Highlight Indigo Meetup: Mengenal Software Development Life Cycle

Indigo by Telkom Indonesia
3 min readNov 25, 2021

--

Dalam proses pengembangan produk digital, masih ada pihak-pihak yang menjalankannya seadanya. Bahkan tidak sedikit yang merasa proses yang dijalankan sudah cukup baik selama ada deliverables sebagai hasil kegiatannya. Hal tersebut tentunya, tanpa memperhitungkan nilai produk yang dihasilkan apakah sudah memenuhi standar minimal atau tidak.

Indigo bersama Deep Tech Foundation menghadirkan Anshorimuslim Syuhada (Head of Engineering eFishery) yang mengangkat topik “Mengenal Software Development Life Cycle” pada kegiatan Indigo Meetup 27 Oktober silam. Harapannya, para peserta dapat memahami proses pengembangan sebuah produk digital sekaligus meluruskan kekeliruan persepsi akan metode-metode di dalamnya.

Di awal pemaparannya, Anshori menjelaskan bahwa Software Development Life Cycle (SDLC) merupakan sebuah metode dalam mencacah rangkaian proses pengembangan produk/fitur hingga ke bagian terkecil dan turunannya lalu mengurutkan satu dengan lainnya menjadi sebuah sistem sekuensial berdasarkan metodologi yang dipilih.

SDLC ini sendiri diperlukan untuk memudahkan berbagai pihak, tidak hanya developer saja, dalam melakukan perencanaan sistem, estimasi cost yang dibutuhkan, hingga memonitor perkembangan dan pencapaian dari proses yang dijalankan. Sehingga yang melakukan SDLC ini minimal adalah pihak yang pernah tergabung ke dalam proses pengembangan produk tersebut, baik programmer atau bahkan seorang product manager sekalipun.

Adapun beberapa metodologi yang umumnya diterapkan dalam proses SDLC; diantaranya linear, iteratif, spiral, dan agile. Linear memungkinkan proses pengembangan berjalan secara berurutan dan dalam satu siklus saja seperti pada metodologi waterfall. Setiap proses tersebut harus dijalankan berurutan karena biasanya memiliki dependencies yang tidak memungkinkan proses lain berjalan terlebih dahulu sebelum waktunya.

Sementara itu, metode iteratif memungkinkan sebuah produk dikembangkan dengan fitur paling minimal terlebih dahulu. Kemudian seiring waktu produk/fitur diiterasi kembali sebagai bentuk pengembangannya menjadi lebih baik. Metode SDLC ini relatif cepat dalam memberikan deliverables namun proses iterasinya harus dilakukan berulang kali agar produk/fitur yang dihasilkan dapat mencapai titik potensialnya. Metode spiral sendiri mirip dengan iteratif namun dengan cakupan lebih luas yang menjadikannya lebih fleksibel dalam proses repetisi pengembangan produk/fitur.

Pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini juga menyampaikan bahwa saat ini metode agile-lah yang sedang ramai diperbincangkan dan digunakan. Padahal, perlu ditinjau kembali kesesuaiannya. Jika memang sebuah proses tersebut sudah jelas hingga ke bagian terkecil dari awal hingga akhir, metode agile tentunya kurang cocok. Agile lebih cocok diterapkan jika produk/fitur yang dikembangkan besar kemungkinannya untuk berubah dalam waktu dekat, sehingga pengembangannya cukup mengantarkan nilai minimum yang ingin dicapai saja.

Dalam rangkaian prosesnya pun, SDLC menghasilkan empat macam artefak yang merupakan bentuk-bentuk dokumentasi dari pengembangan produk/fitur yang dilakukan; diantaranya brief atau dokumen requirement; dokumen teknis yang menjelaskan arsitektur dan kebutuhan teknis yang perlu dilakukan; dokumen pengetesan yang berisi ragam skenario yang harus diujikan terhadap produk/fitur; dan dokumen operasional atau petunjuk yang menjadi acuan pengguna kita dalam menggunakan produk/fitur.

--

--

Indigo by Telkom Indonesia

One of the biggest startup facilitator, investor, incubator & accelerator in Indonesia. Follow @indigo.telkom on social media for more information.