Kerja-kerja Kluster Soshum: Pendidikan, Kebudayaan, Pariwisata, dan Pemerintahan
Satu kluster terakhir yang menjadi bagian dari Telisik Supiori ialah Soshum. Regu ini dalam menamatkan tapak tilasnya selama di Kabupaten Supiori banyak bersinggungan dengan penguatan/pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SDM) sebagai pijak pelaksanaan berbagai program kerjanya. Tak heran, jika sejatinya Kluster Soshum–di kalangan mahasiswa kebanyakan–kerap mendapatkan cap “gabut” kala di lapangan karena dianggap jarang menghasilkan sesuatu yang secara “fisik” terlihat, utamanya kalau disama-samakan dengan kluster lainnya. Kendati begitu, kami sendiri memilih untuk tidak mengambil pusing dengan kelakar tersebut. Selain tidak ada gunanya, senda gurau yang disematkan itu hanya menunjukkan pandangan sempit dalam menilik “manfaat” satu dua kegiatan yang diselenggarakan.
Kluster Soshum di unit kami beranggotakan sembilan (9) mahasiswa dari beragam program studi. Di sini terdapat Kormanit yang merupakan Koordinator Mahasiswa Tingkat Unit selaku ketua tim dan juga satu orang Kormasit (Koordinator Mahasiswa Tingkat Sub-unit) yang memimpin suatu sub-unit (kelompok di bawah unit yang ditempatkan pada kampung atau RT/RW yang berbeda). Sedang sisanya aktif di bidang-bidang yang sebelumnya telah dipilih. Ya, pembagian peran di dalam sebuah unit KKN memang akan berganda karena dipisahkan berdasarkan kluster, sub-unit, dan bidang/divisi.
Barangkali karya-karya fisik–yang disebut-sebut oleh segelintir itu–tak tampak, tetapi kerja-kerja Soshum bukan berarti nihil dampak.
Proyeksi pembelajaran dan pemberdayaan
Serangkaian fokus pelaksanaan program Soshum yang diinisiasi meliputi bidang pendidikan, kebudayaan, pariwisata (sehubungan dengan tema yang diusung oleh unit kami), serta pemerintahan. Adapun garis gagasan yang ditarik untuk menjadi landasan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan ialah penguatan/pengembangan kapasitas SDM dalam bidang-bidang yang dituju. Secara umum, target program pendidikan menyasar siswa-siswi mulai dari jenjang SD, SMP, dan SMA; kebudayaan dengan menggaet pelaku seni lokal; pariwisata dengan mengajak karang taruna; serta pemerintahan dengan aparat kampung dan mama-mama PKK.
Menyoal pendidikan di Supiori Timur–yang menjadi lokasi pengabdian kami, setidaknya terdapat dua “sisi gelap” yang dirangkum oleh seorang rekan. Di antaranya ialah kurangnya tenaga ajar dan sinkronisasi kurikulum yang kurang tepat dengan kenyataan lapangan (Mahardhika, 2023). Guru-guru yang mesti mengampu lebih dari satu mata pelajaran ditambah akses terhadap materi pembelajaran yang terbatas, membuat pendidik harus bekerja ekstra untuk mengayomi murid-muridnya. Akibatnya, peserta didik berpeluang tidak dapat menyerap ilmu dengan maksimal.
Bertalian dengan kebudayaan, kami berupaya untuk melakukan pengamatan dan pendokumentasian kekayaan budaya setempat mulai dari tari, musik, lukis, dll. yang masih dilestarikan hingga kini. Berikut juga dengan kelimpahan alam di Kampung Waryesi dan Syurdori yang bisa disaksikan keindahannya melalui pantai-pantai atau gugusan pulau kecil yang terdapat di sekitar kampung. Seluruhnya diabadikan untuk arsip dan kenang-kenangan.
Antara menunaikan kewajiban dan merangkap “bala bantuan”
Tak dapat dimungkiri kerja sama adalah kunci bagi kami dalam hari-hari menyelesaikan setiap program yang telah dicanangkan seluruh kluster. Satu hal yang unik bagi aku pribadi adalah bagaimana sebagian besar rekan-rekan Soshum menghabiskan waktu yang sama banyaknya antara menyiapkan keperluan-keperluan untuk kegiatannya sendiri dan membantu teman-teman lain; khususnya mereka yang berasal dari kluster bukan Soshum.
