Sel Rose de l’Himalaya

Ilma Hidayati
7 min readAug 7, 2017

--

Tau ga itu apaan? :D

Ini adalah salah satu jenis garam, yaitu garam merah muda dari Himalaya. Garam yang aku beli setelah muter-muter keliling rak-rak pajangan produk di Carrefour yang jaraknya 10 menit jalan kaki dari apartemen. Bukan cuma muter-muter loh ya, aku sampai nanya sama staff di sana yang pas aku sebutin ‘salt’ dia masih hah-heh-hoh, begitu aku sebutin ‘sel’ dia langsung paham hahaha.

Ini dia kenampakan garam yang kece namanya

Jadi, aku mau bahas garam di tulisan ini? Hahaha, no no… Aku mau bahas serba-serbi biaya tinggal di pinggiran negara Perancis yang jaraknya 30 menitan jalan kaki dari apartemen menuju wilayah Swiss. Deket banget, kan? Eh, tapi sebelum aku bahas soal biaya, aku mau kasih tau 1 hal keren dulu di sini. Apa sih yang kamu bayangin soal perbatasan antara 2 negara? Ada gerbang penjagaan yang dikawal ketat sama polisi? Terus tiap ada orang lewat perbatasan di cek satu-satu paspor dan visanya? Aku kasih tau ya, di sini gerbangnya ga dijaga sama sekali. Ada sih kantornya, tapi sepi. Mereka memang mengutamakan ‘trust’. Saking percayanya, sampai orang naik bus yang ga gratis pun ga dicek satu-satu apakah penumpangnya beli tiket apa ga (ini sih yang aku seneng, jadi ga perlu beli tiket hahahaha). Tapi kalau di kota besarnya sih, kata Pak Suami, penumpang transportasi umum dicek tiketnya sama polisi.

Perbatasan Perancis dan Swiss di dekat CERN

Balik lagi ke tema awal ya. Oh ya, di tulisan sebelumnya mungkin aku banyak membahas keindahan alam dengan gaya bahasa yang… yah, agak kurang santai. Di sini karena aku curhat, tapi mudah-mudahan ceritanya informatif juga, aku pakai gaya bahasa yang jauh lebih santai yaa…

Buat buibu, eh siapapun yang tinggal di negara orang sih, hal pertama yang super krusial buat dilakukan adalah cari tempat makan atau beli makanan. Udah jadi hukum alam kalau beli makanan yang siap saji pasti jauh lebih mahal daripada masak sendiri, jadi yang pertama di cari adalah supermarket atau pasar. Aku kasih contoh hukum alamnya deh, di sini kalau mau beli kebab (ukurannya jumbo sih) harganya € 5. Padahal beli daging sapi barbekyu ¾ kilo aja € 7,2. FYI, € 1 kira-kira setara dengan Rp 15.500,- (hari ini 22 Juli 2017). Yang lebih parah lagi ya, aku liat makanan semacam salad (isinya macem-macem sayuran gitu) di kantin CERN, 1 box harganya lebih dari € 8! See… mending beli mentah dan masak sendiri.

Seperti yang udah aku singgung sebelumnya, ada Carrefour yang jaraknya deket dari apartemen. Sabinya lagi, dia jual perdagingan yang halal dan produk-produk Asia, meskipun ga banyak sih. Yang halal itu kayak daging sapi barbekyu yang aku bilang, sosis turkey (entah maksudnya dari Turki atau sosis ayam kalkun haha, aku belum baca detailnya, asal halal aku beli), saus, kaldu siap pakai, dll. Perdagingan juga udah dipackaging sih, jadi ga kayak di supermarket di Indonesia yang masih bilang mau berapa kilo. Di sini buah-buahan juga cenderung terbatas kayak apel, jeruk, pisang, kiwi, dan pepaya. Yang paling miris itu ga ada cabe guys. Satu-satunya yang ada pun ga ada pedes-pedesnya hiks. Nah, satu hal yang aku masih belum ngerti di sini adalah, kenapa pisang yang kita timbang sendiri itu perkilonya lebih mahal daripada pisang yang udah dibungkus plastik. Yang nimbang sendiri itu € 1,9/kg, kalau yang udah dibungkus € 1,19/kg. Emang sih pisangnya lebih kecil yang dibungkus. Tapi impor loh, dari Ghana. Tapi kan enakanya yang lebih kecil, sekali makan gitu… ahaha itu sih preference aku aja.

Rak-rak di Carrefour. Barang sebanyak itu mayoritas petunjuknya bahasa Perancis wkwk

Oh ya, di Carrefour ini serba self service, sampai nimbang sayur atau buah-buahan pun kita lakukan sendiri. Jadi di alat timbangannya ada layar yang nampilin produk. Ada kategorinya, sayuran, buah-buahan, atau buah-buahan eksotis (?). Nah, masalahnya adalah semuanya pake bahasa Perancis wakakaka. Jadi saranku, mending apalin pas belanja deh itu nama sayurannya apa dan harga perkilonya berapa pas di etalase. Nanti tinggal cek ulang waktu sticker pengukuran dan harga produknya keluar. Malah menurutku, tahu bahasa Perancis buat bahan makanan itu penting. Kayak kasus aku nyari garam yang udah aku singgung sebelumnya. Aku nyari di google translate sebelum pergi ke Carrefour dan ternyata si staff nya ngertinya ya, bahasa Perancis. Meskipun pas ditunjukin tempatnya pakai bahasa tarzan juga. Yah, dia nunjukinnya pakai bahasa Perancis sih, mana aku ngerti. Aku jadi ga kebayang kalau harus beli di pasar tradisionalnya, mungkin bilang 1 kg aja perlu nulis di notes ya hahaha.

