Meningkatkan Skeptisisme Profesional dalam Diri Guna Meminimalisir Penyebaran Berita Hoax di Media Online

Hani
5 min readJul 29, 2018

--

Photo by Aidan Bartos on Unsplash

Judul berita yang sederhana namun memberikan kesan provokatif akan menarik minat lebih banyak orang untuk membacanya. Seringkali, kebanyakan orang menyerap informasi mentah-mentah hanya dari judul berita saja tanpa membacanya terlebih dahulu. Hal tersebut adalah salah satu alasan yang mendasari penyebaran berita hoax lebih cepat menyebar di kalangan masyarakat. Lebih lagi dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, berita hoax akan cenderung lebih cepat menyebar karena hadirnya media online. Penyebaran berita hoax ini tentu menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat tentang mana isu yang benar-benar terjadi atau hanya pemberitaan palsu semata. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Pew Research Center pada tahun 2016, bahwa 64% orang dewasa di Amerika Serikat kesulitan berpikir jernih mengenai kebenaran informasi dasar yang ada karena keberadaan berita palsu (Barthel et al. 2016).

(Sumber: Pew Research Center 2016)

Tentu saja fakta tersebut sangat mengkhawatirkan terutama bila dilihat dari jumlahnya karena ada lebih dari 50% orang masih kesulitan membedakan apakah berita tersebut kredibel atau tidak. Maraknya penyebaran berita hoax ini jika dibiarkan akan merugikan suatu pihak karena munculnya opini negatif ke kalangan publik, tak jarang penyebaran berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan ini menimbulkan kerugian materi yang cukup besar. Fakta yang ada seharusnya memunculkan kesadaran masyarakat akan bahayanya berita hoax yang menyebar terutama melalui media online. Ada beberapa cara dalam pencegahan penyebaran berita hoax yakni: (1) dimulai dari diri sendiri yaitu meningkatkan skeptisisme profesional dalam diri; (2) melakukan verifikasi tentang kebenaran berita yang tersaji; (3) meningkatkan edukasi mengenai literasi media. Dalam situasi seperti ini, menjadi skeptis dan selalu sangsi akan kebenaran sebuah informasi jauh lebih baik dibanding menjadi naif dan menelan mentah- mentah informasi yang ada.

Meningkatkan Skeptisisme Profesional Dalam Diri Guna Meminimalisir Penyebaran Berita Hoax di Media Online

Berita hoax di media online cenderung lebih sering muncul ketika peristiwa besar sedang terjadi, misalnya saat pemilihan umum. Bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa berita hoax digunakan sebagai ‘alat perang’ secara terselubung. Fanatisme pendukung yang berapi-api dengan calon pilihannya sering dijadikan sasaran empuk oleh pembuat berita hoax, karena mereka secara otomatis akan menyebarkan berita apapun yang menuliskan tentang sisi positif dukungannya serta yang menulis tentang sisi negatif lawannya. Salah satu pembuat berita hoax dalam pemilihan umum di Amerika Serikat tahun 2016 lalu mengaku bahwa ia menjalankan website-nya endingthefed.com untuk membantu kampanye Donald Trump (Townsend, 2016). Hal ini membuktikan bahwa berita hoax memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mempengaruhi pilihan seseorang.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seyogianya diiringi dengan kemajuan pola pikir manusia. Masih banyaknya masyarakat yang terpengaruh dan percaya oleh berita hoax membuktikan bahwa mereka belum siap akan kemajuan teknologi yang sudah terjadi saat ini. Salah satu faktor penyebab mudahnya penyebaran berita hoax adalah kurangnya pendidikan atau pemahaman mengenai literasi media. Menurut Rubin (1998) literasi media adalah pemahaman sumber, teknologi komunikasi, kode yang digunakan, pesan yang dihasilkan, seleksi, interpretasi, dan dampak dari pesan tersebut. Kurangnya pendidikan mengenai literasi media mengakibatkan seseorang kurang mampu untuk memahami sumber dari sebuah pesan dan dalam kasus berita hoax mereka adalah pihak yang dengan mudah dipengaruhi oleh berita yang kredibilitasnya masih diragukan.

Saat ini sudah banyak pihak yang menggencarkan pemahaman akan literasi media ke masyarakat dengan tujuan untuk meminimalisir penyebaran berita hoax. Sayangnya pemberian pemahaman tentang literasi media tidak akan mengubah banyak hal jika dari individunya sendiri belum mau melakukan perubahan. Penyebaran berita hoax bisa dikatakan sukses karena didasari oleh perasaan yang timbul akibat judul yang bernuansa clickbait atau bahasa penulisan yang membuat pembaca mudah terenyuh. Banyak diantara masyarakat kita yang masih menelan berita bulat-bulat hanya dari judulnya semata tanpa membaca beritanya terlebih dahulu. Kebiasaan seperti ini lah yang memancing pembuat berita hoax untuk bermain-main dengan judul berita agar tujuan dari penyebaran berita hoax tersebut terlaksana.

