Be civil ; quick help

phoebeogiz
4 min readOct 5, 2022

--

Jordan melirik ke Rasya. Sedari tadi gadis itu memeriksa wajahnya yang baru saja berbenturan dengan dashboard mobil. Salah sendiri tak menggunakan sabuk pengaman. Salah pengguna jalan lain juga yang membuat Jordan harus menarik rem secara mendadak.

Ada sekitar 3 menitan Jordan beradu mulut dengan pengguna jalan tersebut, melempar umpatan kasar, sampai akhirnya dipisahkan oleh warga lain.

“Jangan lihatin doang, minta maaf kek,” kata Rasya sambil menutup cermin di mobil. Jordan langsung membuang muka.

Jam sudah menunjukkan pukul 21.00, langit semakin menggelap dan mereka masih berjarak 6 jam jauhnya dari tujuan mereka. Karena lelah, Jordan membelokkan mobilnya ke rest area terdekat dan keluar dari mobil. “Mau kemana??”

“Nyebat, lo disini aja ntar kena asepnya.”

How thoughtful he is. Setidaknya Jordan masih peduli akan hal ini.

Sepanjang perjalanan mood Jordan terus berubah-ubah. Satu detik ia akan mengomeli Rasya yang bernyanyi dengan keras, sedetik kemudian ia akan mengsarkasi Rasya dengan lelucon.

Sedikit sulit ditebak.

Rasya terus mengirimi pesan kepada Ken di grup tentang updatean terbaru situasinya saat ini. “Plis inimah Ken, lo kayanya harus ngirim tim investigasi deh, barusan Jordan ninggalin gue,” kirim.

“Iya entar gue kirim dah, fbi, cia, pemuda pancasila ikut semua,” balas Ken yang membuat Rasya tertawa.

Jendela diketuk, Jordan berada di pintu sisi penumpang dengan kacamata hitamnya yang ia keataskan. “Mau makan apa?” Tanya Jordan.

“Terserah.”

“Gudeg mauga?”

“Engga.”

“Terus apa?”

“Terseraah.”

“Pop mie?”

“Ga kenyang dong.”

“Mau apa kalau gitu?”

“Tersera–” Ucapannya berhenti saat wajah Jordan mulai terlihat kesal dengan jawaban Rasya. “KFC boleh tuh,” lanjutnya.

“Mau apa dari KFC? Jawab terserah lagi gue tinggalin lo disini.” Sambil mengomel kecil, Rasya membuka pintu. “Gue pesen sendiri aja.”

Berlari ke sisi mobil, Jordan mematikan mesin mobil dan mengikuti Rasya masuk ke KFC. Memang niatnya untuk makan malam ini sangat tinggi, Jordan menahan lapar sedari tadi karena kemacetan. Saking laparnya, Jordan memesan dua menu untuk dirinya sendiri.

“Sampe Malang jam berapa kira-kira?” Tanya Rasya sambil menunggu makanananya. Jordan memeriksa jamnya “Subuh paling.”

“Lo ngantuk ga?”

Jordan mendengus “Mau lo setirin?”

“Boleh boleh aja, biar lo tidur?”

“I would never trust you with my car.”

Rasya mendecih sambil mencibir. “You don’t trust me in anything,” berpikir Jordan tak mendengarnya.

Setelah makan, perjalanan mereka berlanjut. Karena malam makin larut, Rasya mulai tertidur di kursi penumpang, menggigil dibalik selimutnya yang menutupi setengah badannya. Dengan pelan-pelan, Jordan menyelimuti Rasya dan mengesampingkan arah angin AC agar tak membuatnya semakin dingin.

See? Jordan sebenarnya masih peduli. After all, Rasya adalah orang yang besar bersamanya, sulit bagi Jordan untuk mengabaikan orang sepenting itu.

Lalu apa yang membuatnya menahan-nahan? Kenapa Jordan rasanya seperti membuat jarak kepada Rasya? Tidak, lebih tepatnya kenapa Jordan seperti membencinya?

Jordan dari dulu memang tidak seterbuka Rio, tapi tidak setertutup Kennedy. Tingkahnya tak bisa ditebak, ada masa dimana Rasya sangat mengerti siapa Jordan dan esok hari ia tak akan mengenalnya sama sekali.

