#IsaKai: si Cantik.

yun ⛅️
10 min readMar 16, 2023

--

Dirinya sudah basah sedari tadi lantaran makian yang Isagi kirimkan lewat pesan singkat di ponsel pintarnya. Entah kali ke berapa ia telah sampai pada puncak nikmat padahal belum dijamah sama sekali hari ini. Kaiser masih bermain-main pada imaji semalam, tentang tangan Isagi yang kekar merengkuh kasar serta sibuk menumbuknya tanpa ampun. Lenguhan demi lenguhan keras keluar dari ranum merah mudanya sebab jari jemari yang lentik itu berhasil memuaskan dirinya sedikit setelah membayangkan sang tuan gagahi dirinya. Bekas permainan semalam pun belum pulih sepenuhnya. Jejak tangan Isagi yang menahan pinggang serta pergelangannya masih membekas indah dengan warna legam lembayung. Cantik.

Akan tetapi, ini masih kurang. Ia inginkan lebih banyak dari ini.

Panggilan masuk dari Isagi sempat hentikan kegiatannya. Dia membalasnya asal agar Isagi tahu apa yang tengah ia lakukan saat ini. Meracau dan penuhi ruang bercintanya dengan lelaki yang nyaris masuki umur berkepala empat itu melalui jeritan murahan miliknya. Entah sadar atau tidak, Kaiser kirimkan pesan suara tak beradab pada tuannya.

Mau dientot om Isa — shh.”

Mendengar permohonan cabul itu, tak sampai lima detik sosok di seberang sana kembali kirimkan rutukan pada Kaiser. Bukannya sedih karena dimaki, Kaiser malah ingin lagi dan lagi. Ia dapat membayangkan amukan Isagi kala terucap kalimat kotor dari dua belah bibir Kaiser yang manis itu, lalu ditutupnya paksa mulut pelacur ini hingga nyaris habis napasnya. Kaiser suka sekali jika diperlakukan seperti itu.

Ia masih bermain-main pada vaginanya. Terkadang mencubit klitorisnya hingga berikan rangsangan karena belum terpuaskan oleh permainannya sendiri. Ia butuh daging besar dan berurat masuki dirinya, hancurkan liangnya sedalam-dalamnya kenikmatan dunia.

Tak ada dentingan suara pesan masuk sejak setengah jam ini. Rasanya hampa karena butuhkan amarah Isagi lagi untuk tingkatkan nafsunya. Dilihatnya sekilas ponselnya untuk kembali membaca kalimat kasar yang Isagi lontarkan padanya. Membelalak kaget ketika ia sadari Isagi kirimkan jawaban ultimatum setengah jam yang lalu.

As you wish, my Queen.”

Isagi iyakan pesan jail darinya. Pesan yang dikirimkan tanpa berlandaskan moral apalagi akal sehat. Sempat Isagi bubuhkan pesan manis sebagai penanda ia tak main-main dengan ucapannya barusan. Kaiser sendiri bahkan tak sangka dapat mengetik pesan sebegitu lacurnya pada Isagi. Padahal sudah ada hitam di atas putih bahwa Kaiser tak akan ganggu Isagi jika sedang bekerja.

Bunyi gebrakan pintu apartemen sukses kejutkan dirinya yang berada di dalam kamar. Kaiser sibuk merapikan lingerie miliknya yang sempat ditanggalkan untuk merayu Isagi serta merta kasur berantakan sebab ulahnya sendiri.

“Di mana kamu, Perek?!” teriak Isagi dari luar. Kaiser bisa dengar begitu membuncahnya amarah yang tengah dilanda lelaki itu.

Belum sempat ia tutup tirai kamar yang terbuka lebar itu, ruangan tempatnya berlindung dibuka secara paksa. Isagi masuk dengan serampangan. Dasi dilepas asal, kemeja yang berikan kesan seksi pada dirinya dibuka tak sabar. Semua pikirannya tertuju pada sosok itu, wanita bayaran yang ditemui beberapa tahun lalu.

