ffa
3 min readSep 24, 2022

TOKO BUNGA DENGAN AROMA KOPI PAHIT,

TENTANG TOKO BUNGA DITENGAH KOTA YG MATI.

Langit semakin gelap, dan hujan semakin deras seiring langkah yang kini bertabrakan dengan suara gemericik air.

mereka berlarian bagai burung yang kini tengah ditembaki oleh seorang pemburu.

nafas bertabrakan dengan betapa panik mereka kini.

“mereka tidak lagi mengejar"suara tsb. menghentikan langkah mereka.

dengan nafas terengah2 mereka berusaha meraup udara sebanyak mungkin.

“ada toko, kita berteduh sebentar"ajak yang tertua.

mereka berlarian menuju teras toko tsb.

sebuah toko bernuansa hangat dengan bunga2 berjejer di teras mereka.

mereka bisa melihat jika kini mereka tengah berteduh dibawah atap sebuah toko bunga.

ah, setidaknya mereka sedikit mengurangi sedikit dingin mereka.

berlarian sepanjang hari sangat melelahkan, nafas mereka benar2 sudah diujung tanduk.

“seonghwa-yah, kau pernah kesini?”tanya sang ketua, hongjoong.

“belum pernah, aku bahkan tidak tahu ada kota ini"geleng seonghwa.

mereka bersama2 menatap hamparan luas kota ini yang hanya berisi reruntuhan bangunan dan lubang yang terisi air genangan hujan.

mereka terlalu fokus melarikan diri hingga tidak sadar jika mereka kini berada ditengah2 kota yang tidak memiliki penghuni.

“aneh, kenapa toko ini malah bertahan ditengah kota mati ini?”Sang maknae, jongho menatap keseluruhan toko yang dilihat dr sudut manapun merupakan toko yang masih tampak bagus.

tiba2 saja, aroma kopi menarik perhatian mereka.

ah, aroma ini sudah lama sekali tidak mereka hirup, ah, bahkan mereka sudah lupa bagaimana rasa kopi yang pahit menyentuh lidah mereka.

sungguh mengenaskan.

keenamnya bersama2 mengendus aroma kopi yang menghangatkan mereka.

hidup dijalanan membuat mereka lupa bagaimana rasa berbagai makanan.

Cklek.

mereka tersadar dan buru2 merapihkan diri mereka.

seorang pria seumuran mereka tersenyum manis.

tubuhnya tidak terlalu tinggi, mempunyai tone kulit eksotis dan hidung yang bangir.

ia tampak ramah dan hangat.

“ingin minum kopi ditokoku?”ajak nya.

eh?

mereka memilih diam, tidak ada yang bersuara satupun dr keenamnya.

ditengah negara abu2 ini, negara yang tidak bisa dinilai dengan mata telanjang, haruskah mereka mempercayai ajakan seseorang yang menawarkan secangkir kopi dan menukar dengan nyawa mereka?

mereka masih ingin melihat birunya langit esok hari-

meski langit biru itu kini sudah tak lagi biru.

“kenapa diam?hujan semakin deras, langit juga sudah tampak lelah, kami bukan orang jahat, hanya penjual bunga"Lagi, pria tsb. tidak menyerah.

seonghwa menatap ke 4 adiknya yang kini menatapnya penuh harap.

“hongjoong-ah, bagaimana jika kita coba saja?udara mulai dingin dan kita juga basah kuyup"pada akhirnya seonghwa luluh.

Hongjoong berfikir sebentar sampai akhirnya menghela nafas.

ia mengangguk.

pria dihadapannya tersenyum lebar, sangat manis.

“aku, wooyoung, senang berkenalan dengan kalian"Ucapnya.

“aku hongjoong, ketua dr kelompok kami"

“aku seonghwa, yang ini jongho, maknae, yeosang, yunho kemudian mingi"pria bersenyum keibuan tsb. dengan sabar memperkenalkan diri mereka satu persatu.

“selamat datang di toko kami, toko dimana kalian tidak akan merasakan sakit sedikitpun didalamnya"Wooyoung dengan senyum lebarnya membuka pintu tokonya.

aroma kopi langsung menguar menusuk indera penciuman mereka.

ah,

toko bunga yang beraroma kopi pahit.

mereka bisa melihat bunga2 tampak berjejer rapih dan apik disetiap sudut ruangan.

apapun tentang toko ini, telah menarik atensi mereka.

tentang bunga yang berjejer apik disetiap sudut ruangan.

tentang toko yang terasa begitu hangat ditengah2 kota yang dingin.

tentang toko hangat yang terasa begitu sepi.

tentang sebuah toko bunga ditengah kota mati yang memiliki aroma kopi terbaik yang pernah mereka cium.

dan tentang,

seorang pria berambut hitam halus yang tengah tersenyum lembut pd mereka dengan nampan berisi 8 cangkir kopi ditangannya.

“aku san, senang bertemu dengan kalian"

mereka sadar, senyuman dengan lesung dalam tsb. telah menarik seluruh atensi mereka.

terasa begitu nyata, namun entah bagaimana begitu jauh.

haruskah mereka menyebutnya sebuah deja vu?