Kindness

@disneyaries

disneyaries
7 min readAug 11, 2022

--

“Masih jam setengah dua, mau kemana sih? Buru-buru amat.” Salma mendongak melihat temannya itu yang sudah berdiri bersiap meninggalkannya.

“Ada acara, udah beres juga kan tuh?” Jawabnya.

“Udah sih, tapi santai aja kali masih siang gini.” Kata Salma membujuk.

Sorry gak bisa, Sal. Next time deh ya.” Kata Gretta tidak tergiur oleh bujukan Salma.

“Ya udah deh.” Salma pasrah.

“Gue duluan ya, gojeknya udah deket. Bye!”

Take care, Gret.”

Setelah keluar dari cafe, gadis itu mengecek ponselnya melihat aplikasi ojek online itu.

Tak lama kemudian, sebuah motor Honda Genio berwarna hitam datang ke arahnya.

“Dengan Mbak Gretta?” Tanya abang ojol itu sopan.

“Betul, mas.”

Gretta menerima helm yang diberi oleh abang ojol.

“Ke daerah Menteng ya, mbak?”

“Iya.” Setelah itu Gretta bersama abang ojol meninggalkan kawasan cafe menuju daerah Menteng.

“Mas, berhenti bentar di warung nasi depan ya.” Kata Gretta menepuk pelan pundak abang ojol.

“Siap mbak.”

Setelah beberapa menit lamanya, Gretta keluar dari warung nasi dengan dua kantong kresek beukuran besar berisi beberapa box makanan di dalamnya. Abang ojol yang melihat itu pun langsung menghampiri Gretta.

“Biar saya bantu, mbak.”

“Makasih, mas.”

“Mas, nanti di jalan bantuin saya bagiin ini boleh, kan?” Pinta Gretta pada abang ojol itu.

“Boleh, mbak.”

Saat melihat seorang anak yang usianya sekitar sepuluh tahun di pinggir jalan, Gretta menyuruh abang ojol menghentikan motornya.

“Halo, ganteng. Ini kamu jualan apa?” Gretta menghampiri anak itu lalu berjongkok menyamakan tingginya dengan anak kecil yang berjualan itu.

“Es yogurt, kak. Kakak mau beli?” Anak itu terlihat senang saat Gretta menghampiri dan menyapanya.

“Boleh, ada rasa apa aja?”

“Banyak, kak. Ada stroberi, coklat, jeruk, sama melon. Kakak mau rasa apa?” Jawab anak itu melihat es yogurt yang ada di dalam termos es.

Gretta tersenyum hangat, “kamu jualan es ini udah berapa lama?”

“Mungkin sekitar dua tahun kak.”

“Kamu sekolah?”

Anak itu mengangguk, “sekolah kak.”

“Aku di sekolah juga jualan es, pulangnya aku keliling jualin lagi es.” Kata anak itu lagi.

“Mama kamu kemana?”

“Ada, kak. Mama aku di rumah sambil jagain adik aku yang masih kecil."”

“Ayah kamu?”

“Udah meninggal.”

Gretta yang mendengar pun merasa tak enak hati, “maaf ya.”

“Gapapa kak.”

“Mama kamu kerja juga?”

“Iya kak, mama aku kerjanya bantuin tetangga-tetangga kalau mereka lagi butuh orang buat nyuciin piring atau nyuci baju.”

Gretta mengangguk-anggukan kepalanya dengan senyuman yang tak pudar dari wajah cantik gadis itu.

“Jadi kamu jualan buat bantuin mama, ya?”

“Iya kak, kasian mama aku harus ngurus aku sama adek. Ayah juga udah gak ada, jadi gak ada yang bisa bantu kerja. Jadi aku pengen jadi pengganti ayah buat ringanin beban mama.” Kata anak itu lagi.

Gretta yang mendengarnya merasa tersentuh, anak sekecil ini bisa berkata dan memiliki pemikiran mulia seperti ini. Ia tak dapat lagi membendung air matanya. Gretta mengusap pipinya, air matanya lolos.

“Sekarang kamu kelas berapa?”

“Kelas empat.”

“Hebat banget kelas empat udah bisa bantuin mama.”

Anak itu tersenyum mendengar pujian dari Gretta.

“Yaudah aku mau borong semua es yogurt-nya, aku harus bayar berapa nih?” Kata Gretta masih dengan senyuman yang teukir.

“Kakak serius?” Tanya anak itu dengan mata yang berbinar, tidak menyangka dagangannya akan diborong seperti ini.

“Serius dong.” Jawabnya.

