Sweet Heaven

goldenseas
15 min readNov 10, 2023

--

PAIRING: Suguru Geto x Female Reader

WARNING: EROTIC SEXUAL NARRATIVE. EXPLICIT CONTENT. NO UNDERAGE IS ADVISED TO CONTINUE READING.

NOTE: Karakter dalam cerita ini sudah legal. Boleh jadi OOC; tidak mencerminkan sifat asli Suguru Geto dalam manga. Mohon ingatkan penulis melalui DM jika ada beberapa kalimat yang harus dikoreksi. Penulis menyarankan jika pembaca ingin melakukan hubungan seksual untuk pertama kali, sebaiknya membaca banyak artikel atau berkonsultasi ke dokter terlebih dahulu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Perlu diingat bahwa consent atau persetujuan antara kedua belah pihak sangat dibutuhkan. Jangan lupa untuk selalu bicarakan apa yang bikin kamu takut ke pasanganmu. Tingkatkan rasa percaya diri dan hindari ketegangan (sebab jika merasa tegang atau grogi, maka akan terasa nyeri saat melakukannya). Gunakan cairan pelumas atau lubricant agar memudahkan kelangsungan aktivitas bercinta.

You can always stop reading if my writing style or the plot are not your cup of tea.

TAGS: Smut, NSFW, erotic fiction, age gap, professor Suguru, college student female reader, slight Maki x Yuta, profanity, table sex, protected sex/sex with condom, kissing, degrading kink, dirty talk, vulgar language, rough sex, vanilla sex, morning sex, hickeys, choking, squirting, pet name.

DISCLAIMER: Narasi fan fiction ini murni fiksi dan karakter Jujutsu Kaisen milik Gege Akutami.

You may have to read the previous parts first here:

Part I: My Favorite Assistant Lecturer

Part II: A Special Guest

Part III: A Special Day

“Ah! Yut… Yuta. Angh! Hmmppph!”

“Jangan kenceng kenceng. Mau didenger sama temen kos kamu?”

Frustasi.

Sudah satu jam lebih kamu mendengar Maki, tetangga kosmu, mendesah kencang akibat digempur habis-habisan oleh pacarnya, Yuta. Lelaki itu sudah beberapa kali berkunjung untuk melakukan seks dengan kekasihnya. Sebetulnya tidak begitu keras, hanya saja letak kamar kalian sangat dekat dan hanya ada dua kamar di lantai yang kalian tempati, sehingga suara itu hanya dapat didengar olehmu dan itu cukup mengganggumu dalam mengerjakan tugas akhir.

Kamu sudah pernah membicarakan hal ini pada Maki tentunya. Perempuan itu keras kepala, tak ingin memilih alternatif lain. Ia bilang melakukannya di tempat kos karena enggan mengeluarkan uang. Ingin rasanya kamu memukul temanmu itu, namun mengingat bahwa ia atlet taekwondo membuatmu mengurungkan niat.

Saat ini sudah pukul setengah satu pagi dan seharusnya kamu sudah tidur terlelap. Kamu sudah sibuk mengerjakan tugas akhir sejak sore. Dosen pembimbing utamamu, Pak Higuruma, sedang berada di luar kota sehingga kamu tidak dapat melakukan bimbingan. Beliau juga menolak mengadakan bimbingan online. Sebetulnya kamu meminta pada Pak Ijichi, petugas tata usaha di jurusan, untuk menjadikan Prof Suguru sebagai dosen pembimbing utama, namun Prof Suguru berakhir menjadi co-pembimbing. Itu tidak masalah sebetulnya. Sebab Pak Higuruma yang sibuk akan dapat digantikan dengan Prof Suguru.

Berbicara mengenai Prof Suguru sendiri, kalian menjadi dekat dan lebih dari sekedar mahasiswa dan dosen sejak kejadian satu tahun lalu, saat kamu protes dengan nilai yang diberikan olehnya. Ketertarikan Prof Suguru pada keberanianmu terhadapnya tak pudar. Seiring berjalannya waktu, kamu memanggilnya sebagai ‘Om Suguru’ di luar kepentingan akademik, meski terkadang ketika di ruangannya kamu juga menggunakan sebutan itu. Tentu saja, kalian menjaga jarak saat sedang berada di area kampus agar tidak dicurigai dan demi menjaga profesionalitas.

