bygrizelle
5 min readApr 21, 2023

Hari Jadi ke-7

Credit to Pinterest

Setelah menyusuri padatnya jalanan Jakarta-Bogor selama kurang lebih 2 jam, sepasang kekasih yang akan merayakan hari jadi ke-7 ini akhirnya sampai juga di Kebun Raya Bogor, tempat yang Jojo usulkan untuk perayaan kecil mereka hari ini.

“Sini, aku aja yang bawa bekalnya, kamu bawa tikernya aja.”

Juna merebut sekotak pizza dan plastik berisikan beberapa cemilan serta minuman bersoda dari tangan Jojo. Lelaki itu hanya menyisakan sebuah tikar lipat tanpa menunggu persetujuan dari si gadis.

Keduanya berjalan berdampingan, mencari spot terbaik untuk menikmati sore hari yang cerah namun teduh, seolah langit pun memberi restu pada dua insan yang ingin berbahagia di agenda mereka kali ini.

“Di situ aja, Kak, yang dekat kolam teratai itu,” cetus Jojo menunjuk tempat yang ia inginkan.

Juna berdehem dan mengangguk — menyetujui usulan kekasihnya. Jojo yang senang karena usulannya diterima, tanpa sadar menarik lengan Juna dan menambah laju kakinya agar bisa lebih cepat sampai di spot pilihannya.

“Pelan-pelan, sayang. Nanti jatuh. Itu tempatnya nggak akan pergi ke mana-mana, kok,” tegur Juna yang sama sekali tak berniat menyembunyikan rasa khawatir yang melanda.

Jojo tak menghiraukan teguran Juna, ia hanya terkekeh dan malah semakin mempercepat langkah kakinya. Juna yang tadinya khawatir, jadi ikut terkekeh saat melihat tingkah lucu dari gadisnya yang menggemaskan.

Jojo melepas kaitan jemarinya dari lengan Juna. Dengan bersemangat ia gelar tikar lipat yang ia bawa. Spot dengan hamparan rerumputan di dekat kolam yang berhiaskan bunga teratai, serta air mancur yang berdiri tegak di tengah-tengah itulah yang menarik perhatiannya.

“Sini, sini, Kak!” Jojo menepuk-nepuk ruang kosong di sebelahnya, memberi isyarat pada Juna yang masih berdiri di hadapannya.

Juna meletakkan barang bawaannya terlebih dulu, sebelum ia melepas sepatunya dan menjatuhkan diri di sebelah Jojo. Tatapan Juna seketika terpaku saat melihat sepoi angin meniup pelan rambut hitam Jojo yang tergerai.

Cantik.

Tanpa sadar jarinya bergerak untuk menyelipkan beberapa helai rambut Jojo yang menghalangi pandangnya ke balik telinga gadis itu. Jojo tersentak, serasa ada aliran listrik menyengat tubuhnya saat Juna melakukan aksinya.

“Kamu ini nggak suka ngiket rambut, ya?”

Jojo menggeleng pelan. “Bukan gitu, Kak. Cuma males aja ngiketnya.”

Juna sedikit bergerak mundur, ia kumpulkan seluruh rambut Jojo dalam kepalan tangannya. “Bawa jedai atau ikat rambut?”

Tanpa menjawab, Jojo menyerahkan jepit rambut yang memang selalu ia jepitkan di tas selempangnya. Dengan telaten Juna menata rapi rambut tebal Jojo, lalu diakhiri dengan elusan lembut pada puncak kepala gadis itu.

Astaga, jantung tolong tenang, ya. Jangan meledak! jerit Jojo dalam benaknya, berusaha menenangkan dirinya yang lagi-lagi masih belum terbiasa dengan segala kemanisan yang Juna tawarkan.

Setelah selesai, Juna tersenyum puas melihat hasil kerjanya. Kini tampak jelas di matanya iras rupawan gadis yang ternyata berhasil mencuri hatinya baru-baru ini.

Juna kembali memosisikan dirinya ke tempat semula dan berseru, “Yuk, kita makan!”

“Ayuk!”

“Loh? Juna?” Suara seorang perempuan menginterupsi kesibukan dua manusia yang hendak mengisi kekosongan perut mereka.

Juna mendongak dan terbelalak saat melihat perempuan yang menyapanya. “Lusia?”

“Lo bukannya di Aussie?” tanya Juna meneruskan perkataannya.

Perempuan yang disebut Lusia itu mendudukkan dirinya di dekat Juna tanpa permisi, membuat Jojo sedikit merasa risih karenanya.