Pola kesibukan yang saban hari terbentuk kemudian ialah pagi berkumpul di Posko Utama untuk sarapan dan bersiap-siap beraktivitas, siang hingga sore penuh mengerjakan apa-apa yang tersedia dan bisa dibantu, sementara malam hari digunakan untuk bersantai serta merancang dan mencicil persiapan program kerja masing-masing. Lain cerita kalau kawan Soshum tengah mengadakan program kerja. Berhubung tidak semua kegiatannya membutuhkan banyak “tenaga”, maka persiapan kerja-kerja lainnya dapat berjalan sebagaimana biasanya. Selepas menunaikan kewajiban, barulah kawan Soshum kembali merangkap menjadi bala bantuan. Sebagai salah satu orang yang larut dalam pola kesibukan di atas, aku merasa senang karena kerja-kerja kolektif yang dilakukan–dalam membantu kluster apa pun itu–dapat kami nikmati prosesnya. Selain itu, karena masyarakat Kampung Waryesi sering terlibat dalam membantu kami, jadilah dukungan mereka kerap membuat kolaborasi yang terlaksana itu diselesaikan dengan baik dan optimal.
Ya, ini tidak melebih-lebihkan. Terlampau banyak cerita kala di sana yang melukiskan jejak kesan berharga.
Yang Soshum kerjakan
Seusai minggu pertama dituntaskan untuk koordinasi bersama masyarakat dan “negosiasi” dengan beberapa jajaran pemda–termasuk yang menjadi PJ KKN, giat Kluster Soshum pun dimulai. Membersihkan jalan-jalan utama kampung, diikuti dengan edukasi pemilahan sampah oleh rekan Saintek, serta melaksanakan senam pagi menjadi program perdana yang kami selesaikan. Sesi kegiatan ini dilangsungkan berkala setiap Jumat dan terselenggara sebanyak empat kali. Dua hari berlalu, kini kegiatan Soshum mengajak para insos dan adik-adik untuk turut dalam pelatihan PFA sebagai bekal ketika nantinya menjadi relawan bencana. Edukasi ini berupaya untuk mengasah keterampilan teman-teman dalam mereduksi dampak psikologis seseorang yang mengalami krisis; di mana pada konteks ini ialah imbas akibat bencana. PFA (psychological first aid) atau pertolongan pertama psikologis ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang telah memahami prinsip PFA dengan mengedepankan asas look (amati), listen (dengar), dan link (hubungkan) dalam meredam luka batin seseorang (CPMH, 2020).
Masih dalam konteks pendidikan, rekan-rekan kami juga menyambangi sekolah-sekolah di Kampung Waryesi. Untuk level SD, misalnya, dilakukan kegiatan-kegiatan seperti edukasi emosi dasar, pembelajaran calistung (baca, tulis, dan hitung), serta kelas-kelas interaktif lainnya. Sesi program sendiri dilaksanakan di SD Inpres Waryesi dan satu dua kali di halaman sekolah (luar kelas) untuk pengalaman belajar yang lebih aktif dan fleksibel. Sedangkan bagi pelajar di bangku SMP, terdapat sosialisasi siaga bencana; yang mana salah satu materinya turut menayangkan video animasi tanggap bencana yang digarap oleh Alvin, kawan kami. Sementara untuk tingkat SMA, diselenggarakan edukasi perihal kekerasan mental dan seksual serta sesi “diskusi” dalam mendorong teman-teman agar bijak dalam menggunakan media sosial termasuk juga membahas tentang potensi diri; dengan mengenali kemampuan dan kemauan masing-masing dalam menyongsong pilihan-pilihan hidup ke depannya. Ada pula kegiatan yang dilaksanakan di Pantai Doiadori; namun tidak dibatasi berdasarkan jenjang sekolahnya. Semuanya berkumpul untuk belajar dan bermain dalam sesi yang dikemas interaktif.
