Black and Sunshine by haruquinzaa on twitter

Rencana Terbaru Travis

aišŸŽ
6 min readMay 12, 2023

--

"Kalo cuman ngandelin memperbanyak anggota, gue rasa itu nggak cukup buat lengserin David, Bos. Sebanyak apapun kita ngambil anggotanya David, dia tetep bisa ngerekrut orang baru.

Lo tau sendiri tempo hari dia masukin empat anggota baru. Tadi gue liat ada satu geng yang nggak pernah keliatan di arena masuk ke markas David. Gue yakin mereka baru direkrut sama David."

Travis yang duduk di tengah gerombolan anak gengnya terdiam sembari menghisap batang tembakau yang terselip di jarinya. Malam ini, geng Black Rose sedang mendiskusikan rencana Travis yang ingin melengserkan David secepatnya.

Opini beberapa anak buahnya, yang sebelumnya anak buah David, membuat Travis sadar kalau melengserkan David memang bukan perkara mudah yang selama ini ia bayangkan.

"Gue akui Black Rose jumlahnya udah hampir sama kaya Dark Shadow. Dari segi kekuatan pun gue akui Black Rose lebih kuat. Kalo buat ngancurin geng mereka, okelah gue anggep kita bisa. Tapi gimana caranya biar David bisa lengser? Dia nggak mungkin semudah itu ngasih jabatannya ke lo."

"Emang kunci solusinya, gue harus milikin arenanya dulu, baru bisa ngusir David dari sini," tanggap Travis.

"Nah itu mungkin bisa. Tapi gimana caranya bikin lo jadi pemilik arena? Lo beli ke David? Emang dia mau jual ke lo?"

"Ini bukan punya David, tapi punya Pak Atmaja, omnya David.ā€

"Gue baru tau anjir! Berarti David selama ini nyetor uang sewa ke omnya?"

Travis menyunggingkan senyum. "Uang sewa yang lo pada bayar itu dimakan sendiri sama David. Omnya nggak tau persoalan uang sewa. Itu pungutan liar."

"Hah? Serius, Bos?!"

Suasana markas berubah riuh. Diam-diam, sang ketua mengulas senyum mendengar caci maki anak buahnya untuk David.

"Gue udah ceritain semua kebusukan David ke anggota lama. Lo pada bisa tanya ke mereka biar tau gimana David bohongin lo pada selama ini," ujar Travis tertuju pada anggota yang baru bergabung dengan Black Rose.

"Gue ada pertanyaan," celetuk salah satu anggota membuat keriuhan meredam.

"Let's say lo berhasil jadi pemilik arena. Gimana caranya lo ngusir David dari sini? Nyuruh doang like 'Gue pemilik arena, sekarang pergi lo dari sini' gitu? Gue nggak yakin David langsung mau pergi. Pasti dia ngelawan."

"Dan dia pasti bawa anak buahnya. Geng kita sama geng dia bakal perang. Apa lo yakin kita bakal menang?"

Hanya butuh beberapa detik untuk Travis berpikir sebelum akhirnya sebuah senyum licik terbit di bibirnya.

"Kemungkinan yang bikin David menang apa? Anggota dia yang sama banyak kaya kita?"

Beberapa anggota saling bertanya lantas mengangguk.

"Tapi kalo dia sendirian, dia bakal menang nggak?"

"Nggak mungkin sendirian, Bos. Udah gue bilang di awal, sebanyak apapun anak Dark Shadow yang lo rekrut, David tetep bisa nyari anak baru."

"Kalo dari banyaknya anggota yang David punya tapi ternyata mereka nggak pernah mihak David gimana?"

Suasana diskusi berubah tegang. Pertanyaan Travis membuat anggotanya sontak mengerutkan dahi.

"Maksud lo, Bos?"

Travis tertawa singkat sembari menggilas puntung rokoknya ke asbak.

"Anggotanya David tuh, dari yang lama sampe yang baru, nggak ada yang mihak David satupun. Secara fisik, mereka masuk Dark Shadow. Tapi secara komitmen, mereka mihak geng gue. Jadi kalo suatu saat gue minta mereka nyerang David, mereka bakal langsung nyerang."

"HAH?!" teriak semua anggota geng Black Rose hampir bersamaan.

Travis lagi-lagi tertawa. "Itu goals rencana kita selanjutnya. Belum terjadi tapi pasti akan terjadi."

"Oooohhhhhh."

Nggak tau kenapa anak Black Rose keliatan lega tau itu masih rencana. Soalnya kek WOW BANGET kalo beneran itu yang terjadi sekarang. Sehebat itu Travis bisa bikin semua anak Dark Shadow percaya sama dia ngelebihin David.

Walau masih rencana, anak Black Rose yakin kalo Travis bakal wujudin rencana itu. Tinggal tunggu perintah buat bantu Travis merealisasikan rencananyaĀ aja. Mereka nggak keberatan sih. Lagian mereka lebih setuju Travis yang megang arena. Soalnya sama Travis, mereka jadi lebih sejahtera.

Udah kaya pemilihan presiden aja ngomongin sejahtera.

"Jadi, apa yang kita lakuin sekarang, Bos?"