Michelle Kaiser. Sosok yang sore ini penuhi diri seorang Isagi Yoichi dengan amat tanpa tahu malu. Atensi dan konsentrasinya dirampas tanpa permisi. Otaknya tak lagi dipenuhi dengan angka serta surat perjanjian sialan di atas meja kerjanya, namun imaji tentang kaki jenjang Kaiser yang mulus, buah dada yang padat nan kenyal, bahkan vagina yang berkedut haus minta diisi oleh benih Isagi Yoichi, tuannya. Bahkan bayangkan itu saja sudah sukses buat gundukan besar pada celana kerjanya. Semua tentang Michelle Kaiser rasuki seorang Isagi Yoichi tanpa niatan untuk beranjak dari sana.

Lumatan tak sabar nan penuh nafsu menjadi agenda pada petang ini. Menjajah Kaiser yang sebelumnya duduk dengan manis di atas kasur menunggu hingga langsung masuk dalam kungkungan tangan besar milik tuannya. Kecapan lidah menggema hebat mengiringi permainan satu sama lain, tak ingin beri ruang bahkan pada pasokan udara. Sesekali si lacur pukul tuannya pelan lantaran minta dilepas, tak sanggup mengimbangi.

“Om — nghh!”

Masih ia ingat dengan jelas sepagian tadi suara mesin pencukur di kamar mandi mampu membangunkannya dalam tidur. Isagi tengah pangkas janggutnya yang mulai mengganggu. Semalam Kaiser layangkan protes pada Isagi sebab rambut-rambut halus pada dagunya itu kerap berikan sensasi geli pada tiap inci tubuhnya ketika Isagi menjamah dirinya. Tanpa Kaiser ketahui, rupanya Isagi turuti apa katanya lantaran pelacur itu sempat mengancam untuk tak puaskan Isagi dalam kurun waktu lima hari ke depan. Isagi pun mengambil langkah aman.

Hingga kini, sensasi berbeda kembali dirasakan. Begitu bangga ia bisa bercinta, bercinta, bercinta dengan sosok Isagi Yoichi karena selalu berikan lebih hingga tak kenal kata bosan. Dagu Kaiser yang ditarik Isagi berulang acapkali bersentuhan dengan janggut yang baru dicukur. Ada rasa tajam yang menusuk kulit halusnya juga nikmat tiap memperdalam pagutan yang diberi. Nyaris sepersekian detik ia lupa butuhkan pasokan udara sebab Isagi begitu handal dalam mempermainkan lidahnya dalam rongga mulut Kaiser.

Angan-angannya tentang Isagi makin menjadi nyata. Malam-malam sebelumnya menjadi kisah yang terulang kembali, penuhi memori amoralnya tentang lelaki paruh baya di depannya ini. Bukan lagi bayang-bayang yang ingin diraih, tapi pelukan cinta yang dijadikan sandaran kala sama-sama kumandangkan nama lawan mainnya sebagai bentuk nafsu yang terpenuhi.

“Lepa — nghh…” kembali Kaiser pukul tuannya pelan, tenaganya nyaris habis sebab tak kunjung diberikan apa yang ia pinta.

Bukan seorang tuan, jika patuhi sang pelacur. Tangannya yang semula diam kini mulai menjamah tiap lekuk tubuh indah milik Kaiser. Dirasakan begitu halus, cantik, dan terawat badan sang puan ini. Badan yang hanya boleh dirasakan dan dilacuri oleh dirinya seorang. Tanpa melepas pagutan panas keduanya, makin didorongnya Kaiser hingga sukses terimpit oleh badan besar nan kekar Pemiliknya, Isagi Yoichi. Kaiser dapat rasakan tonjolan besar menusuk-nusuk bagian perutnya — ingin segera dihangatkan dalam lubang nikmat milik seseorang di bawahnya, Kaiser.

Sibuk sekali Isagi Yoichi gencet badannya pada sosok mungil di bawah sana. Gemar gesekan kemaluannya pada perut mulus milik si cantik. Geraman rendah terdengar dalam tiap lumatannya sebab gusar oleh kain satin yang mengganggu aktivitasnya. Payudara yang luar biasa indah milik Kaiser pun juga absen lantaran dipasang kembali oleh pemiliknya. Padahal Isagi bisa ingat dengan jelas bagaimana lacurnya Michelle — panggilan kesayangan Isagi pada Kaiser berikan ia beberapa gambar bugil bersamaan dengan kalimat kotor dan penuh rayuan untuk dirinya.