Meski demikian, kalian bukanlah pasangan kekasih. Kamu bukan pacarnya, dan ia tidak menganggapnya begitu. Prof Suguru — mari kita sebut saja Suguru — tidak pernah membicarakan hal itu padamu. Dan dari segala hal, hal ini lah yang segan kamu tanyakan padanya. Bertanya soal itu akan membuat kesan bahwa kamu terlalu berharap. Sebab kamu tahu, kamu hanya pemuas nafsunya dan kamu terima itu saja. Kamu hanya bermain peran di sini dan berjalan sesuai alur. Namun satu hal lain yang kamu sadari adalah bahwa kamu tidak pernah melihat ada perempuan lain yang hadir dalam hidupnya. Ia tak pernah dekat dengan perempuan lain. Mungkin ia tidak butuh sosok pasangan. Mungkin ia tidak ingin berhubungan serius. Mungkin…

Kamu menghela napas panjang.

Masih terjaga di tengah malam membuatmu berpikir macam-macam. Kamu yakin semua akan ada jawaban dan titik terang, hanya perihal waktu saja. Tak sadar, matamu mulai terpejam. Dan kamu tertidur lelap.

Drrrttt drrrtt!

Ponselmu bergetar karena alarm berbunyi. Sudah pukul 11 siang. Kepalamu sedikit pusing akibat tidur sangat lama. Kamu bangun dari kasur dan bergegas mandi. Hari itu tidak ada jadwal dan memutuskan untuk lanjut mengerjakan tugas akhir — meskipun pada akhirnya kamu hanya menonton film hingga sore.

Ting!

Ponselmu menerima notifikasi dari Suguru.

Kaget. Lagi buntu ngerjain malah ditanyain progres, batinmu.

Sejenak, muncul sebuah ide di kepalamu sehingga kamu buru-buru membalas pesan darinya.

Kamu tersenyum saat membalas pesan, tidak sabar dengan rencana jailmu untuk balas dendam pada Maki dan Yuta.

Tok tok tok!

Pukul delapan malam.

Pintu kamarmu sudah diketuk tiga kali. Kamu membuka pintu dan mendapati Suguru yang telah datang tepat waktu. Bajunya sedikit basah, mungkin karena gerimis hujan. Namun untungnya ia mengenakan jaket kulit hitam yang melindungi bajunya. Rambutnya telah ia pangkas sedikit agar terlihat sedikit rapi.

Kamu tak ingin basa-basi dan menunggu lama, sehingga kamu berjinjit dan memeluk pria itu untuk mencium bibirnya. Suguru mendorongmu agar masuk ke kamar. Ia tak balas mencium bibirmu, hanya membiarkanmu memagut dan menjilat. Kemudian, ia memundurkan wajahnya hingga ciuman terlepas.

“Saya ke sini sebagai pembimbing kamu.” Suguru menatapmu dengan wajah masamnya.

Kamu tidak peduli, dan kembali berjinjit untuk mencoba mencium bibirnya. Namun Suguru menahanmu.

“Kita nggak bisa begini sekarang. Kamu harus fokus ngerjain tugas akhir kamu. I came here as your advisor.”

Kamu menghela napas, tahu akan begini jadinya. Saat dulu, ia memang jarang protes jika kamu tiba-tiba mencium dan memeluknya. Namun akhir-akhir ini ia berubah. Suguru jauh lebih serius dan tegas terhadapmu. Ia tidak terlihat senang ketika kamu mendadak clingy.

“Aku lagi nggak mau bimbingan,” ujarmu jujur.

Suguru terbelalak. Kepalanya ia miringkan sedikit seraya menatapmu terheran-heran. Kemudian ia menghela napas, seperti telah menyadari tujuanmu. Kakimu terlihat baik-baik saja, berbanding terbalik dari apa yang kamu bilang padanya tadi sore.

