Kerja-kerja Kluster Medika: Kesehatan dan Pendidikan
Satu pengabdian, empat jalan. Kali ini beralih ke cerita Kluster Medika dalam menuntaskan “peran” KKN yang diemban. Dari kesemua kluster, setidaknya Medika menjadi kelompok yang mobilitasnya paling sibuk ke sana kemari di samping personelnya yang hanya berjumlah empat (4) orang. Beruntunglah penempatan kami terpusat di Kampung Waryesi saja, sehingga koordinasi untuk saling bantu-membantu bisa dilangsungkan dengan teratur dan responsif; mengikuti kebutuhan dan ketersediaan jadwal sehari-hari.
Bisa dikatakan, minggu pertama hingga keenam semasa di Supiori padat diisi oleh pelaksanaan program kerja secara bergantian antara satu individu (dan kluster) dengan lainnya. Medika menjadi kluster yang puncak kesibukannya membentang di masa-masa awal sampai minggu kelima KKN. Selebihnya, mereka membantu teman-teman kluster lain serta menghadiri undangan untuk mengisi satu dua penyuluhan kesehatan di Sorendiweri.
Kendati memiliki “tanggung jawab” tak sedikit, kerja-kerja Kluster Medika nyatanya mampu dituntaskan secara cekat dan tepat. Boleh jadi urusan anggota sekadar hitungan jari, tetapi tulus pengabdiannya selalu datang dari hati.
Proyeksi pembelajaran dan pemberdayaan
Bagi Medika, selain menyorot kendala kesehatan, pendidikan atau edukasi atas kesehatan itu sendiri tak lepas dari perhatian. Hal tersebut kemudian coba dikontekstualisasikan dengan tema KKN yang diusung oleh unit kami yang menyasar persoalan bencana, wisata, pengelolaan sumber daya lokal di Kampung Waryesi. Urgen kebencanaan sebenarnya lebih difokuskan ke kampung tetangga, yakni Syurdori. Di sana, banjir rob kerap terjadi apalagi di musim-musim rawan hujan. Oleh karena itu, mereduksi dampak banjir serta mengupayakan mitigasinya masuk menjadi salah satu rencana kerja yang disusun kami bersama masyarakat, dan OPD.
Sementara itu berkaitan dengan kesehatan, proyeksi pelaksanaan program dari teman-teman Medika diarahkan untuk menumbuhkan pentingnya kesadaran untuk menerapkan PHBS, tak terkecuali bagi anak-anak. Selain itu, berbagai edukasi juga disiapkan mulai dari yang menyangkut stunting, penyakit menular seksual, narkoba, sampai pemanfaatan tanaman obat, dst. Berikutnya, diadakan pula penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan secara gratis bagi masyarakat setempat.
Berhubung lingkup kerja Kluster Medika bertalian dengan aspek esensial kehidupan, yakni kesehatan, maka komunikasi dan kerja samanya gencar direncanakan dengan menggandeng beberapa perangkat pemerintah daerah seperti Dinas Kesehatan Supiori dan RSUD Supiori. Kebutuhan data-data kesehatan, stok obat-obatan, akses terhadap bahan baku dan logistik penunjang program kerja, atau bahkan semata berdiskusi untuk mengumpulkan informasi tertentu menjadi rutinitas yang dijalani rekan-rekan Medika.
Menilik akses atas informasi dan layanan kesehatan
Stunting yang terjadi di timur Indonesia khususnya Pulau Papua masih tergolong tinggi dari rata-rata nasional. Untuk Kabupaten Supiori, misalnya, prevalensi stunting tembus di angka 40,2% menjadikannya yang paling tinggi di Provinsi Papua. Lebih lanjut, masalah stunting tertinggi untuk level distrik dipegang oleh Supiori Utara sebesar 37,4% sementara persentase terendah ada di Distrik Supiori Barat dengan angka 11% (Pemerintah Provinsi Papua, 2023). Selain itu, terkait dengan faskes juga masih minim. Tercatat per tahun 2021 hanya ditemukan satu rumah sakit, lima puskesmas yang masing-masing tersebar di lima distrik, serta sebanyak 31 puskesmas pembantu atau pustu di Supiori (BPS Supiori, 2022).
