Interior Kontekstual

Hafizh Faishal Wahyu
9 min readJan 1, 2019

--

Sumber : https://www.leadliaison.com/wp-content/uploads/2014/02/contextual-keyword-research.jpg

Sebagai lulusan desain interior, memiliki pengalaman bekerja di media publikasi arsitektur selama 3 bulan terhitung hingga tulisan ini dibuat, membuat saya menyadari perihal kekayaan diskursus dalam dunia arsitektur Indonesia, hal yang tidak saya rasakan selama 4 tahun berkecimpung di dunia yang sebelumnya. Tidak hanya mengalami perkembangan diskursus secara masif, arsitek-arsitek Indonesia pun semakin rajin menulis, baik mempublikasikan karyanya maupun menuliskan pemikirannya.

Sambil bekerja, saya selalu mengamati dan akhirnya menyimpulkan, satu dari sekian pemikiran arsitektur yang cukup populer adalah arsitektur kontekstual. Entah saya yang baru mendengar gerakan kontekstual atau memang di Indonesia masih tergolong baru, sebenarnya teori tentang gerakan ini sudah populer di bumi belahan barat. Arsitektur kontekstual sendiri memiliki definisi yang bermacam-macam, diantaranya adalah :

Bill Raun

Kontekstual menekankan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai kaitan dengan lingkungan (bangunan yang berada di sekitarnya). Keterkaitan tersebut dapat dibentuk melalui proses menghidupkan kembali nafas spesifik yang ada dalam lingkungan (bangunan lama) ke dalam bangunan yang baru sesudahnya.

Dalam pemikiran kontekstual, kehadiran bentuk bangunan bukan secara spontan, tetapi berdasarkan bentuk yang telah diakui oleh masyarakat sekelilingnya. Prinsip ini mencakup pengertian bahwa kehadiran suatu bentuk merupakan pengembangan atau variasi dari suatu kondisi yang telah mapan sebelumnya.

Stuart E. Cohen

Dalam pemikiran kontekstual, menganggap bahwa salah satu metode untuk mengetahui keberadaan suatu bentuk dan bahasa arsitektur adalah berdasarkan pengakuan secara resmi oleh masyarakat di sekitarnya. Hal ini berarti bentuk fisik yang telah mapan adalah bentuk yang diakui dan terbiasa oleh pengamat sekitarnya.

Pemikiran secara kontekstual mempunyai prinsip bahwa bangunan yang muncul di kemudian waktu, untuk mendapatkan pengakuan keberadaannya seharusnya merupakan tambahan yang terkait (depent addition) dari lingkungan sekitarnya.

Pemikiran kontekstual menganjurkan para arsitek dan perancang untuk melihat dan mempelajari bangunan tradisional, bentuk-bentuk asli, material setempat, untuk menangkap nafas dan ciri khas dari bentuk fisik lingkungan.

Untuk membentuk keterkaitan dalam kontekstual dapat diperoleh melalui proses analogi dan seleksi bentuk arsitektur setempat yang telah sesuai dan diakui oleh masyarakat dan lingkungan.

Brent C. Brolin

Seorang arsitek atau perencana bangunan dianjurkan untuk memperhatikan dan menghormati lingkungan fisik sekitarnya, mengutamakan kesinambungan visual antara bangunan baru dengan bangunan, landmark dan gaya setempat yang keberadaannya telah diakui sebelumnya.

Definisi pragmatisnya, arsitektur kontekstual adalah arsitektur yang dapat menyesuaikan dirinya dan memberi dampak yang baik terhadap lingkungan sekitarnya. Dua hal ini dapat dicapai dengan berbagai macam cara, misalnya, menggunakan material lokal dari lokasi dimana arsitektur itu akan dibangun, merencanakan arsitektur yang dapat merespons iklim setempat dengan baik, mendesain fasad bangunan yang tidak terlalu mencolok pada lingkungan binaan, menciptakan ruang publik yang ramah dengan masyarakat di lingkungan sekitar bangunan yang berdiri, atau bahkan memanfaatkan tenaga masyarakat setempat dalam proses pembangunan arsitektur ketimbang menggunakan kontraktor, dengan cara memberi pelatihan terlebih dahulu.