“Om mau bantuin aku kan? Aku janji besok bimbingan serius.”

“Bantu apa?” tanyanya. Suguru mengusap wajahnya.

“Hnggg… AH! Om!”

Kamu mengangkat satu kaki ke atas meja belajarmu sembari mendesah saat Suguru menggerakkan pinggulnya dari belakang agar penisnya bergerak keluar masuk ke dalam vaginamu. Selangkanganmu terasa nyeri akibat dipaksa terus terbuka lebar.

Suguru meraba-raba payudaramu dari belakang. Gerakan pinggulnya melambat. Ia mendekatkan wajahnya pada tengkukmu dan menciumnya lembut. Sudah lama rasanya sejak terakhir kali ia menyentuhmu. Kamu dapat merasakan bagaimana Suguru rindu menggerayangi tubuhmu. Ia memainkan kedua putingmu dan menekan-nekannya, membuatmu mendongak karena rasa geli.

I missed this scent,” katanya. “Hmmm.” Suguru mengendus lekukan lehermu, kemudian menggigit-gigit kecil dan menjilatnya. Hingga rasa dingin menerpa kulitmu akibat air liurnya yang mengering.

Suguru sebetulnya tak mau melakukan ini. Pria itu ingin kamu fokus mengejar sidang semester ini agar cepat wisuda. Namun ia lupa bahwa kamu, sebagai anak bimbingannya, dapat stres dan butuh melakukan sesuatu untuk meredakannya.

I missed your scent too. Hmh.” Kepalamu sedikit menoleh ke belakang. Kamu memegang tangan Suguru dan menuntunnya agar pria itu semakin keras meremas payudaramu.

Suguru mengelus putingmu dengan lembut, sangat lembut hingga seluruh badanmu menggeliat karena rasa geli. “I also missed my stress balls.

Then fuck me like you really missed me.”

Suguru mulai menggerakkan pinggulnya lagi selagi tangannya masih meremas payudaramu kuat-kuat. “Mau dientot sampai kamu teriak teriak? Sampai tetangga kamu pada tau kalau kamu sukanya dientot sama dosen pembimbingnya.”

“I-iya Om… Aahh!”

Hentakkan pinggul Suguru seperti menyetrum badanmu. Ia menghujam titik-titik sensitifmu di bawah sana, ujungnya menubruk seisi dinding vaginamu di sana sini. Sempit. Mungkin itu yang ada di pikiran Suguru sekarang. Penis Suguru yang cukup tebal seperti merobek paksa vaginamu saat dimasukkan, rasanya seperti berhubungan seks pertama kali dengannya.

“Ah… fuck.” Suguru terus menggerakkan penisnya keluar masuk dan mendesah di telingamu. Kemudian tangannya turun ke bawah, mencari-cari letak klitorismu.

Matamu berputar dan mulutmu setengah terbuka saat ia memutar jarinya di bagian klitoris. Sesekali ia tekan sedikit agar kamu mendesah lebih keras. Tanganmu reflek memukul meja, kaget dengan sentuhan yang ia berikan.

“Pepek kamu kenapa jadi sempit banget, hah?” tanyanya sambil sedikit menggeram. “Udah nggak pernah dientot lagi ya? Maunya cuma dientot sama saya aja. Iya?”

Kamu tak menjawab — lebih tepatnya tidak mendengar ucapannya. Mulutmu masih terbuka untuk menarik napas.

PLAK!

“AAHNGG!”

Suguru menampar vaginamu dengan kencang, membuatmu kaget dan mengerang kencang.

“Sadar. Jadi anak bimbingan saya itu nggak boleh lengah, nggak boleh tolol begini. Dikasih pertanyaan dijawab yang bener.” Suguru menggeram tepat di telingamu. Rasanya kamu tidak dapat mendengar apapun lagi selain hentakan pinggulnya dan suaranya yang sesekali mengeluarkan desahan.

“Hng… Eng — enggak.” Hanya itu kalimat yang keluar dari mulutmu.