But it wasn’t a big deal back then. Rasya pikir memang sudah karakternya, tapi kenapa setahun belakangan ini Jordan menjadi lebih menyebalkan dari biasanya?

Jalanan yang tak mulus itu membangunkan Rasya dari tidurnya. Hampir membuat kepalanya terbentur. “Sorry, jalannya jelek,” kata Jordan yang wajahnya sudah terlihat lelah.

“It’s okay. Udah nyampe?”

Jordan berbelok, menunjukkan villa — yang disewa oleh Nathan untuk keluarganya tinggal selama acara wisudanya, terlihat.

Rasya sudah diberi tahu untuk langsung saja masuk ke dalam. Nathan tengah pergi bermain bersama teman-temanya di pagi buta ini sehingga pintu belum dikunci.

Sialnya ia malah bertemu dengan orang yang menjadi alasannya membawa Jordan kemari, Bernjamin, atau pendeknya Ben. Adalah kawan baik Nathan yang sangat mengganggunya. Objek pembicaraan Rasya dan Jordan di grup waktu kemarin.

“Rasya?”

“H-hey.” Sapanya canggung.

“Long time no see ya, semester berapa sekarang?”

“Semester 5, Kak.”

“Wih dah pinter aja, dulu perasaan masih SMA ya. Sama siapa kesini?”

“Sama temen, Kak.”

“Ohiyaiya. Besok gue mau keliling Batu, mau ikut ga? Gue minjem motornya Nathan nanti,” nah ini dia. Ajakan-ajakan Ben yang sungkan Rasya tolak. Pasalnya Ben tak salah apa-apa untuk Rasya tolak begitu saja, lagian ajakannya juga friendly. Oleh karena itu dulu ia suka menggunakan Ken atau Jordan sebagai tamengnya.

“Heh, tas lo. Jangan kek tuan putri lo ya. Bawa noh,” kata Jordan membahunya. Rasya pun bergegas mengambil barang bawaannya di bagasi mobil.

“Gimana besok bisa?” Masih saja Ben menanyai Rasya, padahal ia sedang sibuk menurunkan tas.

Jordan mendengus kesal. “Sya, masuk aja. Yang ini biar gue bawa. Ntar rusak lagi mobil gue.” Alasannya. Padahal sedang membantu Rasya kabur dari orang aneh ini.

“Eh bentar dulu dong, Rasya belom jawab pertanyaan gue.”

Rasya kembali ditahannya, dan Jordan harus mengakui betapa menyebalkannya Ben ini? Ia juga kesal dengan Rasya yang tak kunjung menolak ajakannya. Like what are you waiting for? Tinggal tolak.

Menghela nafas kasar, Jordan berkata, “Gabisa, besok Rasya pergi sama gue.”

Keduanya menoleh.

“Kemana?”

Jordan menatap Ben tajam. “Urusan lo gue mau pergi kemana sama Rasya emangnya?”

Kalau kalian pikir pikir lagi, ada tas yang beratnya berkilo-kilo di punggungnya, kakinya sakit menyetir seharian, matanya mengantuk. Sekali lagi Ben membuatnya kesal, berubahlah lahan parkiran ini menjadi ring tinju.

“Ya maksudnya gue ikutan juga gitu.”

“Ga,” tolaknya langsung. “Gue mau pacaran ngapain lo ikut?” lanjutnya secara spontan membuat Rasya dan Ben terkejut. Tidak, Rasya yang lebih terkejut. Jelas Jordan hanya bergimmick, tapi kenapa harus sejauh itu? Ia akan memperparah segalanya.

Dengan begitu Ben pun mulai melangkah mundur. “Oh the grumpy boyfriend on the spot i guess. Yaudah deh gapapa. Sampe ketemu lagi ya, Sya.”

Kepergian Ben meninggalkan gerutuan kesal dari Jordan. Rasya tak berani membuka suara selagi itu. Terlalu takut jika Jordan lebih galak dari biasanya.

“Tasnya taruh situ aja biar besok gue bongkar,” kata Rasya pelan. Saat Jordan akan memasuki kamar tempat dirinya beristirahat, Rasya memanggilnya lagi.

“Apaa?” Ujarnya dengan nada malas.

“Makasih.”

“Iya dah sana tidur.”

“Buat yang tadi juga, makasih.”

Jordan tak membalas dan langsung menutup pintu kamar. Ia tak mengatakannya tetapi Jordan jelas sedang marah.

--

--