Duduk

Lunar
2 min readAug 15, 2024

--

Kembali mengawali hari dengan bau obat-obatan rumah sakit, kembali lagi seperti 10 tahun yang lalu. Jujur, saking biasanya dengan rumah sakit aku jadi suka baunya, bau zat kimia dari obat-obatan, bau infus, dan ruangan yang penuh dengan bau karbol. Aku menyebutnya, bau Higienis.

Rasanya seperti flashback melihat pasien-pasien disini. Beberapa kali kesini aku mencoba ngobrol dengan salah satu Ibu dari pasien anak-anak, lalu berpikir, mungkin ini yang dulu Ibuku rasakan hahaha. Lalu kami saling bercerita, menceritakan kenapa Ibu dan anaknya-yang namanya Arvan, bisa ada disini, dan kenapa aku bisa sampai ikut-ikutan duduk menunggu antrean disampingnya.

Celebral Palsy, katanya. Berat badannya yang dibawah rata-rata, imunnya yang lemah, dan suka menggigit bibirnya sampai luka saat sedang marah. Umurnya baru satu tahun, memperhatikanku dengan sangat amat baik saat kuajak ngobrol dan bercanda.

“Anak hebat, semoga cepat sembuh ya adik,” batinku. Diumurnya yang begitu muda, harus sudah menanggung penyakit yang begitu berat. Kami mengobrol banyak selagi menunggu panggilan untuk masuk ke Poliklinik, dan kaget ternyata kita berasal dari kota yang sama, lucu ya bertemunya malah ditempat yang jauh dari rumah seperti ini.

Hhaahh… sejujurnya lagi, aku sangat benci dengan perasaan bersyukur karena nasibku lebih baik dan tidak seperti orang-orang kebanyakan, kenapa aku harus bersyukur dari apa yang mereka alami, bukankah itu artinya aku bersyukur kalau nasib mereka tidak lebih baik dari pada diriku? Bukankah seharusnya aku bersyukur dari apa yang aku punya?

--

--

Lunar

Kumpulan monolog, karena aku jarang berdialog. Aku akan menghilang suatu hari nanti, jadi kuharap isi kepala serta tulisanku abadi disini.