Kerja-kerja Kluster Agro: Perikanan, Pertanian, dan Lingkungan
Segenap tuturan yang menyangkut masyarakat Kampung Waryesi bukan hanya sekadar kedermawanan dalam bersosialisasi setiap harinya, namun juga terjelma ketika melakukan kerja-kerja kolaborasi bersama kami; mahasiswa. Selaku delegasi yang “diutus” dari kampus, sebuah unit atau tim KKN-PPM diisi oleh mahasiswa yang berasal dari lintas kluster. Klasifikasi kluster sendiri dilandaskan pada rumpun keilmuan yang terdiri atas Agro, Medika (juga dikenal sebagai KK atau Kedokteran dan Kesehatan), Saintek (Sains-Teknologi), serta Soshum (Sosial-Humaniora). Tim kami, yang kemudian diberi nama Telisik Supiori–dengan kode unit resmi dari DPkM yaitu PA-001–berhasil lulus dalam rangkaian seleksi dan berhak mendapatkan bantuan pendanaan yang sesuai dengan alokasi pagu anggaran. Telisik Supiori kemudian memberangkatkan 30 orang yang berasal dari empat kluster ke Kampung Waryesi, Distrik Supiori Timur, Kabupaten Supiori, Provinsi Papua pada rentang Juni–Agustus 2023 silam.
Tujuh minggu pengabdian ditamatkan dengan penuh keriaan. Sikap amat terbuka masyarakat kepada kami lalu melahirkan kerja sama yang begitu mapan. Catatan ini hadir guna menceritakan bagaimana simpul kolaborasi itu mengikat masyarakat dan kami–terutama bagi rekan-rekan yang basisnya dari Kluster Agro. Di tim kami, mahasiswa Agro berjumlah enam (6) orang. Semuanya mempunyai rencana program kerja sendiri-sendiri untuk dilangsungkan selama di lapangan.
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Kala kami berkolaborasi “terkemas” dalam perasaan suka dan senang!
Proyeksi pembelajaran dan pemberdayaan
Sebelum menginjakkan kaki di tanah Papua, kami lebih dulu mematangkan persiapan dengan menyusun berbagai program kerja yang fokusnya dikelola oleh setiap mahasiswa kluster. Bagi Agro, tiga hal urgen yang memikat perhatian ialah bidang perikanan, pertanian, dan lingkungan. Berbekal penelurusan di internet dan media sosial, koordinasi dengan tim KKN-PPM di Supiori pada 2019 dan perwakilan pemda, serta pengumpulan data sekunder seperti publikasi dari BPS Supiori, dst. membantu kami khususnya teman-teman Kluster Agro dalam merancang rencana kegiatan. Setibanya di Kampung Waryesi, hari mulai diisi dengan kerja-kerja pesiapan program; dibuka dengan observasi keadaan lapangan sembari melancarkan koordinasi dengan pihak serta kelompok masyarakat terkait.
Perlu diakui bahwasanya ambisi UGM untuk mendorong mahasiswanya menjadi “agen perubahan” dengan peran-peran sebagai motivator, dinamisator, inovator, dan fasilitator dalam mendampingi masyarakat; cenderung menempatkan mahasiswa selaku pihak yang “mengajari”, “memberdayakan”, “memecahkan masalah”, atau “menggenggam solusi” atas persoalan-persoalan. Pahadal, esensi pengabdian sejatinya tak jauh dari bagaimana menghadirkan empati untuk “memahami” kondisi masyarakat. Alih-alih memenuhi hasrat agen perubahan, mahasiswa–menurut hemat penulis–mesti mengedepankan prinsip sebagai seorang pembelajar; dengan dialog (resiprokal) serta “merangkul” kerja sama untuk memahami situasi masyarakat. Mengupayakan penyelesaian atas masalah-masalah yang ada kemudian merupakan komitmen antara masyarakat dan mahasiswa; secara bersama dan setara. Setidaknya itulah segelintir “keresahan” yang timbul setelah berefleksi.