“Enggak?” tanya Suguru. Nada bicaranya semakin serius. Pria berambut hitam itu mencekik lehermu. “Maksudnya nggak pengen cuma sama saya aja dientotnya? Mau sama siapa lagi, hah? Prof Naoya mau? Biar sekalian nilai tugas akhirmu itu langsung A.”

Sial. Ia menyebut nama yang sedang kamu benci akhir-akhir ini. Prof Naoya, salah satu dosen pengujimu yang pelit nilai. Sulit sekali mendapatkan nilai darinya. Bahkan ketika semester kemarin, nilai mata kuliahmu hanya B meski kamu telah rajin mengumpulkan tugas dan tidak pernah bolos kelas. Di saat-saat seperti ini, Suguru malah menyebut nama yang membuatmu mual dan ingin muntah.

“Aahhkkk — !”

Kamu kesulitan bernapas dan berbicara. Saluran napasmu terhimpit sehingga mulutmu semakin terbuka lebar sebagai reaksinya. Matamu mulai basah. Tapi Suguru tak peduli. Pria itu menyukai pemandangan yang saat ini dilihatnya.

“Udah semester akhir masih tolol aja, nggak bisa jawab pertanyaan dari saya. Dapat nilai A dari hasil ngentotin dosen.”

Suguru melepas tangannya dan memundurkan badannya. Kamu mengambil napas panjang. Tak lama, pria itu mengangkat badanmu dan mengubah posisimu agar terlentang di atas meja belajar. Kepalamu terbentur peralatan tulis yang berjejer dari ujung ke ujung meja. Suguru tak mempedulikan itu.

CUH!

Suguru meludahi vaginamu sebelum memasukkan penisnya kembali ke dalam. Tidak enak. Posisi seks seperti ini tidak enak. Badanmu tidak terasa nyaman bergesekan dengan meja kayu yang keras. Terlebih lagi kamu harus membuka kakimu lebar-lebar agar Suguru dapat dengan mudah melakukan tugasnya.

Dug! Dug!

Meja belajarmu bergoyang seiring dengan hentakan Suguru dan menghantam tembok, menimbulkan bunyi gesekan keras.

“Saya pengen sekali entotin kamu di ruangan saya kayak gini,” ujarnya sambil meremas kedua payudaramu. “Kamu keliatan cantik. Nenen kamu goyang-goyang begini. Pasti keenakan ya?”

PLAK! PLAK!

Suguru menampar payudaramu. Rasa menyengat menjalar di sekitar areolamu. Pria itu meremas payudaramu lagi, sangat keras. Kemudian ia membungkuk dan mendekatkan wajahnya untuk menyesap putingmu. Sungguh, ia seperti bayi yang sedang haus ASI. Pria itu menyedot putingmu kuat-kuat dan menggigitnya. Kamu reflek menjambak rambut panjangnya dan kedua kakimu bergetar hebat setelah ia memasukkan penisnya dalam sekali hentakan hingga ujungnya menubruk dinding terdalam vaginamu.

“Ah… Lebih enak kalau nenennya keluar ASI.” Suguru menjilat putingmu kanan kiri secara bergantian. “Saya hamilin ya? Biar nanti saya bisa nyusu beneran. Kalau lagi haus di tengah-tengah ngewe begini bisa langsung minum dari kamu.”

Kamu mengusap rambut Suguru. “Mau… mau dihamilin sama Om. Nanti aku bugil tiap hari sambil sepongin Om pas Om kerja.”

“Uh huh.” Ia menjilat dadamu, kemudian beralih ke tulang selangka dan lehermu yang penuh dengan keringat. Napasnya begitu menggelitik. Ia menggigit kecil lehermu di berbagai titik hingga meninggalkan bekas kemerahan.