Adapun kalau melihat persebaran fasilitas pelayanan kesehatan sejatinya masih tergalang di Distrik Supiori Timur, spesifiknya di Sorendiweri. Di daerah ini terdapat satu-satunya rumah sakit dan dua apotek–setidaknya ini yang kami temui di lapangan. Sehingga untuk mendapatkan layanan yang lebih komprehensif, masyarakat di Supiori mesti bertolak terlebih dahulu menuju Sorendiweri. Berbicara jarak, Kampung Waryesi sebenarnya cukup dekat dengan akses terhadap fasilitas kesehatan. Sayangnya, yang menjadi ironi ialah kesadaran masyarakat untuk menjangkau layanan-layanan kesehatan tersebut dapat dikatakan rendah. Keadaan itu lalu diperburuk dengan lemahnya informasi dan wawasan akan pentingnya mengimplementasikan pola hidup sehat. Fakta pahit itu lantas hadir menjadi fenomena yang mengejutkan.
Yang Medika kerjakan
Medika memulai program kerjanya dengan mengumpulkan masyarakat di Posko Utama untuk ikut serta dalam edukasi mengenai P3K. Kegiatan ini bertujuan agar warga Kampung Waryesi mempunyai bekal tambahan dalam melakukan pertolongan pertama kecelakaan, khususnya jika terjadi bencana banjir. Dalam pelaksanaannya, teman kami bersama dengan masyarakat saling bertukar untuk melakukan praktik-praktik pertolongan dalam bentuk simulasi. Seusai acara, kawan Medika menyebarkan beberapa kotak P3K di lokasi-lokasi strategis seperti gereja dan sekolah-sekolah secara berkala.
Dua hari berantara, kami menggaet adik-adik untuk bertemu di Lapangan Sepak Bola Mansoben guna memperagakan cuci tangan dan sikat gigi yang baik dan benar. Pertemuan ini diinisasi sebagai salah satu upaya dalam membiasakan pola hidup yang bersih dan sehat. Berpuluh-puluh anak kemudian berbaris dan berkumpul mengikuti instruksi kakak-kakak di depannya. Antusias adik-adik lantas mewarnai semangat kami untuk menyambut hari-hari setelahnya!
Penyuluhan juga dilakukan untuk membahas seputar stunting. Kegiatan yang diikuti oleh mama-mama dan remaja ini fokus berbincang mengenai upaya pencegahan seperti skrining anemia pada remaja, pentingnya mendapatkan gizi yang seimbang baik bagi ibu atau ibu hamil serta bayi hingga balita, menjaga gaya hidup bersih dan sehat, dan yang tak boleh luput ialah rutin memeriksakan kesehatan ke posyandu atau faskes-faskes lainnya. Pola makan yang bergizi dan teratur pula menjadi penekanan; yakni bagaimana menyiapkan makanan pokok yang sehat dengan nasi/sagu/singkong/ubi (yang pastinya banyak ditemui di Papua) didampingi dengan lauk-pauk yang kaya akan protein hewani (ikan/daging) dan nabati (tahu/tempe), serta sayur dan buah. Jika mengamati di Waryesi, tak sedikit anak-anak yang begitu gemar menyantap mi tanpa dimasak terlebih dahulu. Memang, akses mudah terhadap makanan instan tak dapat dimungkiri menjadi tantangan tersendiri dalam mendorong pola makan yang bernutrisi sehat.