Kekayaan sumber daya maritim dan hutan
Potensi laut dan hutan yang dimiliki Kabupaten Supiori mengindikasikan tak kalah besarnya kekayaan sumber daya alam di sana, terutama jika disandingkan dengan kabupaten/kota di penjuru Papua lainnya. Pada 2022, tercatat setidaknya 392 rumah tangga perikanan–baik yang berjenis tangkap ataupun budidaya–dengan sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai nelayan (BPS Supiori, 2022). Adapun macam produksi ikan di Supiori ialah ikan ekor kuning, ikan cakalang, ikan tuna, udang, teripang, dsb. (Pemkab Supiori, 2022). Sedangkan produksi pertanian dan perkebunan di Supiori mencakup sagu, kelapa, kakao, kangkung, kacang panjang, jahe, lengkuas, kunyit, dst. Berkaitan dengan komoditas utama seperti sagu dan kelapa menghasilkan produksi yang mencapai 59,58 dan 71,20 ton (BPS Supiori, 2022).
Jika menarik data tertera dengan fakta di Kampung Waryesi, keadaan tak jauh berbeda. Rata-rata penduduk di kampung ini memiliki mata pencarian sebagai nelayan dengan menangkap ikan di laut, mengumpulkan kayu, atau berjualan pinang. Sisanya ada yang berdagang di kios-kios (biasanya para pendatang dari Jawa atau Sulawesi), serta menjadi pegawai di instansi pemerintah atau bekerja di toko-toko yang ada di Sorendiweri. Tak banyak masyarakat Waryesi yang konsisten untuk berniaga/berusaha. Bagi mereka yang gemar mencari ikan pun biasanya dilakukan dengan swasembada atau subsisten. Beberapa masyarakat juga andil dalam melestarikan mangrove/bakau.
Yang Agro kerjakan
Selepas melakukan observasi dan koordinasi, persiapan program perlahan dijalankan. Setiap harinya kami berkomunikasi untuk menata lini masa kegiatan agar tidak berbenturan antara satu dengan yang lainnya atau menumpuk di salah satu hari saja. Aktivitas Agro lepas landas dengan mengampanyekan pentingnya pelestarian bakau dalam mencegah abrasi. Setelah itu kami bersama masyarakat Waryesi–mulai dari mama-mama, papa-papa, hingga kakak-kakak dan adik-adik turut ambil bagian untuk menanam bibit mangrove di sebelah barat Pantai Doiadori.
Selang beberapa hari, giliran mama-mama yang secara bersama melakukan penanaman tanaman obat keluarga (toga) yakni jahe. Tanaman tersebut ditabur di kaveling tanah yang disulap menjadi kebun kecil-kecilan. Pembudidayaan tanaman juga meluas ke bawang merah yang penanamannya dilakukan secara hidroponik. Untuk menunjang kebutuhan hidroponik, dibangun sebuah “green house” yang letaknya persis di sebelah kiri Posko Utama. Namun rumah hidroponik sendiri merupakan program milik Kluster Saintek yang pengerjaannya diselesaikan dengan cara gotong-royong.
Di sisi lain, limpahan hasil ikan menjadi peluang tersendiri untuk mengembangkan alternatif hidangannya. Rekan kami mengajak kelompok PKK untuk mengolah daging-daging ikan menjadi nugget. Praktik ini disambut baik karena mengasah keterampilan kreasi olahan daging ikan agar penyajiannya dapat disiapkan secara lebih variatif dan inovatif. Teman-teman Agro juga melakukan penyuluhan mengenai pemenuhan gizi seimbang untuk menjaga kebutuhan nutrisi terutama bagi anak-anak.
Program Agro pun menyasar anak-anak khususnya mereka yang duduk di bangku sekolah dasar yang juga diikuti oleh insos. Melalui Kenali Alam Kita, adik-adik diajak untuk bermain dan mengekspresikan kreativitasnya dengan mewarnai. Tujuannya sederhana, agar mampu mengenali dan menumbuhkan kepedulian pentingnya mencintai hamparan alam dan lingkungan di Kampung Waryesi. Sesi yang dilakukan beberapa kali ini menggoreskan kesan baik dan ruang rindu tersendiri di dalam lubuk hati.