Tak lama, Suguru menegakkan tubuhnya dan menggerakkan pinggulnya lagi sambil mengusap sudut bibirnya yang basah karena salivanya sendiri. Gerakan pinggulnya semakin tak karuan, membuat meja belajarmu semakin bergoyang hebat dan benda-benda di atas meja mulai bergeser dari tempatnya. Meja kayu itu bukan yang berkualitas baik dan merupakan fasilitas gratis yang disediakan bapak kos. Kamu sedikit khawatir jika mejanya akan roboh jika Suguru terlalu ceroboh.

Dan benar saja, Suguru mengangkat satu kakinya di atas meja untuk mendapatkan posisi yang nyaman baginya. Kedua tangannya memegang pinggulmu sebagai tumpu agar ia dapat mempercepat gerakannya. Bunyi basah vaginamu yang dihantam penisnya sangat keras, sehingga hanya itu satu-satunya bunyi yang dapat kamu dengar yang memenuhi seisi ruang tidurmu.

“AAAH! Hnggg. Om… Om… B-bentar. Aaangh..!”

Suguru sedikit mengangkat kepalamu agar kamu dapat melihat bagaimana penisnya menghujam vaginamu.

“Om Suguru… A.. AH! Aku mau pipiiiiish. Hnngg!”

SPLISH! SPLISH!

Suguru memundurkan badannya hingga penisnya terlepas. Seketika, cairan bening muncrat keluar dari dalam vaginamu dan membasahi wajah Suguru sebelum pria itu dapat menghindar. Ia menyeringai tipis sambil mengusap wajahnya. Cairan beningmu menetes dari dagunya. Rambutnya basah dan peluh keringatnya menetes dari pelipisnya, membuatnya terlihat lebih seksi.

Kamu mengatur napasmu setelah orgasme. Badanmu sudah terkulai lemas dan terasa nyeri di sana sini. Namun tidak berhenti di situ. Suguru kembali memasukkan penisnya. Kakinya diangkat satu ke meja seperti sediakala.

“Ah… Anjing. Kalau tau begini jadinya, I should’ve brought my toys for you.

Kamu tak dapat bergerak, sudah terkunci dalam posisi. Suara meja yang bergesekkan dengan tembok semakin nyaring di telinga, menandakan bahwa Suguru semakin cepat menggerakkan pinggulnya. Peralatan tulis serta tumpukan kertas-kertas di atas meja sedikit demi sedikit berjatuhan akibat getaran hebat. Kamarmu seketika seperti kapal pecah.

Kamu merengek. “Om… s-sakit.”

Suguru tidak mendengarkan. Justru, gerakannya semakin cepat hingga kepalamu terbentur tembok berkali-kali. Erangan panjang keluar dari mulutmu seraya Suguru memainkan klitorismu.

Tok! Tok! Tok!

Tiba-tiba pintu kosmu diketuk.

“(Y/N)?”

Itu suara Nobara, tetangga kos di lantai bawah.

“(Y/N)? Kamu nggak apa-apa?” Perempuan berambut oranye itu bertanya lagi dan berusaha membuka pintu yang terkunci. Ia terdengar khawatir jika terjadi hal yang mengancam nyawamu.

“Aduh, anjing. Siapa itu?” tanya Suguru berbisik.

Kamu panik, takut jika Nobara melapor pada bapak kos karena ada kegaduhan yang dibuat oleh mahasiswa dan dosen.

“Iya, Ra? Kenapa? Aku lagi eksperimen. Plis, jangan ganggu ya!” ujarmu dengan nada yang dibuat riang agar tidak mencurigakan. Suaramu sedikit serak.

Suguru menggeleng, heran dengan kalimat yang keluar dari mulutmu itu. Terdengar konyol baginya. Eksperimen macam apa?

“…oke.”

Langkah Nobara yang menuruni anak tangga terdengar. Kamu menghembuskan napas lega.

“Kamu tau kan kenapa saya nggak suka main di kos kamu?” tanya Suguru. “Kita nggak punya space buat ngelakuin ini di sini. Sempit, pengap, nggak bisa leluasa main. This cheap ass dorm —

“Tsk.”