Anak itu menghitung semua es yang ada di dalam termos untuk menentukan harga yang harus dibayar seorang kakak cantik yang baik hati ini.

“Es nya ada dua puluh lima, kak. Harga es nya seribuan, jadi kakak bayar dua puluh lima ribu. Eh tapi karena kakak mau borong semua, aku kasih diskon deh kakak bayarnya dua puluh ribu aja.”

Gretta tersenyum, “jangan dong nanti kamu rugi.”

“Nih, aku beli semuanya ya.” Gretta menyodorkan tiga lembar uang berwarna merah pada anak itu.

Anak berusia sepuluh tahun itu terlihat shock, “itu kebanyakan kak.”

Anak itu tidak kunjung menerima uang pemberian Gretta.

“Gapapa, ambil aja.” Ucap Gretta tersenyum.

“Kamu pasti kaget, ya? Kamu tau gak kenapa kamu bisa dapet uang ini?”

Anak itu menggelengkan kepalanya polos.

“Karena kamu anak baik, hati kamu dipenuhi kebaikan. Makanya Tuhan ngasih kamu rezeki dan aku perantaranya.” Kata Gretta lagi, meyakinkan anak itu.

“Beneran gapapa, kak?” Tanya anak itu, ternyata masih ragu.

“Gapapa dong.”

Anak itu pun akhirnya menerima uang pemberian Gretta. Ia terlihat masih tidak menyangka akan mendapat uang dari seorang kakak yang tidak ia kenali.

“Makasih banyak ya, kak. Semoga rezeki kakak makin banyak biar bisa bantu orang kayak aku.”

Gretta tersenyum mengusap puncak kepala anak itu lembut, “sama-sama.”

“Belajar yang rajin, ya. Jangan cape buat bantuin mama.” Pepatah Gretta pada anak itu.

Anak itu mengangguk tersenyum lucu.

“Rumah kamu dimana?”

“Di sebelah sana, kak.” Anak itu menunjukkan arah rumahnya.

“Jauh?”

“Enggak, deket kok.”

“Aku anterin kamu pulang, ya.” Kata Gretta menawarkan diri. Ia merasa khawatir pada anak itu, terlebih sedang membawa uang yang jumlahnya tidak sedikit.

“Tapi rumah aku jelek, kak.” Anak itu terlihat minder.

“Husss... bicaranya jangan gitu ganteng.”

Let’s go kita ke rumah kamu.” Kata Gretta semangat.

“Mas, ikutin kita ya!” Ucap Gretta setengah berteriak pada abang ojol yang sedari tadi menunggunya.

“Gak mau pake motor aja anterin adeknya, mbak?” Kata abang ojol menawarkan.

“Gapapa deh, mas. Kita jalan aja.”

Abang ojol pun mengikuti mereka dengan motornya, ia mengendarai motor dengan lambat. Abang ojol memperhatikan interaksi gadis cantik bersama anak kecil itu, pemandangan yang jarang ia lihat.

Abang ojol itu pun menunggu gadis itu di luar gang, karena rumah anak itu berada di gang yang sempit.

Saat sudah berada di depan rumah anak itu, Gretta melihat keadaan rumahnya yang terbilang tidak layak untuk dihuni. Ia menahan air matanya untuk yang kesekian kali.

“Ini rumah aku, kak. Kakak mau masuk dulu?”

“Gak usah, aku langsung pulang aja ya.”

“Mama aku kayaknya lagi kerja, kak. Maaf ya kakak gak bisa ketemu mama.”

“Gapapa, eh nama kamu siapa? Aku sampe kelupaan nanya.”

“Adit, kak. Kalo kakak?”

“Nama aku Gretta.” Gretta menjulurkan tangannya untuk berkenalan dengan adik itu, padahal mereka sejak tadi sudah akrab. Kenalannya baru sekarang.

“Nama kakak bagus.”

“Makasih, Adit.”

Hampir lupa lagi, Gretta untung mengingatnya. Gretta menyodorkan tiga box nasi yang tadi ia beli pada Adit.

“Dimakan ya.” Kata Gretta.

Mata anak kecil itu berkaca-kaca, mungkin masih tidak menyangka.

“Kakak, ini banyak banget.”

“Gapapa, Adit. Makan ya bareng mama sama adik kamu.”

Adit mengangguk dengan mata yang masih berkaca-kaca. Anak itu tidak tahu harus berkata apalagi. Ia sangat berterimakasih pada Tuhan karena telah mempertemukannya dengan kakak cantik yang hatinya juga cantik.

“Aku pamit pulang, ya. Salam buat mama kamu.” Gretta pamit pada Adit.