Isagi melepas pagutan bibirnya yang sukses buat sang lawan berantakan bukan main. Sosoknya beralih pada gunung kembar milik Michelle yang masih malu untuk tunjukkan diri. Tertarik ingin rasakan sensasi kenyal yang nanti akan diberi kala remas bongkahan daging elok itu. Tangannya yang lebar dan kasar itu dengan handal lucuti semua kain yang semula menempel pada badan pelacur ini. Lalu, menatap puas dan bangga lantaran sosok di bawahnya tak lagi dihalangi oleh sehelai benang pun. Minta dijamahi lagi dan lagi.

What a beautiful toy,” puji Isagi pada Michelle yang tengah telanjang bulat. Ia merona mendengar suara berat nan kacau itu memuji dirinya yang murahan ini. Dia bisa rasakan bagian bawah tubuhnya makin basah, nyaris menetes hingga paha hanya karena mendengar ucapan sang tuan.

Tanpa sempat merespon, Isagi langsung meraup kasar gundukan itu. Melahap tanpa ampun hingga sisakan bercak merah dan bekas gigitan pada kulit mulus Michelle. Makin meracau ia ketika Isagi gigit putingnya yang berwarna merah muda itu. Berikan sensasi geli juga nikmat ketika lidah Isagi yang begitu lihai puaskan dirinya yang kini tengah berada di bawah kuasanya.

Lidah Isagi mulai turun pada perut rata Michelle. Deru napas kasar milik sosok di atasnya berikan efek gelitik. Belum lagi janggut halus yang belum seratus persen hilang dari dagunya. Makin tampan dalam bayangnya sosok Isagi yang begitu membutuhkan kehadiran Michelle untuk puaskan birahinya. Ia hirup dalam-dalam aroma tubuh lacurnya ini, aroma yang selalu berikan kenyamanan untuk Isagi. Tempat dia selalu ingin kembali dalam rengkuhan si kecil sebab hanya ia tempat untuk pulang. Kecupan manis bertubi-tubi juga dibubuhkan seiring dengan permainan lidah pada pusar cantik milik si lacur. Jangan lupakan tangannya yang masih setia pada payudara Kaiser yang sekal, sesekali remas kasar serta memilin puting yang sudah mengeras. Makin puas Michelle ketika segala titik dipuaskan Isagi, kecuali bibir bawahnya.

“Om Isa… entot aku, please…” racau Michelle dalam nikmatnya. Kakinya mengurung kepala Isagi hingga makin dalam kecupannya pada perut milik Michelle. Sesekali dada bidang milik tuannya bersinggungan di hadapan kemaluannya, bergesek tanpa sengaja hingga timbulkan lenguhan cantik dari bibir mungil Michelle.

Kembali pada tuan yang enggan kabulkan apa mau budaknya. Bukan diaminkan, malah ditarik putingnya tanpa ampun. Lacur katanya, LACUR. Terkejut bukan main ketika rasa perih mengambil alih nikmatnya. Nyaris membuat ia mengeluh kalau saja Isagi tidak merendahkannya lagi.

“Berisik. Lacur gak usah banyak mau,” ujar Isagi sambil berpindah posisi, meniban sosok yang lebih kecil di bawahnya usai puas gerayangi tiap senti tubuh Michelle. Di sana, Michelle rasakan sesak sebab beban yang ditanggung begitu besar. Isagi Yoichi bukan sosok kecil seperti yang kamu bayangkan. Tapi, bukan pelacur namanya jika tak nikmati keadaan ini. Jangan salah, justru wanita ini paling suka ketika tiap bagian tubuh Isagi yang besar ini lacuri dirinya. Bermain-main pada tubuh kecilnya ini. Dominasi dirinya hingga tak bisa berbuat apa-apa, berhasil kuasai secara penuh atas dirinya.

“Isap,” titah sang tuan setelah lucuti celana penuh sesaknya sendiri, terlampau tak tahan lihat lacurnya begitu berantakan di hadapannya. “Jangan kena gigi. Coba kamu sentuh sedikit aja, habis kamu, Chel,” lanjutnya mengingatkan pada sosok di bawahnya yang kini tengah dihidangkan sebuah penis tegang nan besar. Matanya berbinar penuh nafsu, bak bukan disuguhi penis, namun emas berlian. Michelle bisa lihat dengan jelas bagaimana urat kemaluan Isagi bergerak ke sana ke mari sebab birahi tak tertahankan.

