Literature Recommendation #5: Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings 1972–1977

INKA KOMAHI UGM
3 min readJun 4, 2023

Penulis: Achmad Fauzan Rafi, Falah Mar’ie Amanullah, dan Muhammad Ilyan Faris

Foucault, M. (1980) Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings 1972–1977

Michel Foucault

Pernahkah Anda, semasa sekolah, mempelajari mata pelajaran Sejarah Indonesia tentang penjajahan Belanda terhadap Indonesia? Apakah setelah Anda mempelajari hal tersebut menjadi benci terhadap Belanda? Saya rasa, kebanyakan dari kita yang belajar sejarah kolonialisme barat di Indonesia pasti setuju bahwa hal tersebut “salah”. Lantas, pernahkah kita bertanya, apakah orang Belanda tidak merasa bersalah akan hal tersebut? Sebeku itukah hati mereka sehingga mereka tidak mau minta maaf setiap kali bertemu orang Indonesia? Bukankah militer Indonesia adalah top 5 terbaik di dunia, seharusnya, Belanda takut dan maaf dong, ya ga? Namun, pada kenyataannya banyak warga Belanda yang bahkan tidak mengingat apa yang terjadi 100–200 tahun lalu di Indonesia maupun negara-negara jajahan lainnya. Militer Indonesia juga bukanlah yang terbaik di dunia.

Pertanyaan-pertanyaan di atas kerap kali kita temui di keseharian kita, bagaimana satu kelompok sosial menganggap “A” sebagai kebenaran sementara kelompok sosial yang lain beranggapan “B” sebagai kebenaran yang seharusnya. Pembahasan mengenai hal ini sudah disinggung oleh Michel Foucault dalam banyak literatur dan interviewnya dengan banyak tokoh ternama. Foucault dalam kumpulan tulisan dan interviewnya yang berjudul “Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings 1972–1977” memberikan gambaran tentang bagaimana relasi antara kekuasaan (power), pengetahuan (knowledge), dan wacana (discourse) terbentuk dan berimplikasi pada kebenaran.

Menurut Foucault, kebenaran pula dengan ilmu dimengerti bukan hanya hal sederhana yang ditemukan. Namun, sebagai sebuah produk praktik dan institusi sosial — seperti sains, sekolah, perguruan tinggi pula hukum — yang berwujud sebagai sebuah sistem yang berisi prosedur teratur untuk meregulasi, mendistribusi, memproduksi, dan mengoperasikan sebuah pernyataan Selain itu, kebenaran berkaitan dengan kekuasaan yang menyebabkan hubungan keduanya berbentuk sebuah siklus. Kebenaran memproduksi dan melanggengkan power, sebuah rezim kebenaran menurutnya. Kebenaran bergantung terhadap relasi kuasa, dan risetnya mengenai kebenaran memproduksi apa yang disebut sebagai discourse (wacana), dalam penafsirannya, discourse adalah sebuah instrumen untuk memikirkan dan membicarakan realita dunia dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang akan menghasilkan sebuah pengertian mengenai realita.

Seperti substansinya — yaitu kebenaran, discourse memiliki hubungan yang erat dengan relasi kuasa. Namun, perlu diingat bahwasanya yang dimaksud oleh Foucault adalah discourse adalah alat yang bersifat “merupakan” dan bukan “mewakili” realita. Knowledge (Ilmu) menurutnya berbeda dengan penafsiran para intelektual sebelumnya, knowledge yakni adalah hasil dari relasi kuasa, maka dengan itu knowledge tidak bersifat netral dan objektif, melainkan subjektif dan berpihak pada entitas yang memiliki relasi kuasa yang kuat. Knowledge pula — dalam sifatnya yang tidak objektif dan netral — berlandas dari konteks historis dan sosial yang bergantung pada relasi kuasa. Dapat dimengerti keempat konsep tersebut seperti ini: Discourse adalah alat untuk memproduksi knowledge yang berkesinambungan dengan kebenaran (truth), yang ketiganya dipengaruhi oleh power dan relasinya. Judul buku ini cukup merangkumkan konsep ini “Power/Knowledge” berarti bahwasanya keduanya erat terkait, dan berdinamika secara kompleks. Power menghasilkan knowledge, dan knowledge menjustifikasi keberadaan power itu sendiri. Dalam Hubungan internasional sendiri knowledge dan power pula memiliki keterikatannya, power tentu sangat identik dengan teori realisme. Namun, knowledge sendiri sangat relevan dalam teori kritis konstruktivisme. Foucault cukup awam dijuluki sebagai seorang konstruktivis sosial yang itu sendiri adalah konstruktivisme yang lebih menekankan dalam ranah sosiologis. konstruktivisme dalam Hubungan Internasional pada dasarnya menganggap bahwasanya dunia adalah sebuah konstruksi sosial, dan ilmu sendiri adalah sebuah substansi yang dikonstruksi guna mencapai kepentingan tertentu. Sebenarnya konstruktivis sendiri tidak hanya sebuah perspektif. Namun, sebuah paradigma dengan terkandungnya beberapa perspektif kritis seperti poskolonial, feminisme, pula dengan dekolonial perspektif (Theys, 2018).

Buku ini dapat menjadi perkenalan dasar terhadap pemikiran Foucault,pula dapat mengkaji pola pemikiran yang serupa dan cocok untuk mempelajari paradigma konstruktivisme dan perspektif-perspektif yang bersinggungan dengan dia. Jikalau anda melihat karya ini sangat kompleks, maka buku-buku aslinya Foucault lebih rumit daripada itu, karya ini cukup koheren dan kohesif dalam memperkenalkan pemikiran Foucault, terutama untuk pemula.

Referensi

Geller, D. S., & Vasquez, J. A. (2004). The Construction and Cumulation of Knowledge in International Relations: Introduction. International Studies Review, 6(4), 1–6. https://www.jstor.org/stable/3699722

Theys, S. (2018, February 23). Introducing Constructivism in International Relations Theory. E-International Relations. https://www.e-ir.info/2018/02/23/introducing-constructivism-in-international-relations-theory/

--

--

INKA KOMAHI UGM

Official blog of Departemen Intrakurikuler dan Akademik, Korps Mahasiswa Hubungan Internasional UGM | instagram: @komahiugm email: akademik.komahiugm@gmail.com