“Aku udah balik ke Indo sejak dua bulan lalu. Kamu apa kabar?”

Juna membulatkan mulutnya seraya mengangguk. “Baik,” jawabnya singkat.

Lelaki itu melirik gadis mungil yang ada di sampingnya. Terlihat jelas bahwa Jojo merasa kurang nyaman dengan situasi saat ini. Juna pun lebih mendekatkan dirinya ke arah Jojo dan berinisiatif untuk memperkenalkan kekasihnya, namun ternyata Lusia sudah mendahului.

“Itu siapa? Pacar?”

Juna mengangguk mantap. “Ini Joyla, pacar gue.”

Dahi Jojo mengernyit dalam saat mendapati tatapan Lusia yang tampak tidak senang melihatnya. Lusia seolah sedang memindai dirinya dari atas sampai bawah. Membuat Jojo tanpa sadar malah mengesampingkan rasa bahagianya akan klaim Juna terhadapnya barusan.

“Oh. Ya udah, aku pamit deh. See you next time, Jun,” ucapnya yang langsung berlalu tanpa repot-repot menunggu jawaban dari Juna.

“Siapa, sih?” tanya Jojo dengan ketus setelah Lusia menjauh dari mereka.

Juna akui bahwa ia sedikit terkejut dengan nada bicara Jojo yang baru pertama kali ia dengar. “Kok ketus? Kamu cemburu?”

“Ih, bukan cemburu! Itu tadi dia ngeliatin aku segitunya, kayak aku nih orang aneh aja. Masa’ kamu nggak sadar, sih, Kak?” sungut Jojo yang sudah sangat geregetan dengan Lusia.

Juna tergelak karena reaksi menggemaskan Jojo. “Kamu ini jangan gemes-gemes terus, dong. Nanti aku pingsan, nih!” godanya.

“Ih, Kak Juna ini! Aku tuh lagi kesel, jangan digombalin dulu!” gerutu Jojo yang diikuti dengan tabokan halus yang ia daratkan pada lengan Juna.

Juna semakin terbahak. Ia mengacak-acak rambut Jojo dengan gemas — yang pada akhirnya disemprot oleh Jojo karena tatanan rambutnya jadi berantakan.

“Tadi itu Lusia, mantan aku waktu SMA.”

Jojo yang semula heboh, jadi terdiam.

Juna yang menyadari perubahan atmosfer pada diri Jojo pun melanjutkan, “Udah lama banget aku selesai sama dia. Jangan jadi pikiran, ya?”

Melihat anggukan Jojo, Juna kembali memberikan sentuhan hangat pada puncak kepala gadisnya. “Ya udah, yuk, sekarang kita makan!”

Dengan cekatan Juna segera membuka kotak berisi pizza dan memberikan satu potong terlebih dulu pada Jojo, baru ia ambil satu potong lagi untuk dirinya sendiri.

Hembus angin yang menemani jernihnya cakrawala sore ini cukup menenangkan hati dua insan yang sudah saling bertaut. Senyum indah pun tak luput dari air muka masing-masing, memancarkan rasa syukur dan bahagia yang melesak keluar dari hati mereka karena sudah tak mampu lagi terbendung.

Sudah tak ada lagi kata yang mengudara. Sepasang kekasih ini hanya menikmati pizza, angin, dan indahnya panorama luas yang membentang jauh di atas.

“Makasih ya, Kak,” gumam Jojo memecah keheningan yang cukup lama hadir di antara mereka.

“Untuk apa?”

“Untuk waktu kamu hari ini.”

Juna menoleh ke arah Jojo dan menjawab, “Sama-sama, sayang, tapi nggak perlu bilang makasih juga. Udah seharusnya sebagian waktu aku untuk kamu.”

Jojo tersipu malu. Lagi dan lagi, Juna selalu berhasil mengundang kupu-kupu yang menggelitik relung hatinya.

“Iya, pokoknya aku nih sangat berterima kasih. Udah, sstt! Jangan protes!” tegas Jojo yang berhasil membuat Juna mengurungkan niatnya untuk kembali melayangkan sebuah protesan.

“Hahaha … Iya, deh, iyaa. Sama-sama, ya, sayangku.”

Gadis itu mengangguk. Sudut-sudut bibirnya terangkat tinggi hingga tulang pipi menghimpit matanya. Dan dalam diamnya, Juna mengabadikan pahatan indah itu dalam memorinya.