Omah Boto Sidoarjo Karya andyrahman architect (Sumber : Dokumen Pribadi)

Berbagai macam cara untuk mencapai arsitektur kontekstual tersebut sebenarnya sudah dilakukan oleh arsitek-arsitek di Indonesia. Contohnya pada karya-karya arsitek Andy Rahman yang selalu mengeksplorasi material batu bata pada setiap karyanya yang berada di kawasan Jawa Timur. Andy Rahman mengaku terinspirasi dari kejayaan seni batu bata pada zaman Majapahit di abad ke 14, sehingga ia berusaha kembali memperkenalkan batu bata sebagai material yang dominan pada arsitektur dengan desain yang lebih kontemporer. Selain berusaha mengangkat kesenian batu bata itu sendiri, Andy Rahman juga ingin memberi ruang lebih kepada tukang untuk lebih eksploratif dalam berkesenian. Dalam artian, di era modern dewasa ini, peran tukang terus tergerus oleh dominasi arsitek, kontraktor, serta industri material pra-cetak dalam proses desain dan kontruksi, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk “mengabadikan” keahliannya pada arsitektur yang terbangun.

Contoh kedua, yaitu gedung baru kantor Kapal Api Global. Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk hadir pada acara media gathering opening kantor baru Kapal Api Global yang berlokasi di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat, dalam rangka bertugas sebagai reporter. Dalam acara tersebut, arsitek gedung baru kantor Kapal Api Global, Cosmas Gozali juga hadir untuk menjelaskan konsep desain secara keseluruhan kepada awak media yang hadir, dan saya berpikir, penjelasan beliau dapat merupakan salah representatif dalam upaya menciptakan arsitektur kontekstual.

Fasad Kantor Kapal Api Global Karya Cosmas Gozali (Sumber : Dokumen Pribadi)

Dalam proses desain kantor Kapal Api Global, Cosmas Gozali berangkat terlebih dahulu dari permasalahan lingkungan. Lokasi dimana kantor baru Kapal Api Global berdiri, yaitu di daerah Tanah Abang, terkenal sebagai daerah yang padat. Merespon hal ini, Cosmas membuat pola slanted pada fasad yang menjorok keluar untuk mengatasi kebisingan. Kemudian celah pada pola slanted yang menjorok keluar dimanfaatkan Cosmas sebagai jendela untuk memasukkan cahaya alami ke dalam bangunan.

Cosmas juga lebih memilih menggunakan fasad yang simpel dan cool, ketimbang fasad yang mencolok. Karena menurutnya, daerah Tanah Abang yang padat, ramai, dan berantakan akibat hiruk pikuk kendaraan serta aktivitas telah memberikan karakter di daerah ini. Dengan bentuk yang simpel dan cool, menurutnya, justru bangunan ini akan menjadi landmark di tengah daerah yang ramai, sehingga dapat memicu terjadinya interaksi antara bangunan dengan manusia yang berada di sekitarnya.

Gedung DPD Partai Golkar Karya Delution Architect (Sumber : http://delution.co.id/gallery/golkar-jakarta-office/)
Gedung DPD Partai Golkar Karya Delution Architect (Sumber : http://delution.co.id/gallery/golkar-jakarta-office/)

Contoh ketiga, yaitu gedung kantor DPD Partai Golkar, karya Delution Architect. Di karya ini, Delution Architect berhasil merubah wajah politik di Indonesia yang negatif dan tertutup menjadi terbuka dan ramah kepada masyarakat. Tujuan ini dapat tecapai pertama-tama dengan menghilangkan pagar di sekitar bangunan, sehingga gedung tersebut dapat berbaur dengan masyarakat. Ditambah lagi, lantai satu bangunan kantor ini dilengkapi fasilitas yang dapat dinikmati publik, misalnya, lapangan umum, masjid, amfiteater, perpustakaan, serta fasilitas komersial minimart dan kafe. Dampaknya, area publik kantor DPD Partai Golkar kini menjadi viral di media sosial dengan segudang aktivitas yang dilakukan masyarakat di area tersebut. Hal ini berhasil meruntuhkan stigma eksklusifitas yang tersemat pada partai politik selama ini.