"Kalian, terutama mantan anak Dark Shadow, tetep kaya biasanya, pengaruhin temen-temen kalian yang masih di Dark Shadow buat mihak gue. Tapi bilang ke mereka, jangan out dari Dark Shadow. Tetep stay di sana biar David anggep anggotanya masih banyak, biar dia nggak rekrut anggota baru dari luar.

Kesepakatan gue sama David udah selesai. Jadi gue nggak bisa ngambil anggota dia dengan cara balapan. Sekarang kita serang dia dari dalem. Buat David mikir kalo anggotanya masih utuh, padahal sebagian besar dari mereka udah nggak mihak dia. Jadi saat gue udah berhasil jadi pemilik arena, kita langsung serang dia bareng-bareng, dari luar ataupun dari dalem."

Sraakk!!!

Semua pandang tertuju pada sumber suara.

"Ada yang nguping!"

Beberapa anggota Black Rose hendak mengejar namun ditahan Travis.

"Biar gue aja, sekalian gue mau balik."

***

Setelah berhasil keluar dari area markas Black Rose, Jelita berlari sekencang mungkin. Tubuhnya gemetar ditambah kakinya yang lemas. Pembicaraan di dalam masih terekam jelas di otaknya. Travis ... sejahat itu?

Suasana arena sangat sepi. Hanya menyisakan geng Black Rose beserta Jelita dengan ego yang bersikeras menemui Travis. Bukan Travis yang ia dapat melainkan sebuah fakta yang mengancam keselamatan kakaknya. Jadi ini maksud orang-orang tentang Travis yang memanfaatkan dirinya?

Jelita berlari tak tentu arah. Dia bahkan lupa di mana ia memarkir motornya. Rambut panjangnya menjuntai menutupi wajah. Tak terlihat apa-apa yang ada di depannya. Hingga tiba-tiba ia menubruk sesuatu, ah bukan sesuatu, tetapi seseorang. Dari bau tubuhnya, Jelita bisa menebak siapa orang itu.

Gadis itu mendongak. Bertemu pandang dengan Travis yang melempar tatapan tajam. Jelita hendak mundur tapi kedua tangannya langsung dicengkeram oleh Travis.

"Lo jahat, Vis! Lo jahat! Lepasin gue! Lepasin gue, Travis!" pekik Jelita seraya meronta-ronta. Namun Travis dengan segenap kekuatannya tak merasa kerepotan untuk tetap mencengkeram Jelita.

"I told you, jangan bego. Jangan temui gue. Kenapa nggak nurut, hm?"

Jelita menangis. Ia berhenti memberontak karena tenaganya habis. Travis lantas sedikit mengendurkan cengkramannya.

"Lo nggak bakal celakain abang gue kan, Vis? Lo nggak bakal ngelakuin itu, kan?" tuntut Jelita di tengah tangisnya.

"Tergantung sama lo."

Tangisan Jelita berhenti. Ia menatap Travis yang sudut kanan bibirnya tampak terangkat.

"Kalo lo ngasih tau abang lo semua yang lo denger tadi, gue bakal langsung nyerang abang lo saat itu juga. Tapi kalo ngga ya ... bisa nanti gue pikirin lagi."

Tanpa pikir panjang, Jelita langsung menggeleng tegas. "Nggak! Gue nggak bakal kasih tau abang gue, Vis! Gue janji!"

"Apa jaminannya?"

"Jaminannya ... mmm ... jaminannya...," tutur Jelita gagap. Ia tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan Travis. Jelita panik, air mata kembali mendesak keluar. Ia harus punya jawaban tapi otaknya tidak mau bekerja.

"Bingung? Mau gue bantu?"

Gadis itu mendongak karena perbedaan tingginya dengan Travis yang cukup jauh. Lelaki itu sudah melepas kedua tangannya. Travis tampak tersenyum ringan dan entah kenapa membuat jantung Jelita berdetak lebih cepat.

"Karena lo udah terlanjur tau rencana gue, gimana kalo lo ikut bantuin rencana gue biar terlaksana?"

Jelita melotot kaget. "Maksud lo, gue harus celakain abangā€”"

"Sshh, dengerin gue dulu, sayang."

Travis tiba-tiba meletakkan telunjuknya di bibir Jelita. Tak ayal, hal tersebut membuat wajah Jelita memerah. Apalagi panggilan yang terselip di bagian akhir kalimat Travis untuknya.

"Cukup bantu gue kumpulin data anggota geng Dark Shadow, dari nama sampai alamat rumahnya, bisa kan?"

Bibir Jelita terkatup rapat. Ia tak mampu menjawab, antara bingung atau karena wajah Travis yang terlalu dekat dengan wajahnya.

"Gue janji nggak bakal celakain abang lo kalo lo mau bantuin gue. Gimana? Bisa, kan, Cantik?"

Sepasang alis Jelita terangkat bersamaan. Wajahnya makin memerah. Tak sadar, kepalanya mengangguk dua kali.

"Good. Let me hug you for your gift."

Travis lantas menarik tubuh Jelita ke pelukannya. Menepuk-nepuk punggung dan mengelus rambut Jelita.

Jelita hanya bisa membeku. Namun perlahan mencair oleh kehangatan pelukan Travis yang lama ia idamkan. Jelita membalas pelukan tersebut dengan bahagia.

Gadis itu tak sadar, malam itu ia telah mendorong keluarganya ke tepi jurang kehancuran.

--

--