Selanjutnya, dilaksanakan sosialisasi perihal penyakit yang menjangkit terutama ketika terjadi banjir dibarengi dengan pelatihan swamedikasi. Diketahui penyakit-penyakit tersebut seperti malaria, demam berdarah, leptospirosis dan demam banjir, ISPA, diare, hingga frambusia. Sementara melalui pelatihan swamedikasi, teman kami berdiskusi soal dagusibu (dapatkan, gunakan, simpan, dan buang) agar menambah pemahaman mengenai obat-obatan serta meningkatkan kewaspadaan terhadap pengobatan mandiri.
Ada kalanya Kluster Medika menyambangi sekolah-sekolah, salah satunya SMA Negeri 2 Mansoben. Bekerja sama dengan dua rekan kami dari Kluster Soshum, mereka menyelenggarakan edukasi menganai bahaya penggunaan narkoba serta penyakit menular seksual di kalangan remaja yang tak hanya membahas implikasi dari sisi kesehatan, namun juga sudut pandang secara hukum. Kolaborasi antara satu atau lebih kluster memang cukup ditekankan selama menyelesaikan kegiatan-kegiatan di Waryesi; entah yang dikemas ke dalam program kerja atau sekadar membantu dengan sukarela.
Satu program “besar” yang dilakukan teman-teman juga ialah cek kesehatan yang terlaksana sebanyak tiga kali. Di antaranya pada 10 Juli yang fokus ke pengecekan kesehatan bayi dan anak-anak, 24 Juli yang menyasar kepada masyarakat Kampung Waryesi secara umum, serta 25 Juli yang diselenggarakan di Polres Supiori. Pemeriksaan ini pun sekaligus dipaketkan dengan sesi konsultasi kesehatan; berhubung dalam pelaksanaannya Medika dibantu oleh para dokter dan perawat yang bertugas di RSUD Supiori. Tekanan darah, kolesterol, gula darah, asam urat, dan berbagai keluhan tersampaikan lainnya menjadi beberapa hal yang diperiksakan kepada masyarakat setempat.
Upaya mendorong kesadaran
Rentetan kegiatan yang dilangsungkan bersama dengan masyarakat Kampung Waryesi sangat diterima dengan tangan terbuka. Baik mama, papa, kakak, hingga adik seluruhnya mengisi ruang kontribusi yang tersedia. Terima kasih, semoga yang sedikit ini mampu bertahan dalam ingat. Kami menemui satu dua masyarakat yang menahan memeriksakan dirinya karena belum “merasa sakit”. Atau yang sebenarnya khawatir, tetapi urung niatnya karena masih bisa “menahan sakit”. Semoga keadaan-keadaan itu berbalik! Menjadi lebih mengasihi diri sendiri dan keluarga; sebagaimana memerhatikan dan menyanyangi kami dengan segenap cinta.
Terima kasih kepada Mama Desa, Mama Aplena, Mama Moses, para dokter dan perawat, termasuk dr. Jenggo dan dr. Ulfah serta seluruh masyarakat Kampung Waryesi yang selalu bersedia membantu tanpa pamrih. Terima kasih pula teruntuk Ika, Adel, Sandra, dan Sinta yang menjadi penggerak kerja-kerja Kluster Medika tanpa kenal lelah. Cerita ini akan terus mengingatkanku pada tulus pengabdian yang penuh cinta kasih.
Kepustakaan
BPS Supiori. (2022). Kabupaten Supiori Dalam Angka 2022. https://supiorikab.bps.go.id/publication/2022/02/25/67e7b58c0110bdbdae2f1d91/kabupaten-supiori-dalam-angka-2022.html
Pemerintah Provinsi Papua. (2023). Tekan Stunting, Gubernur Ridwan Minta Pemda Supiori Tingkatkan Peran Posyandu. https://www.papua.go.id/view-detail-berita-8549/tekan-stunting-gubernur-ridwan-minta-pemda-supiori-tingkatkan-peran-posyandu.html#:~:text=Diketahui%2C%20angka%20tertinggi%20Stunting%20di,di%20Kampung%20Masyai%20sebesar%2011%20%25