Michelle menurut, dikulumnya pelan-pelan daging besar ini. Menjilat penuh nafsu bak tak akan dapatkan lagi penis keras milik Isagi di esok hari. Ia mainkan lidahnya pada kepala yang sedikit demi sedikit keluarkan cairan precum, bersihkan dengan penuh namun tetap keluar seiring dengan permainan yang Michelle beri. Makin nikmat ia rasakan ketika Isagi sendiri bergerak maju dan mundur. Tak jarang tersedak sebab kepalanya menyentuh tenggorokannya tanpa ampun. Gerakan makin cepat, pasokan udara yang Michelle miliki makin sedikit lantaran bukannya tenang malah makin besar daging yang dikulum di mulutnya sedari tadi.

“Om Isa — mhh” panggilan Michelle pada Isagi tak terdengar lantaran derit tempat tidur juga menghiasi sore itu. Geram serta desah rendah Isagi menggaung penuhi kamar yang mulai pancarkan semburat oranye dari jendela transparan yang bahkan tak sempat ditutup. Tidak khawatir kalau-kalau ada seseorang yang menonton mereka berbuat tak senonoh. Sosok di bawahnya minta dipuaskan bagian dari dirinya yang lain sebab sudah Isagi anggurkan sejak Michelle memilih untuk kulum penis Isagi.

Tak menjawab, Michelle mulai sentuh dirinya pada tangan yang bebas. Memberikan nikmat pada permainannya sendiri yang tak diacuhkan oleh tuannya. Memuji dalam diam begitu indah tiap inci tubuhnya yang sukses buat Isagi selalu puas akan permainan yang ia beri. Lenguhan manis miliknya mulai terdengar semakin nafsu, minta lebih dari sekedar dijamah, tapi ingin dipenuhi.

Sibuk dengan permainan pada bagian bawahnya, tiba-tiba Michelle dikejutkan oleh Isagi. “Aakh!” tanpa aba-aba ia dorong penisnya pada tenggorokan Michelle. Rasakan bahwa lubang tenggorokan itu berikan kesan hangat pada dirinya. Namun berbeda dengan Isagi, bukannya nikmat, malah sakit yang Michelle rasakan. Ia lepaskan kulumannya dan mulai terbatuk-batuk.

Isagi berdecih pelan melihat Michelle sibuk pegang lehernya. “Gak ada yang suruh kamu main sendiri ‘kan? Emang dasarnya lacur sih, gak sabaran,” ujar Isagi sambil menarik rambut Michelle kasar. Kembali diimpitnya Michelle yang sebelumnya terduduk. Ditidurkannya pelacur itu tanpa sayang, sedang tangannya kembali hadir untuk menghiasi leher si cantik dengan cekikan.

“Heh, Lacur. Kamu tuh punya aku. Kamu aja gak bisa beli diri kamu sendiri, tapi mau main kuasa. Cuma aku yang berhak atas kamu. Paham?” ujar Isagi sambil mengeratkan tangannya pada leher Michelle. Yang dicekik mengangguk pelan, memukul tangan Isagi minta dilepaskan genggamannya.

Sedikit iba, tuannya pun melepas tangannya dari leher si cantik. Bukannya turun birahinya, malah semakin naik usai lihat bekas tangan yang menjejak pada leher Michelle. Berikan kesan menggiurkan pada dirinya.

Ah shit.

Isagi yang tengah kacau kembali rasakan penisnya berkedut sebab tingkahnya sendiri. Ia ingin masuki Michelle saat ini juga. Betapa indah pelacur di bawahnya ini sebab bekas tangan yang tak sengaja terbentuk alami. Belum lagi wajahnya yang sempat membiru kini kembali merona manis mencoba kembalikan aliran darah yang sempat tersendat sebelumnya.

Dijambak rambut Michelle yang halus tanpa permisi, “Nungging sana. Mau dientot ‘kan?” bisik tuannya pada telinga si lacur. Michelle menurut tanpa perlawanan, terlampau basah sudah dirinya sebab permainan Isagi sedari tadi tapi tak kunjung berikan kepuasan yang ia cari. Dirinya pasrah meski Isagi tak berikan cinta pada vaginanya, tak pula ia berikan sapaan pada klitorisnya yang sudah berkedut ingin dijamahi lidahnya yang hangat, ingin diobok kasar oleh jari jemari besar milik Isagi.