Kamu cemberut. Kemudian bangkit dari posisimu dan mendorong tubuh Suguru. Seketika melupakan rasa sakit yang menjalar di tubuhmu hingga ke tulang belulang. Kamu kesal, bisa-bisanya ia mengatakan hal semacam itu tanpa tahu bagaimana kamu begitu kesulitan mencari kos untuk ditempati.

“Hei, HEI!” Suguru meninggikan suaranya setelah didorong kasar olehmu. Ia menarik tanganmu ketika kamu hendak mengambil bajumu di lantai.

This cheap ass dorm, you said? Enak ya, Om tuh tinggal di rumah gede lengkap sama AC. Sedangkan aku ngekos di sini aja udah sujud syukur, tau!” Kamu memukul dada Suguru. Suaramu setengah berteriak. “Pake bilang pengap sama sempit segala. Om kira budget-ku berapa supaya aku bisa afford kosan yang lebih gede dan fasilitas lebih lengkap? Nggak usah ngehina gitu!”

Suguru menahan tanganmu. Ia bingung dengan sikapmu yang tiba-tiba berubah seketika. Kemudian ia menghela napas. Rahangnya menegas, tidak berharap akan begini jadinya.

“Maksud saya nggak be — ”

“Lepasin nggak? Aku udah bete.”

Suguru melepas cengkraman tangannya, membiarkanmu mengenakan pakaianmu kembali. Pria itu mengusap wajahnya. Kesal. Itu yang kamu rasakan sekarang. Entah mengapa kalimat Suguru benar-benar membuatmu tak nyaman. Tidak seharusnya ia bilang bahwa kamar kosmu sempit dan pengap — meskipun memang itu kenyataannya. Namun, nada bicara Suguru seolah mengejek dan merendahkan. Mungkin ia tak tahu rasanya seperti apa, sebab selama ini hanya menempati rumah besar seorang diri tanpa merasa kurang.

Kamu berbaring di tepi kasur sambil memeluk guling. Kamu hanya dapat mendengar suara Suguru yang sedang mencabut kondomnya dan mengenakan celananya. Mungkin pria itu juga kesal, tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan benihnya.

“(Y/N)…” Suguru berbaring di sampingmu, memeluk tubuhmu dari belakang. “Saya nggak bermaksud menjelekkan. Saya cuma…”

“Cuma apa?” Nada bicaramu ketus.

“Saya cuma merasa kosan ini kurang layak ditempati. Kasian sama penghuni kosnya, terutama kamu yang lagi ngerjain tugas akhir. Jadi, jangan marah lama lama ya, cantik?” ucapnya lembut sambil mengecup pucuk kepalamu yang berkeringat.

Kamu terdiam sejenak, kemudian membalikkan badan agar menghadapnya.

“Kalau kasian, kenapa nggak sekalian aja aku tinggal di rumah Om?”

Senyum Suguru memudar. “Kamu serius nanya begitu?”

Kamu mengangguk.

“Memangnya kenapa kamu pengen tinggal di rumah saya?”

Ih. Malah nanya balik.

Kamu berpikir sejenak, mencari-cari jawaban. “Biar bimbingannya lancar.”

“Oh ya?” tanya Suguru. “Kan saya co-pembimbing. Kenapa nggak sama Pak Higu saja kalau gitu?”

Dahimu berkerut keras saat mendengar nama Pak Higuruma. “Kok jadi Pak Higu sih? Kan aku maunya sama Om… Dari awal aku minta Om jadi pembimbing utamaku, cuma nggak kebagian slot. Sedih tau.”

Suguru menghela napas. “(Y/N)… Saya tau kamu tertarik sama saya.”

Deg!

Mendengar itu rasanya dadamu seperti dihantam batu. Panik. Kamu tidak siap untuk mendengar kalimat selanjutnya.