Monitor itu timbangannya, layar sentuh :D

Soal harga, cenderung mirip di Indonesia sih. Ini aku kasih tabelnya beberapa barang yang pernah aku beli. Dengan penyetaraan yang aku sebut sebelumnya ya kira-kira € 1 =Rp 15.500,-

Itu beberapa contoh aja ya, guys. Beberapa memang jauh lebih mahal, ada juga yang harganya ga jauh beda. Nah, yang penting itu kan kalau dibandingkan dengan pendapatan rata-rata ya. Pak Suami dapat jatah gaji CHF 90 (CHF itu mata uang Swiss, jadi di sini kami pakai 2 jenis mata uang, CHF dan Euro. CHF dipakai di wilayah Swiss, Euro dipakai di wilayah Perancis) perhari termasuk weekend. Total pembelanjaan kami sampai hari ini (22 Juli 2017) itu € 108,91 (setara dengan Rp 1.688.105,-). Pak Suami udah dapet gaji sejak tertanggal 1 Juli 2017, berarti harusnya udah 22 hari gaji, dengan penyetaraan 1 CHF = Rp 14.095,- berarti gaji totalnya udah Rp 27.908.100,- Berarti pengeluaran buat belanja harian (bukan cuma makan, udah termasuk sabun dll, ditambah memang ada bawaan dari Indonesia) berkisar 6% dari gaji total (seandainya ga bawa apa-apa dari Indonesia, mungkin berada di kisaran 10–15% gaji). FYI, ini gaji bukan pegawai lho. Gaji summer student. Gaji pegawai tentunya lebih besar.

Tempat tinggal kami selama di sini

Nah, soal hunian di sini, kami menghuni Apparthotel Sejours and Affaires, yang posisinya di Saint Genis-Pouilly. Kamar kami merupakan studio dengan satu tempat tidur ukuran queen, 1 kamar mandi dengan bathub, ada dapur, ada tv, ada kulkas, ada heater, dan lengkap dengan prentilan-prentilannya seperti alat masak, alat makan, jemuran, dll. Biayanya kira-kira € 48/malam/orang untuk kamar kapasitas 2 orang. Berarti untuk 22 hari stay di sini harusnya udah ngehabisin Rp 16.368.000,- atau proporsinya kira-kira 59% gaji. Jadi kalau pengeluaran hanya untuk belanja harian dan tinggal, masih bisa saving kira-kira 26% gaji.

Bandingin kalau hidup di Bandung dengan asumsi sendirian. Gaji lulusan Teknik Elektro (misalnya aku yang kerja nih) yang baru banget kerja hanya berada di kisaran Rp 3–5 juta/bulan. Belanja mingguan aku rasa berkisar di 250ribuan. Berarti 1jutaan udah habis buat belanja bulanan yang porsinya itu 25% gaji (kalau gajinya 4 jutaan). Belum ditambah transport dan hunian. Misalnya dipakai buat hunian aja, ke kantor tinggal jalan. Ngekos 500 ribu. Berarti udah habis Rp 1,5 juta. Savingnya memang 62.5% gaji. Tapi liat dulu, dalam sebulan aku bisa saving Rp 2.5 juta. Sedangkan Pak Suami di sini bisa saving Rp 7.25 juta dalam waktu 22 hari yang kebutuhannya dipake berdua. Berhubung nanti pulang ke Indonesia, jadi ya tabungan segitu nantinya bakal dipake di Indonesia, kan. Lumayan sekali hahaha.

Oke, udah puas dengan hitung-hitungan aku jadi inget sama kejadian nyari garam dan gula di Carrefour. Waktu aku ditunjukin tempat nyari garam, aku langsung liat raknya kan. Ada garam biru asal Persia. Aku langsung ambil tuh karena seneng banget bisa liat garam. Pas aku liat lagi raknya, ternyata ada pilihan lain, si garam pink asal Himalaya. Ternyata harganya jauh dong. Buat ukuran yang sama (100gr), si garam biru bisa sampai € 5 padahal garam pink cuma di kisaran € 1. Nah, nyari gula juga rada susah. Ada yang terlalu bubuk, ada yang dalam bentuk cair. Terus aku nemu yang bentuknya gumpalan kan. Pas sampai apartemen dan dicoba, kok ga terlalu manis. Ternyata setelah dipahami maknanya dengan google translate, itu gula dekorasi buat kue Perancis. Ya Allah…. Tapi enak sih gulanya. Sering aku camilin hahaha.

Obat-obatan penguras kantong. Hiks

Anyway, setibanya aku di Geneva, aku sakit dong. Mulai dari radang tenggorokoan yang berujung pada batuk pilek hingga gangguan pencernaan. Terpaksa deh beli 3 obat ini. Totalnya € 23,6 dong. Mahalss. Coba buat beli bahan makanan. Udah dapet macem-macem. Tapi kata Pak Suami gapapa, yang penting sehat. Makanya, kalau lagi di luar negri wajib banget jaga kesehatan. Doakan kami sehat selalu di sini ya. Semoga para pembaca juga bisa merasakan pengalaman tinggal di luar negri terutama wilayah Swiss-Perancis tempat tinggal kami saat ini. Aamiin! :D

--

--