Hyunkibe
4 min readDec 19, 2022

Pangeran Api [Part 2]

Sang Pangeran Api

Setelah berlatih cukup lama, mengendalikan kekuatannya yang bisa dibilang bisa membunuh dirinya sendiri akhirnya selesai. Sudah tidak bisa di hitung berapa banyak luka bakar di tubuhnya. Sudah tidak bisa di hitung juga berapa kali ia hampir kehilangan nyawanya.

Sampai pada akhirnya ia berhasil mengendalikan kekuatannya, walau jari jari tangannya harus menghitam akibat api dalam tubuhnya sendiri. Padahal kata ibunya, didalam dirinya ada sedikit kekuatan air. Tapi mingi tidak merasakannya sama sekali. Hanya ada Api dan tidak ada yang lain.

Sudah menjadi rutinitas baginya menikmati matahari terbenam di balkon kamarnya. Langit dengan warna kuning keemasan itu begitu cantik dan menenangkan. Matahari terus menurun hingga akhirnya gelap malam datang. Tidak ada bulan ataupun bintang, semakin lama ia diluar suasana semakin mencekam seakan kegelapan malam itu merengkuhnya dan banyak mata tertuju pada dirinya.

Semilir angin pun tidak berhembus. Mingi waspada dengan sekitar, dia mengambil nafas panjang setidaknya untuk mengendalikan dirinya jika ada serangan mendadak.

Keheningan yang mencekam itu tidak berlangsung lama. Bulan menampakan dirinya dari celah celah awan kelabu yang menutupinya dan bintang-bintangpun bermunculan.

Malam itu, kekhawatiran Mingi kembali datang. Jika ia terus berada di kerasaan air ini. Malapetaka akan datang cepat atau lambat. Ia tau bahwa dirinya menjadi incaran banyak orang untuk di binasakan.

“Tidak baik pangeran terus berada di luar” Ucap Brian, si kesatria baru yang mungkin dianggap teman oleh Mingi.

“Diluar seperti ini, tidak terlalu buruk.” Ucap Mingi tanpa menoleh sedikitpun. Ia mengagumi cantiknya langit pada malam itu. Ia akan merekam betapa indahnya langit di Kerajaan air ini. Karena cepat atau lambat ia akan pergi meninggalkan istananya dan juga keluarganya.

“Kau tau? Kegelapan tadi, itu baru tanda awal. Mereka semua darimana pun itu akan datang ke kerajaan ini, mereka semua mengincar nyawa mu” Ucap Brian santai.

“Iya, aku tau. Besok, kita akan pergi dari kerajaan ini. Aku akan melindungi kerajaan ini dari malapetaka yang disebabkan olehku. Jadi kembalilah dan besok sebelum matahari terbit, temui aku di hutan belakang istana ini” Ucap Mingi berlalu masuk kedalam kamarnya.

“Jika kau mau membunuhku juga, bunuhlah saat aku terlelap nanti” Sambung Mingi.

Brian diam, pikirannya dan tujuan awalnya sudah diketahui olehnya. Membunuh Mingi sebelum kekuatan di dalam dirinya benar-benar keluar. Tapi setelah cukup lama ia menghabiskan waktu dengan Mingi untuk berlatih dan belajar. Brian mengurungkan niat dan menghapus semua dendam leluhurnya.

Karena yang membunuh leluhurnya bukanlag Mingi, tapi monster yang entah akan membinasakan banyak orang atau akan menolong banyak orang.

Brian kembali pada tugasnya menjaga dan melindungi sang Pangeran Api. Setidaknya itu yang hanya bisa ia lakukan. Menjadi temannya sekaligus orang yang mungkin bisa ia percayai nantinya.

Pagi buta, keduanya sudah ada di tembok dekat hutan belakang istana. Mingi meninggalkan surat pada ibunya untuk tidak mencari ataupun mencegah dirinya pergi dari istana.

“Jadi? Apa kita akan memanjat tembok ini tuan?” Tanya Brian yang di tatap jengah oleh Mingi.

“Kita sudah sepakat untuk tidak memanggilku tuan, apa kau lupa Bri?”

Brian hanya tertawa renyah. “Untuk apa memanjat kalau ada tangga disana?” Ucap Mingi lagi.

“Sejak kapan ada tangga disana?”

“Sejak aku sering keluar dari istana untuk menyamar jadi penduduk desa” Ucap Mingi.

Nyatanya si Pangeran Api ini tidak benar-benar terjebak, hanya mungkin saja ia tidak sering melarikan diri. Keduanya berhasil melewati tembok besar pemisah antara hutan dan juga istana.

Mereka berjalan kaki meneruskan perjalanan entah kemana, yang pasti keduanya akan pergi jauh. Mingi menutupi rambutnya yang mencolok, setidaknya itu akan membuatnya aman walau sementara.

Brian menawarkan untuk pergi ke rumahnya, tidak terlalu jauh dari hutan tapi Mingi ragu, apakah ia harus pergi atau tidak.

“Aku tidak akan membunuhmu, jika aku membunuhmu disana, maka aku juga akan terbunuh oleh adikku” Ucap Brian yang tidak di berikan jawaban.

Bagi Brian, diam berarti iya. Mereka menyusuri hutan hingga mereka sudah mulai dekat, menyadari ada yang tidak beres. Rumah Brian sunyi, tidak seperti biasanya. Terlihat gelap tak ada tanda kehidupan. Untuk pertama kalinya, Brian takut.

Takut akan kenyataan bahwa adiknya telah di bunuh, karena adiknya dan Mingi sama. Mereka buronan para makhluk. Ia diam memperhatikan rumahnya dari kejauhan dengan saksama.

Insting nya mengatakan untuk pergi dan jangan pernah mencari tau apa yang terjadi. Namun, samar-samar keduanya mendengar dentingan dua pedang sedang beradu.

Keduanya mengikuti suara tersebut dan menemukan seorang wanita dengan pakaian pemburu sedang bertarung melawan para perampok. Ketika para perampok melihat Brian, mereka semua seketika itu juga pergi tanpa diminta.

“Lah kabur” Ucap si wanita itu

“Iya kalau di terusin, mereka gue penggal kepalanya” Ucap Brian

“Oh masih hidup? Gw kira lo udah tewas ditangan si pangeran” Ucap nya tanpa rasa bersalah.

“Seperti yang lo liat, gw masih napak di tanah”

“Yaudah ayo balik, rumah lama udah gw tinggalin. Dan lo tau? Gw hampir mati disana”

“Gausah lebay, lo ga mungkin mati” Ucap Brian.

“Kekuatan gue ga cukup buat ngelawan puluhan orang negeri angin. Gw cuma sendiri dan mereka rame.” Ucap Brianna

“Dan lo pangeran Api. Keputusan lo buat tinggalin istana itu udah tepat. Cepat atau lambat malapetaka itu akan datang. Sementara lo tinggal sama kita, gw akan jamin keselamatan lo. Bukan gw sih, tapi Brian” Ucapnya lagi dan berlalu meninggalkan keduanya.