Kali Code Yogyakarta Karya Romo Mangun (Sumber : https://jogjaholic.com/wp-content/uploads/2017/08/kali-code-Yogyakarta.jpg)
Rumah Baca karya Ahmad Deni Tardiyana (Sumber : https://cdn.stylepark.com/articles/2015/awiligars-reading-house/l2_v362194_958_992_661-1.jpg)

Dan masih banyak contoh karya arsitek terkemuka lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, seperti yaitu Kali Code Yogyakarta karya Romo Mangun, dimana kawasan Kali Code yang merupakan kumuh serta masuk dalam rencana gusur pemerintah Yogyakarta ini dapat disulap Romo Mangun menjadi perkampungan yang warna-warni, ceria, dan layak huni. Dimana pembangunan kampung Kali Code ini melibatkan partisipasi warga, sukarelawan, dan mahasiswa seni.

Begitu pula dengan Rumah Baca yang merupakan rumah pribadi Ahmad Deni Tardiyana di pinggiran kota Bandung. Di rumah pribadinya, Ahmad Deni Tardiyana membuat ruang publik untuk warga yaitu dengan ruang baca yang dapat juga dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Apep, sapaan Ahmad Deni Tardiyana, mengaku membuat ruang publik masyarakat agar fasilitas yang dimilikinya dapat bermanfaat untuk warga setempat, mengingat dirinya jarang berada di rumah, karena seringkali ia pulang ke rumah baru saat tengah malam.

Baik, saya telah menguraikan panjang lebar mengenai definisi arsitektur kontekstual berserta contoh konkritnya. Kemudian pertanyaan adalah bagaimana dengan definisi interior kontekstual? Selama ini saya tidak pernah menemui definisi desain interior kontekstual di literatur mana pun. Saya juga pernah bertanya kepada salah satu praktisi interior tentang interpretasu kontekstual dalam lingkup desain interior. Namun, saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Kembali ke definisi arsitektur kontekstual, terdapat dua poin penting untuk dapat mencapai level tersebut, yaitu pertama, dapat menyesuaikan diri dengan lokasi di mana bangunan tersebut akan dibangun. Yang kedua, dapat memberi dampak yang baik terhadap lingkungan sekitar. Namun, dua poin ini memerlukan interpretasi ulang, karena arsitektur dan interior merupakan konteks yang berbeda. Ruang interior memiliki konteks dinding, lantai, dan plafon. Oleh karena itu interior terpisah sama sekali dengan site, karena dibatasi oleh dinding, walaupun keduanya sebenarnya sangat berimplikasi.

Untuk poin pertama, yaitu arsitektur harus dapat menyesuaikan diri dengan lokasi di mana bangunan tersebut akan dibangun, dapat diredefinisi menjadi desain interior tersebut harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam konteks interior. Sementara itu, untuk poin yang kedua, yaitu arsitektur harus dapat memberi dampak yang baik terhadap lingkungan sekitar dapat diredefinisi menjadi desain interior harus dapat memberi dampak yang baik terhadap lingkungan dalam konteks interior.

Ruang Tatami di Restoran Jepang (Sumber : https://i.pinimg.com/originals/62/a7/89/62a78942beb5bdca4d9fc62d5f708479.jpg)

Contoh untuk poin pertama, misalnya pada objek interior restoran Jepang. Sebagi negara yang kental dengan budaya, Jepang memiliki ciri khas tersendiri pada restorannya. Pada umumnya restoran Jepang memiliki tiga jenis ruangan, yaitu ruang makan umum, bar, dan ruang tatami. Namun di Indonesia, implementasinya dapat bermacam-macam, tidak semua ciri khas pada restoran Jepang tersebut dapat diaplikasikan, karena terdapat penyesuaian dengan lokasi restoran Jepang tersebut berdiri.