Sementara yang berkaitan dengan pariwisata sendiri, diadakan sosialisasi manajemen pokdarwis (kelompok sadar wisata), pelatihan promosi objek wisata melalui media sosial, pembelajaran fotografi, serta pembuatan vlog SUDEKAT atau Supiori dari Dekat yang bertujuan untuk mengembangkan pengelolaan lokawisata setempat; termasuk mendokumentasikannya ke dalam media sosial. Beberapa objek wisata potensial di sana adalah Pantai Doiadori, Pantai Rimsau, dan Air Terjun Mansoben di Kampung Waryesi; serta Pulau Insundi dan Dermaga Syurdori di Kampung Syurdori. Sedangkan yang beririsan dengan pemerintahan, diselenggarakan sosialisasi dan pembentukan bagan struktur organisasi perangkat Kampung Waryesi juga pembuatan video dokumenter mengenai cerita sejarah pemekaran Kabupaten Supiori. Adapun di luar dari itu, terdapat kegiatan pelatihan perhitungan laba dan rugi sederhana yang diperuntukkan bagi mama-mama di kelompok PKK.
Di bidang kebudayaan, terdapat rekan kami Nabiel dan Bintang yang membuat tulisan hasil telaah dan pengamatannya terhadap relasi masyarakat Supiori dengan alam; baik itu laut, tanah, dan langit. Budaya-budaya tersebut terpancar dalam tari, musik, lukis, dsb. dalam apa yang disebut sebagai “kekerabatan eksistensial”. Beberapa budaya yang masih dilakoni masyarakat Kampung Waryesi juga didokumentasikan ke dalam video blog (vlog) SUDEKAT dan puncaknya dipamerkan melalui Pekan Raya Budaya. PRB sendiri menjadi kolaborasi terakhir kami bersama masyarakat dalam merayakan keberagaman budaya. Acara tersebut diisi dengan pertunjukkan tari wor, mapia, kreasi baru, sampai yospan; penampilan paduan suara melantunkan lagu-lagu Papua; menjajakan karya kuliner mama-mama khas Supiori; serta dilengkapi dengan peresmian revitalisasi perpustakaan (kerja sama dengan pihak sponsor). PRB berhasil melibatkan berbagai elemen masyarakat sedari anak-anak, remaja, mama-mama, hingga papa-papa.
“Harapan” yang dititipkan
Terlalu naif menganggap KKN yang dilangsungkan di Kabupaten Supiori ini lantas menghadirkan perubahan yang instan. Tidak, tentu tidak demikian. Bagi aku sendiri, upaya ini menjadi sebagian kecil cara untuk sedikit membantu dan lebih merupakan kesempatan untuk belajar banyak-banyak hal berharga dari masyarakat setempat, utamanya yang berada di Kampung Waryesi. Ya, cetak biru pembangunan Papua yang acapkali diusung sepanjang berdirinya negara cenderung menutup mata dalam menempatkan prioritas perbaikan kualitas manusia sebagai arus utama. Mungkin perkataan yang disampaikan Mama Desa kala itu sekaligus dibalut dengan harapan yang amat mendalam; di mana ia mengingatkan kami agar tidak lupa dan menanti untuk kembali mengabdi di Kampung Waryesi dan Supiori.
Terima kasih kepada Mama Desa, Papa Karel, Papa Moses, Sisil, Chindy, Mei, Fandria, serta seluruh masyarakat Kampung Waryesi atas penerimaan yang penuh dengan tangan terbuka. Terima kasih pula teruntuk Ghea, Argya, Alvin, Bintang, Dada, Dio, Helmy, dan Nabiel yang menjadi inisiator kerja-kerja Kluster Soshum dengan segenap rasa cinta. Teriring doa dari hati untuk angan yang lebih baik; sekarang dan selama-selamanya.
Kepustakaan
Center for Public Mental Health. (2020). Pertolongan Pertama Psikologis: Langkah untuk Membantu Meredam Luka Batin Seseorang. https://cpmh.psikologi.ugm.ac.id/2020/10/12/pertolongan-pertama-psikologis-langkah-untuk-membantu-meredam-luka-batin-seseorang/
Mahardhika, B. J. (2023). Sisi Gelap Pendidikan di Papua: Sebuah Kisah Ironi di Timur Indonesia. Terminal Mojok. https://mojok.co/terminal/sisi-gelap-pendidikan-di-papua/