Manusia saat ini sedang menikmati era di mana nyaris segala hal bisa dilakukan secara instan, hal ini tanpa kita sadari mempengaruhi keinginan kita untuk mendapatkan sesuatu secara cepat dan mudah, salah satunya dalam mendapat informasi. Kebanyakan masyarakat mudah percaya dengan berita hoax karena mereka malas mencari tahu lebih lanjut atau melakukan verifikasi terhadap berita yang ada. Hal utama yang perlu dilakukan untuk meminimalisir penyebaran berita hoax adalah mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya skeptisisme; sikap untuk meragukan, mencurigai, dan tidak memercayai kebenaran suatu hal, teori, atau pernyataan (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Dalam dunia akuntansi dan auditing, dikenal istilah yang disebut dengan skeptisisme profesional auditor. Dikutip dari Djohar (2012), skeptisisme profesional auditor sendiri belum memiliki definisi yang pasti namun dapat disimpulkan bahwa skeptisisme profesional auditor adalah sikap auditor yang selalu meragukan dan mempertanyakan segala sesuatu, dan menilai secara kritis bukti audit serta mengambil keputusan audit berlandaskan keahlian auditing yang dimilikinya. Dapat kita simpulkan bahwa skeptisisme profesional adalah sebuah konsep di mana kita harus memiliki sikap untuk terus kritis dan waspada dalam menyikapi suatu hal. Konsep skeptisisme profesional ini harus selalu ditingkatkan agar kita tidak mudah terpengaruh dengan berita yang kredibilitasnya masih dipertanyakan.

Sesungguhnya, meningkatkan skeptisisme profesional dalam diri sendiri tidak sesulit memberikan pemahaman dan pendidikan akan pentingnya media literasi. Hal utama yang dibutuhkan adalah pola pikir untuk selalu waspada dan kritis dalam menyikapi sesuatu. Jika melakukan verifikasi akan kebeneran sebuah berita masih dianggap cukup sulit, pola pikir untuk tidak mudah percaya dan selalu bertanya-tanya akan sesuatu dapat membantu masyarakat untuk menghindar dari sasaran pembuat berita hoax. Dalam kasus seperti ini, menjadi skeptis akan jauh lebih baik dibandingkan bersikap naif.

Berdasarkan pemaparan di atas, kita sebagai masyarakat yang hidup di era kemajuan teknologi harus bisa mengimbanginya dengan kemajuan pola pikir. Tanpa kemajuan pola berpikir, manusia akan terlena dengan kemajuan teknologi tanpa memikirkan efek negatif yang muncul di kemudian hari. Berikut ini adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan masyarakat guna meminimalisir efek negatif kemajuan teknologi berupa penyebaran berita hoax yang yang dapat merugikan banyak pihak, antara lain:

1. Memiliki kesadaran akan pentingnya skeptisisme profesional dalam diri, hal ini bertujuan agar masyarakat selalu berpikir kritis dan waspada dalam menyikapi sesuatu

2. Melakukan verifikasi atau memeriksa kembali akan kebenaran suatu berita, seperti yang kita tahu bahwa berita hoax dibuat untuk kepentingan oknum tertentu dan pada akhirnya hanya akan merugikan pihak lain

3. Menggalakkan pemahaman serta pendidikan literasi kepada khalayak agar mereka menjadi lebih peka dan dapat memilah mana hal yang memang terjamin kredibilitasnya atau tidak.

Untuk memulai sebuah perubahan memang tidak mudah, terutama mengubah kebiasaan lama yang kurang baik. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran dari diri sendiri untuk meningkatkan skeptisisme dalam menyikapi sesuatu. Berawal dari perubahan pola pikir untuk selalu kritis dan waspada, diharapkan langkah-langkah selanjutnya untuk meminimalisir penyebaran berita hoax akan semakin mudah dilaksanakan. Karena segala bentuk perubahan berasal dari diri sendiri, jika bukan kita yang mengubah, siapa lagi?

***

Catatan Kaki

Barthel, M., Mitchell, A., & Holcomb, J. (2016). Many Americans Believe Fake News is Sowing Confusion. Pew Research Center , 1–15.

Djohar, R. (2012). Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor.

Islahuzzaman. (2012). Istilah Akuntansi dan Auditing. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Rubin, A. (1998). Media Literacy: Editor’s note. Journal of Communication, 48 (1) , 3–4.

Townsend, T. (2016). Meet the Romanian Trump Fan behind a Major Fake News Site. Retrieved from Inc: https://www.inc.com/tess-townsend/ending-fed-trump- facebook.html

***

Tulisan ini pernah diikutsertakan dalam kompetisi Bali Journalist Week 2017.

--

--