Open Kitchen di Restoran Jepang (Sumber : https://ohmyomiyage.files.wordpress.com/2012/10/dsc_0963.jpg)

Di mall misalnya, restoran-restoran Jepang yang beridiri sudah mengalami banyak penyesuaian terhadap perilaku manusia yang beraktivitas di dalam mall tersebut. Aktivitas utama manusia dalam sebuah mall adalah shopping, ketika manusia yang sedang shopping merasa lapar dan lelah, tentu mereka akan mampir ke restoran yang berada di mall tersebut. Berbeda dengan stand alone restaurant, tujuan utama restoran yang mengisi outlet-outlet di mall lebih berfokus untuk mengakomodir orang-orang yang merasa kelaparan pada saat shopping, sehingga pelayanan restoran yang serba cepat menjadi penting. Namun hal ini sebenarnya dapat dilakukan tanpa menghilangkan one hour experience yang senantiasa diusahakan agar membekas pada setiap pengunjung, sehingga membuat pengunjung yang telah datang berminat untuk mampir kembali ke restoran, serta menceritakan pengalamannya ketika makan di restoran tersebut kepada kerabat maupun koleganya, sehingga tercipta mouth to mouth marketing secara otomatis.

Konsep Self-service di Restoran Jepang (Sumber : https://www.videoblocks.com/video/japanese-self-service-restaurant-ba5dgl3wgjb256yaa)

Oleh karena itu konsep restoran Jepang di zaman sekarang telah berubah, ada yang menggunakan konsep fast food seperti restoran Amerika, open kitchen, self-service, dan self-cooking. Dengan konsep desain seperti ini, memang experience “makan asli ala Jepang” tidak didapatkan oleh pengunjung. Namun pengunjung masih bisa merasakan nuansa Jepang secara visual dengan tampilan desain interior restoran yang mengangkat kebudayaan lokal Jepang.

Contoh untuk poin yang kedua, sebenarnya tidak ada studi kasus yang khusus, karena tujuan dari desain interior sendiri adalah meningkatkan kualitas hidup manusia yang beraktivitas di dalamnya, sesuai dengan poin kedua desain interior kontekstual yang sudah dijabarkan di atas, yaitu desain interior harus dapat memberi dampak yang baik terhadap lingkungan dalam konteks interior.

Namun, ada catatan dalam proses transformasi definisi arsitektur kontekstual menjadi interior kontekstual ini. Desain interior yang tidak menggunakan material atau gaya lokal, lantas tidak bisa dijustifikasi sebagai desain yang tidak kontekstual, karena kasusnya berbeda dengan arsitektur. Sementara itu, tidak dapat dipungkiri bahwa objek desain interior memang lekat implikasinya dengan tujuan komersil. Misalnya pada studi kasus desain interior restoran Arab, tentu desainer interior harus mendesain restoran tersebut dengan gaya timur tengah untuk memunculkan nuansa Arab pada restoran tersebut. Nuansa Arab inilah yang dijual oleh owner restoran kepada pengunjung untuk menciptakan one-two hour experience pada saat menyantap makanan, sehingga pengunjung dapat merasa seperti di Arab walaupun sebenarnya sedang berada di Indonesia.

Sebagai epilog, perlu diingat kembali bahwa arsitektur kontekstual hanyalah salah satu dari sekian gerakan di dunia arsitektur. Dengan ini semakin terasa bahwa budaya diskursus di dunia desain interior masih miskin. Desain interior lebih dikenal dengan pekerjaan mix and match of east syle and west style. Karya-karya yang beredar di banyak buku dan majalah desain pun lebih berupa karya yang demikian, dimana uraian teks di majalah tersebut lebih banyak bercerita tentang visual dan pengalaman ruang tanpa membahas proses atau pendekatan desain lebih dalam. Sebuah ironi, padahal proses dan pendekatan desain merupakan bagian paling penting untuk merepresentasikan alur berpikir desainer inteiror dalam sebuah proyek. Sebenarnya pula, alur berpikir desainer interior yang bermacam-macam ini dapat memperkaya diskursus di dunia desain interior, sebagai sumber literatur yang layak untuk dibaca para profesional, akademisi, dan yang paling penting ialah untuk mahasiswa, agar dapat terbiasa berpikir kritis dan menghilangkan kebiasaan mencari literatur dengan definisi pragmatis atau non-konseptual dari artikel-artikel online properti dan retail.

--

--

Hafizh Faishal Wahyu

Enthusiast with architecture, interior design, and entrepreneurship topics