“Sejujurnya, saya bingung sejak awal. Kita nggak seharusnya begini. Saya… yang seharusnya nggak memulai. Saya terlalu mengedepankan nafsu, sampai ego saya setebal kabut,” lanjutnya. Suguru mengubah posisinya agar menghindari kontak mata denganmu. “Kita memang nggak sepakat dan ngomongin ini sejak awal, karena yang saya lihat kamu hanya butuh pemuas nafsu saja. Dan saya merasa sanggup memenuhi dan mengimbangi itu. Tapi lama kelamaan, saya nggak bisa terus menerus mengabaikan perasaan saya. Ada hal yang mengganjal. Saya jadi nggak tega dan merasa bersalah setiap kali saya liat kamu. Saya…”

Suguru menghentikan kalimatnya. Kamu tahu ia sudah memendamnya sejak lama. Hanya saja enggan untuk membahasnya.

“Saya..? Om kenapa?”

“Saya juga tertarik sama kamu. Tapi apa boleh begini? Saya merasa tidak pantas. Saya laki-laki yang kurang ajar, sudah menyetub — ”

Kamu menarik wajah Suguru dan mencium bibir pria itu tanpa berpikir panjang. Ciuman itu terasa lembut dan polos, tidak ada kenafsuan di sana. Suguru hanya diam, tidak tahu hendak memberi perlakuan apa. Kamu bangun dari posisimu dan menindih tubuh Suguru sambil terus menjaga agar ciuman kalian tidak terlepas. Kamu mengusap pipinya dengan ibu jarimu. Wajahnya lembut sekali, seperti suaranya. Suguru terbangun dan melingkarkan tangannya di pinggangmu. Ia tersenyum di sela-sela ciuman, kamu dapat melihatnya ketika matamu tak sengaja terbuka. Tangannya menyisir rambutmu, lalu menyelipkannya di belakang telingamu agar wajahmu tak bersembunyi di balik rambut. Suci. Sunyi. Lembut. Hangat. Itu yang kamu rasakan. Tak lama, ciuman itu terlepas.

“Aku nggak masalah, Om. Aku tau aku nakal juga. Tapi kita bisa mulai lagi dari awal, only if you want to.

“Kamu nggak paham dari sudut pandang saya…”

Suguru memalingkan wajahnya, tak berani menatapmu. Kamu menangkup wajahnya.

“Apa? Sudut pandang apa? Aku tau Om beberapa bulan ini selalu menghindar dari aku, cuekin aku… Aku tau Om jaga jarak sama aku.”

“Karena saya pikir akan sulit buat kita untuk ngejalaninnya sekarang. Kecuali kalau kamu sudah lulus, sudah terbebas dan nggak ada tanggungan apa-apa di sini. Kalau orang lain tau, pasti akan beranggapan kalau saya selalu mencurangi nilai kamu. Itu bisa jadi masalah, apalagi saya dosen pembimbing kamu sekarang.”

Memang benar. Hal itu tidak boleh disepelekan. Bisa jadi akan ada banyak mahasiswa yang cemburu dan protes ke kepala departemen karena adanya hubungan spesial antara Suguru dan seorang mahasiswi sehingga dapat mempengaruhi nilai akademik. Suguru akan dicap sebagai seorang dosen yang tidak profesional dan melupakan kode etik. Kira-kira begitulah yang ada di pikiran Suguru.

“Jadi, nunggu aku lulus dulu baru bisa pacaran sama Om?”

Suguru hanya berkedip. “Ya… Kamu fokus saja dulu ngerjakan tug — ”

“Nyenyenyenye. Tinggal jawab iya atau nggak aja susah banget. Padahal Om tuh dosen lho! Sudah dapat gelar profesor karena riset sana sini, mengabdi di sana sini. Wle.” Kamu mengejeknya sambil menjulurkan lidah.

Pria itu hanya tersenyum tipis. Akhirnya, kamu memiliki momen untuk membahas hal ini dengan Suguru. Pria itu ada benarnya, jika kamu telah menyelesaikan studi, akan lebih mudah baginya untuk menjalani hubungan denganmu. Suguru juga tidak ingin membawa beban berat untukmu, sebab menjalin hubungan dengan seorang dosen yang usianya jauh lebih tua tidaklah mudah. Orang-orang beranggapan bahwa biasanya akan ada ketidakseimbangan di dalam hubungan jika jarak usianya sangat jauh. Yang lebih tua dikhawatirkan akan terlalu mendominasi. Namun, kamu yakin Suguru bukan orang yang seperti itu. Pribadinya — di luar konteks seks — sangat lembut dan penyayang. Kamu yakin bahwa semuanya akan berubah lebih indah kelak jika kalian menjalin hubungan yang lebih serius.