Dalam posisinya, Michelle bisa dengar Isagi kocok penisnya cepat. Lenguhan berat yang ia dengar sukses buatnya berkedut makin ingin dimasuki, ingin dipenuhi, ingin dilacuri Isagi tanpa henti. Kaca jendela di luar mulai tunjukkan mentari yang mulai tertidur sebab datangnya malam. Harus menunggu berapa lama lagi sampai penis besar dan berurat itu masuki dirinya?

“Om Isa, kondomnya…” ujar Michelle mengingatkan kala dirasakan bibir vaginanya mulai menyentuh kepala penis milik Isagi tanpa balutan pengaman apapun.

Isagi menyeringai. “Ngomong apa sih? Aku mau hamilin kamu, Chel,” balasnya sambil menghentak penisnya dalam sekali masuk.

“Om!”

Badan Michelle mengejut nyaris berdiri. Isagi yang kini bersimpuh, menahan badan si lacur agar tak makin jauh.

“Sshhh! Diem, sayang. Berisik,” ujar Isagi sambil mulai bergerak. Mencari tempat yang nyaman pada vagina milik Michelle. Dipeluknya pelacur itu dari belakang, diberikan kecupan manis pada tiap pundak kecil dan halus itu. Ia isap dan gigit pundak Michelle ketika aroma tubuhnya menguar wangi berikan sensasi nyaman kembali bagi Isagi.

Michelle bisa rasakan penis berurat itu masuki dirinya, mencari titik dimana ia bisa tinggalkan benih dalam liang budaknya. Sesekali melenguh sebab Isagi tengah temukan namun tak diindahkannya titik itu. Tangan tuannya tak pula ingin absen, gemar sekali pada payudara sekal milik Michelle yang sudah entah bagaimana bentuknya. Segala tanda kepemilikan telah menghiasi tubuh pelacur ini. Namanya pelacur, tapi hanya satu tuannya, Isagi Yoichi.

Dihentakkannya berkali-kali usai ditemukan titik nikmat Michelle. Pekikan yang dijeritkan lacurnya ini menjadi penanda. Bagai candu bagi Isagi hingga digempurnya berkali-kali agar kembali didengar lantunan lenguh indah milik si cantik. Desah nikmat yang bertubi itu berubah menjadi kecapan lidah sang tuan dengan budaknya. Berikan melodi indah hingga dapat berikan kesan bagi siapapun yang mendengarnya percaya bahwa keduanya tengah bercinta, bukan bersenggama untuk sekedar puaskan birahi masing-masing.

“Mau kelua— “ racau Michelle dalam nikmat yang diberikan oleh Isagi berulang kali. Tangannya menarik tuannya untuk berikan pagutan lebih agar tak dapat rasakan sakit yang menjalar, dengan tidak sopan pula mengusak rambut tuannya untuk salurkan nikmat yang dipendam.

“Sebentar,” balas Isagi menahan puncak Michelle. Begitu nikmat liang sosok di bawahnya yang begitu ketat dan hangat. Bisa ia pastikan budaknya ini jaga betul vaginanya untuk tuannya. Belum lagi pijatan serta kedutan berulang buat penisnya semakin dimanja di dalam sana. Vagina Michelle mengisap dengan kencang karena mendapatkan apa yang dibutuhkan sedari tadi. Makin kencang gerakan Isagi kala dirasakan kedutan makin menjadi sebab mengejar pelepasan yang tengah di ujung. Gerakan Michelle yang membantu Isagi makin dirasakan mengimpit penisnya. Ketahui letak nikmatnya untuk puaskan Isagi, tak ingin kecewakan sang tuan. Decak suara kulit saling bertabrakan penuhi ruang tidur yang sudah berbalut cahaya malam.

AH!” pekik suara si cantik menggema di telinga Isagi yang juga telah sampai pada pelepasannya. Penuhi rahim Michelle dengan benihnya, menghangatkan serta memenuhinya. Dapat Michelle rasakan sperma Isagi mengucur di kedua belah paha miliknya sebab tumpah ruah. Keduanya mencapai putihnya, Michelle dalam hitungan detik sudah lemas bukan main jika saja badannya tak ditangkap sigap oleh sosok di belakangnya.

I love you, Chel,” bisik sang tuan pada budaknya.

--

--

yun ⛅️

they were in a flush of youth and in love that felt like a dream, like a sparkling soda pop.