“Makasih banyak ya, kak Gretta. Hati-hati.” Adit melambaikan tangannya pada Gretta.

Beberapa menit berlalu, kini Gretta sampai di depan tempat yang beberapa bulan ke belakang ini ia rutin mengunjunginya.

“Makasih ya, mas.” Gretta melepas helmnya.

Gretta melihat kotak nasi yang tersisa tiga buah.

“Mas, ini ada sisa buat mas aja ya buat di rumah.” Gretta menyodorkan kantong kresek yang berisikan kotak nasi itu.

“Alhamdulillah... makasih banyak ya, mbak.”

Gretta mengangguk tersenyum, lalu ia mulai memasuki pekarangan tempat itu.

“Halo... lagi pada ngapain nih?” Sapa Gretta saat melihat beberapa anak kecil disana sedang asyik bermain.

“KAK ICA!!!” Pekik mereka, berhamburan menghampiri Gretta dan memeluk gadis itu.

Gretta pun tertawa senang saat mendapat sambutan seperti ini.

“Kakak, kita sekarang jadi nonton frozen, kan?’ Tanya seorang gadis kecil yang rambutnya dikepang.

“Ih, hari ini kan kita nonton toy story.” Balas teman sebayanya yang seorang cowok.

“Eits... kalo ribut nontonnya gak jadi.” Kata Gretta melerai mereka.

“KAK ICA!!! MAU NONTON!” Kompak anak-anak kecil itu, memohon pada Gretta.

Saat Gretta akan menjawabnya, datang seorang ibu paruh baya. Usianya sekitar 40 tahun.

“Eh, ada Mbak Gretta rupanya... pantesan kok kedengeran rame-rame dari luar.” Bu Rahma — pemilik panti asuhan Mutiara Kasih itu menyapa seorang gadis yang akhir-akhir ini rutin mendatanginya.

Gretta menyalami Bu Rahma sopan, “ibu apa kabar?”

“Alhamdulillah baik, ayo masuk!” Bu Rahma mengajak Gretta dan anak-anak panti memasuki rumah.

“Aku punya es yogurt, siapa yang mau?” Tanya Gretta saat sudah memasuki rumah.

“AKUUU!!!” Jawab anak-anak itu serentak.

“Nih, jangan rebutan ya!”

Anak-anak itu pun mengambil es yogurt yang ada di dalam kantong kresek. Mata mereka berbinar.

“Bilang apa sama Kak Ica?” Kata Bu Rahma mengingatkan anak-anak itu.

“Makasih Kak Ica.” Jawab mereka lagi.

Gretta tersenyum sebagai balasan.

“Siapa yang mau makan mekdi?” Tanya gadis itu pada anak-anak panti.

“AKU MAU!!!”

“Syaratnya, jawab dulu pertanyaan aku. Kalau bener nanti aku kasih mekdi.”

Anak-anak itu pun mengangguk semangat.

“Apa nama ibukota negara Malaysia?” Gretta memberi mereka pertanyaan.

“JAKARTA!”

“BANDUNG!”

“NGANJUK!”

“KUALA LUMPUR!!!”

Terdengar jawaban dari mereka yang berbeda-beda, Gretta pun tertawa.

“Vano, kok Jakarta? Jakarta kan ibukota dari Indonesia.” Kata Gretta memberi penjelasan, dengan tawa yang belum usai.

“Gita sama Putri, kok jawabnya Bandung sama Nganjuk? Itu kan adanya di Indonesia.”

“Reyhan, kamu tau dari mana ibukota Malaysia itu Kuala Lumpur?”

“Aku kan sering nonton Upin Ipin, kak.” Jawab anak yang berusia sembilan tahun itu, polos.

Gretta pun tertawa lagi mendengarnya.

“Reyhan, jawaban kamu betul. Eh tapi jangan sedih, semuanya dapet mekdi kok.”

“YEAYYY…” Sorak anak-anak itu bahagia.

Setelahnya, Gretta memesan beberapa ayam mekdi untuk anak-anak itu melalui delivery order.

“Mbak Gretta, jangan repot-repot.” Kata Bu Rahma yang baru saja datang dari dapur, membuatkan segelas teh manis untuk Gretta.

“Gak repot kok, bu.” Balas Gretta.

“Silahkan diminum teh-nya, mbak.”

“Iya, makasih bu.”

Gretta sudah berada di dalam taksi menuju pulang ke kosan tercintanya. Hari ini ia merasa senang, banyak pelajaran yang dapat ia ambil dari kejadian hari ini.

Sampai ia tak menyadari jika sejak tadi ada seseorang yang mengikutinya.

--

--