Suguru tertawa mendengar kalimatmu. “Mulai sekarang, kamu panggil saya Mas aja. No more Om Suguru. Understood?

Kamu mengangguk. “Understood, Mas Suguru!”

Malam itu, kalian hanya membereskan kamar tidurmu yang berantakan dan bercerita tentang banyak hal sambil menonton film. Kamu telah melupakan balas dendammu pada Maki. Entahlah, tapi sepertinya misi balas dendam itu berhasil.

Pagi hari. Pukul 9.

“Mas… Mas Suguru — Aah… Hmmmpph — fuck!”

Kamu tak henti-hentinya mendesah nikmat akibat penis Suguru yang terus-menerus menusuk dinding kemaluanmu. Sejak setengah jam yang lalu, kakimu telah terbuka lebar di atas kasur dengan Suguru yang berada di atasmu. Kali ini, ia tidak melakukannya dengan kasar seperti semalam. Gerakan pinggulnya berbeda dari yang selama ini kamu rasakan. Lebih lembut dan penuh perasaan. Pria itu mencium keningmu dalam dalam setiap kali kamu memanggil namanya.

“Kalau enak bilang ya, cantik,” ucapnya lembut dan setengah berbisik. “Desahannya jangan ditahan. I want your friends to remember my name.” Kemudian ia mengecup telingamu.

Kamu menutup mata saat ia berbisik di telinga. “I-iya Mas… Mas Suguru… Ngh!”

Kakimu melingkar pada pinggulnya. Tanganmu memeluk lehernya. Setelah apa yang ia katakan tadi malam, Suguru terlihat lebih tampan sekarang. Hatimu seperti bunga-bunga yang kembali mekar di musim semi.

Suguru tak berhenti menghujani ciuman di wajah dan lehermu untuk menjagamu agar tetap terangsang dan vaginamu tetap basah. Ia tak ingin kamu merasa kesakitan, hanya ingin memberi rasa nikmat.

“Mas… this is the best sex I’ve had. Please, lepas kondomnya, and cum in me already.

Suguru mencium tulang selangkamu. “Hmh… After this round, maybe? I run out of condom actually.

Entah sudah berapa kondom yang ia gunakan dan berceceran di lantai kamarmu. Sejak pagi buta, kejantanan Suguru telah mengeras — mungkin karena kamarmu yang panas dan pengap. Ditambah lagi denganmu yang tidur tanpa sehelai benang pun sejak semalam.

“Hah… After this round? Mas… Aku mau mandi abis ini. Let me breathe…

Mulutmu terbuka saat Suguru memperdalam hentakannya.

“Hm, I won’t let you.” Pria itu mencium bibirmu dalam dalam.

Sunyi. Tidak ada suara apapun selain suara ‘Hmmh’ yang keluar dari mulut kalian berdua di sela-sela berciuman. Bibir kalian saling memagut lembut, dan lidah yang saling menjilat. Tanganmu menyisir rambut Suguru yang jatuh mengenai wajahmu, membuat pria itu tersenyum. Ia juga melakukan hal serupa. Senang. Hanya itu yang menggambarkan perasaanmu saat ini. Kalian benar-benar mengawali pagi hari dengan bercinta, hingga lupa bahwa Suguru memiliki jadwal meeting setengah jam lagi.

Thanks for reading! Hope you liked it. Jangan lupa mampir ke sini ya:

  • Curiouscat: nnmkento | Secreto: secreto — Kalian boleh menulis saran atau sekedar ngobrol dengan saya.
  • trakteer untuk Tofu membeli jajan: goldenseas

--

--

goldenseas

I write Jujutsu Kaisen/Chainsaw Man fan fictions. Check out my twitter: @nnmkento.