kepala Sub Bagian. Secara umum untuk instansi pemerintah lebih jelas standardisasinya, karena berdasarkan Undang-undang pembagian jabatan struktural di instansi pemerintah terbagi menjadi 5 Eselon.

Dari 3 level struktur kepemimpinan itu kalau tugas dan kewenangannya secara sederhana dapat dipetakan sebagai berikut:

1. Direktur/Kepala/Ketua : Menentukan Target

2. Manajer/Kepala Bagian: Menyusun Strategi untuk Mencapai Target

3. Supervisor/Kepala Sub Bagian : Memastikan Strategi Agar Mencapai Target

4. Staf Pelaksana/Fungsional : Melaksanakan Strategi Agar Mencapai Target

Saya ambil contoh di kantor tempat saya bekerja sebagai ilustrasi. Seorang Ketua Pengadilan menentukan target bahwa tingkat penyelesaian perkara di tahun 2024 sebesar 95%. Panitera (jabatan ini hanya ada di Pengadilan, setara Eselon III atau Sekretaris dan Kepala Bagian) selaku bawahan Ketua yang memimpin bidang teknis kemudian menyusun strategi dengan menetapkan bahwa berkas perkara harus sudah diterima Majelis Hakim hari itu juga di hari saat pendaftaran perkara dengan harapan memangkas waktu birokrasi dan sidang dapat segera dilaksanakan.

Panitera Muda (jabatan setara Eselon IV) selaku bagian dari penanggungjawab loket melaksanakan strategi dari Panitera tersebut dengan menyusun ceklist syarat berkas pendaftaran yang harus disediakan oleh pihak berperkara, ceklist kelengkapan berkas dokumen yang harus dilengkapi oleh petugas, rumusan pembagian personel sidang (Panitera Penggganti dan Jurusita), dan langkah-langkah lain agar memastikan berkas perkara dapat diterima lengkap oleh majelis hakim di hari itu. Staf yang bertugas sebagai petugas loket pendaftaran melaksanakan langkah-langkah tersebut, sebagai ujung tombak agar strategi dari Panitera dapat berjalan lancar.

Dalam bidang non teknis, misalnya Ketua Pengadilan membuat target realisasi anggaran semester pertama sebesar 60%. Sekretaris (secara struktural merupakan pejabat Eselon III) selaku Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus bawahan Ketua yang memimpin bidang non-teknis kemudian menyusun strategi menjadwalkan kegiatan pemeliharaan gedung yang cukup banyak memerlukan anggaran akan dilaksanakan di awal tahun. Kepala Sub Bagian Umum dan Keuangan (secara struktural merupakan pejabat Eselon IV) mengeksekusi rencana dari Sekretaris dengan mengalokasikan anggaran sekian persen untuk kegiatan pemeliharaan gedung berupa pengecatan gedung, sekian persen perbaikan atap yang rusak, dan sekian persen untuk perbaikan backdrop resepsionis. Staf Pelaksana yang bertugas sebagai PPK kemudian mengikat kontrak dengan penyedia jasa sesuai alokasi anggaran dan Staf Pelaksana yang bertugas sebagai Bendahara membayar pekerjaan tersebut setelah pekerjaan selesai.

Apabila target Ketua tercapai, berarti strategi yang disusun oleh Sekretaris efektif, Kepala Sub Bagian berhasil memastikan strategi dari Sekretaris dapat berjalan, dan staf pelaksana melaksanakan strategi tersebut sesuai tugas masing-masing. Di ranah kegiatan non teknis yang dipimpin Panitera pun begitu.

Dengan memahami pembagian struktur kewenangan tersebut, overlap tugas pimpinan karena merasa dia juga pimpinan seharusnya tidak terjadi. Seorang Kepala Sub Bagian tidak seharusnya membuat strategi karena itu adalah ranah Sekretaris. Meski demikian tentu tidak terlarang apabila Kepala Sub Bagian memberikan masukan kepada Sekretaris sebagai bahan pertimbangan. Begitu juga seorang Sekretaris tidak seharusnya membuat target karena itu adalah ranah Ketua, walaupun tidak terlarang apabila dia memberi masukan target kepada Ketua. Pemberian masukan menjadi penting karena pada dasarnya pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mendengar masukan dari anak buahnya.

--

--

Fathul Yasir Fuadi

Pegawai pengadilan yang suka menulis. Pandangan merupakan opini pribadi, bukan representasi institusi.