Sebenarnya terdapat program yang dilaksanakan di Kampung Syurdori yaitu pemasangan biopori. Atas alasan upaya penanggulangan banjir rob melalui penyediaan area resapan air, biopori disiapkan oleh teman-teman Agro sebelum akhirnya urun tenaga bersama staf BPBD Supiori untuk menyebar pemasangan biopori di titik-titik yang sebelumnya telah dipetakan.
Yang tak kalah krusialnya juga ialah pembuatan rumpon ikan. Nelayan Waryesi diketahui tidak menggunakan pukat ataupun bom dalam menangkap ikan. Mereka hanya mengandalkan kelengkapan apa adanya; yakni alat pancing, lampu senter, cool box, ditemani sebuah kapal kayu yang memakai mesin. Berbekal bantuan papa-papa dan kakak-kakak, kami bersama-sama menyiapkan bambu untuk dijadikan rangka utama rumpon. Bentuk rumpon sendiri ialah menyerupai rakit dan disusun tiga tingkatan dengan meletakkan pemberat di tengahnya serta daun-daun kelapa di bawahnya. Sebagai alat bantu nelayan, rumpon akan menjadi “rumah” bagi berjenis-jenis ikan yang berlindung dan memijah di bawahnya. Ikan-ikan yang terkumpul pun dapat diambil oleh nelayan setempat untuk dimanfaatkan dalam menyambung hari-hari.
Meneguhkan keberlanjutan
Tentu kami menyadari, bahwa tidak seluruhnya program yang dilakukan serta-merta akan “mengubah” keadaan masyarakat Waryesi menjadi lebih baik. Dalam pada itu, teramat besar harapan agar ide, program, dan hasil yang diraih bersama mampu dipertahankan dan dilanjutkan; terutama bagi hal-hal yang sumber dayanya berada dalam jangkauan. Bagi tanaman mangrove, misalnya, berawal dari kemampuan masyarakat yang terbiasa mengolah buahnya yang disebut aibon menjadi kue bolu, terpantik ide untuk memanfaatkan biji mampiw–yang juga didapatkan dari mangrove–untuk diolah menjadi kopi. Komang atau Kopi Mangrove–begitu teman-teman Agro menyebutnya–telah diikutkan oleh masyarakat setempat ke dalam pameran se-Kabupaten Supiori untuk mewakili GKI Eden Mansoben, dari Kampung Waryesi.
Harapan yang sama besarnya juga berlabuh untuk komoditas ikan. Hadirnya rumpon diproyeksikan mampu mengumpulkan ikan-ikan sehingga dapat diambil dan dipancing oleh nelayan-nelayan. Hasil ikan yang sehari-hari didapatkan pun dapat diolah menjadi aneka sajian atau diperjualbelikan; setidaknya dalam menyangga kebutuhan keluarga.
Terima kasih kepada Mama Desa, Papa dan Mama Moses, mama-mama PKK, serta seluruh masyarakat Kampung Waryesi yang selalu terlibat. Terima kasih pula teruntuk Elma, Haped, Ayi, Dian, Hibban, dan Zizi yang telah mengupayakan kerja-kerja Kluster Agro dengan tanggap dan tepat. Di dalam hati, pengalaman dan kenangan itu tersimpul dengan erat.
Kepustakaan
BPS Supiori. (2022). Kabupaten Supiori Dalam Angka 2022. https://supiorikab.bps.go.id/publication/2022/02/25/67e7b58c0110bdbdae2f1d91/kabupaten-supiori-dalam-angka-2022.html
Pemerintah Kabupaten Supiori. (2022). RPJMD 2021–2025 Kabupaten Supiori. https://drive.google.com/file/d/1pV5PKP0fqusIkDtdfVHWUfT0oKkmzisg/view?usp=drive_link