Capung

hurroc
2 min readSep 15, 2023

--

Dua atau tiga tahun silam, masih banyak capung yang berseliweran di depan rumahku. Bukan cuma si kakak yang terlihat girang. Aku pun ikut senang karena itu tandanya kualitas udara di sekitar rumahku masih bagus.

Seiring berjalannya waktu, perlahan capung-capung itu pergi. Tak pernah lagi kulihat ada capung hinggap di rerumputan di sekitar rumahku.

Proyek pembangunan kluster baru agaknya mengusik kedamaian mereka. Debu proyek yang beterbangan dan suara bising agaknya menjadi alasan kepergian mereka.

Belakangan ini harapan untuk melihat mereka datang berkunjung lagi sepertinya makin tipis. Udara tak lagi segar seperti dulu. Bahkan, rongga hidungku kadang terasa perih setelah mengantar atau menjemput putri tersayang.

Semakin banyaknya wisatawan yang datang ke kota ini, ternyata juga menyumbangkan polusi yang tak sedikit. Belum lagi polusi yang diciptakan warga yang mulai putus asa. Putus asa karena sampah mulai menggunung.

Tak bisa disalahkan juga. Tak ada cara memusnahkan sampah anorganik selain dibakar. Bila hampir semua lingkungan membakar sampah, bisa dibayangkan akibatnya.

Grafik yang disajikan aplikasi nafas malah menambah sesak dada. Terlihat skor AQI menunjukkan angka yang mendekati angka 100. Sudah keluar dari kategori bagus. Bahkan hampir masuk kategori waspada bagi penderita gangguan pernapasan. Pun, skor PM2 sudah mendekati zona waspada.😯

Angka ini kurang lebih sama dengan jalur padat kendaraan di kota Malang yang memang penuh polusi. Padahal, sensor aplikasi nafas terdeteksi berada di area yang tak terlalu padat di Kota Batu. Bayangkan di area pusat kotanya.

Menariknya, data per jam yang ditampilkan aplikasi nafas menunjukkan bahwa tingginya polusi berada di kisaran pukul tujuh malam hingga pukul tujuh pagi. Jadi pastinya bukan karena asap knalpot.

Di saat seperti ini, tak yang lebih kurindukan daripada para capung yang dulu biasa singgah ke teras rumahku. Kemana mereka, ya? 😞

#hurroc

--

--