Menulis Jurnal untuk Jiwa yang Lebih Sehat

Intan Aprilia
6 min readDec 30, 2022

--

Buat gue yang punya masalah kecemasan, ada satu metode paling mudah untuk membongkar dan menelaah pikiran yaitu dengan menulis jurnal (journaling).

Saat pikiran mulai kacau dan bercabang ke mana-mana, menulis jurnal adalah cara praktis dan ampuh yang gue lakukan agar bisa menghentikan pertumbuhan cabangnya.

Namun, buat kalian yang merasa menulis jurnal itu cringe, karena you’re too good for a Dear Diary type of thing, tulisan gue kali ini bukan untuk kalian. 😌😙

Di 2018, psikolog gue menganjurkan untuk menulis jurnal di note handphone saja, supaya lebih cepat dan nggak jadi beban. Gue setuju, karena tulisan tangan gue jelek dan gampang pegal karena sudah nggak terbiasa menulis menggunakan tangan. Namun, mulai pertengahan 2020 gue mulai rutin menulis di buku jurnal.

Gue masih menulis di note handphone, tapi hanya berupa pointers atau saat gue lagi nggak bisa menjangkau buku jurnal dengan cepat, jadi ditulis di handphone dulu supaya nggak lupa, nantinya baru gue tulis ulang dengan lebih lengkap di jurnal.

Setelah dua tahun menulis di buku jurnal, tulisan tangan gue tetap jelek, tapi sudah nggak pegal lagi. Ternyata memang butuh latihan saja.

Menjaga kewarasan dengan menulis

Photo by Content Pixie on Unsplash

“Kamu punya tendensi untuk memikirkan sesuatu sampai 1.000–2.000 langkah ke depan, yuk coba dihentikan jadi 1–2 langkah aja,” ujar psikolog gue beberapa bulan lalu. Ah, bercanda nih, Mbak. Gimana caranya dari 1.000 bisa jadi 2?

Ya, dengan menulis jurnal dong. Gue berikan satu contoh skenario nyata yang terjadi di otak gue ketika kecemasan gue lagi berulah:

Gue nggak bisa tidur karena cemas mau pakai baju apa gara-gara gue bakal keluar rumah 3 kali dalam minggu ini.

Gue pengin hari pertama pakai baju pink dan celana jeans, hari kedua pakai dress hijau, hari ketiga pakai celana jeans yang dipakai di hari pertama, tapi atasannya pakai kemeja.

Eh, tapi gue keluar panas-panasan, nanti khawatir kalau pakai kemeja nyeplak berkeringat. Oke jangan pakai kemeja deh, berarti pakai apa ya?

Pakai kaos yang biru saja kalau gitu, matching sama jeans-nya. Eh, tapi kaos biru masih dicuci, keburu nggak ya kering di hari ketiga?

Kalau nggak kering berarti gue pakai baju apa ya? Kalau pakai yang kuning sebenarnya bisa, tapi gue sudah pakai itu minggu lalu, masa pakai itu lagi sih. Apalagi di hari ketiga tuh mau pakai sneakers karena kegiatannya banyak di luar, tapi baju kuning cocoknya dipasangkan sama sandal.

Pusing nggak? Itu adalah kejadian nyata di mana gue nggak bisa tidur semalaman karena sibuk cemas soal baju. Memang sungguh penyakit yang unik ya anxiety disorder ini.

Dengan menguraikan semua itu ke jurnal, gue jadi bisa melihat betapa berlebihannya otak gue dalam memikirkan baju. Gue pun akan bisa memotong kecemasannya.

Misalnya, cukup sampai merencanakan tiga hari ke depan mau pakai baju apa. Kalau misal ada baju yang dicuci atau nggak matching, itu urusan nanti di hari H. Lagipula memangnya kenapa? Nggak masalah, kan? Gue nggak akan mati juga kalau pakai baju di luar rencana.

Sudah banyak penelitian yang membuktikan kalau journaling bisa mengurangi stres, membantu kita memproses emosi, dan meningkatkan kesehatan mental.

Nggak hanya ketika cemas, journaling juga membantu gue saat merasakan emosi negatif lainnya, seperti marah, sedih, atau kecewa.

Contohnya saat marah, gue biasanya menulis semua rasa yang gue alami—dada sesak, perut seperti diremas-remas—setelah semua itu ditulis, gue diam sejenak untuk mencari tahu alasan di balik rasa marah itu. Apa karena gue merasa kecewa akibat ekspektasi yang nggak terpenuhi? Atau gue kesal karena sesuatu berjalan di luar rencana? Lalu, gue lanjut menulis.

Menguraikan emosi seperti itu membantu gue untuk refleksi diri dan mengelola perasaan negatif yang kadang muncul. Dalam keadaan nggak baik-baik saja, gue bahkan pernah menulis sepanjang 2 ½ halaman tentang red flag yang harus gue waspadai dalam mencari pekerjaan. 😂

Jangan lupa, journaling juga berguna untuk menuangkan hal-hal menyenangkan yang terjadi di hidup kita. Seperti obrolan dengan teman dekat, pencapaian dalam pekerjaan, progres kesehatan kita, atau liburan yang baru saja kita lakukan.

Setelah pikiran tumpah dalam bentuk tulisan, otak (dan hati) jadi lebih ringan, sehingga gue bisa bernapas lebih mudah.

Menulis jurnal untuk pemula

Photo by Jamie Hagan on Unsplash

Sebenarnya nggak ada panduan yang spesifik untuk mulai menulis jurnal, tapi beberapa hal yang bisa kita coba di antaranya:

  1. Coba mulai menulis setiap hari secara konsisten. Bebas saja senyamannya kalian, bisa di pagi hari atau di malam hari sebelum tidur, mau sore juga boleh. Nggak perlu dipaksakan menulis terlalu panjang kalau masih belum terbiasa. Bisa juga menulis dalam bentuk bullet point kalau tulisan naratif terlalu sulit.
  2. Kita bebas mau menulis, corat-coret gambar, atau menempel stiker di jurnal kita. Mau ditempel foto juga boleh banget. Pokoknya bikin se-personalized mungkin!
  3. Jujur sejujur-jujurnya. Nggak usah membatasi diri dalam menulis, isi jurnal adalah diri kita sendiri.
  4. Pakai warna pulpen favorit kita. Buat gue pribadi ini penting, karena senang rasanya ketika melihat jurnal gue penuh warna berbeda di setiap harinya. Namun, ini balik lagi ke pilihan ya. Kalau kalian lebih suka pakai pulpen netral seperti hitam atau biru, tentu saja itu nggak masalah!
  5. Kalau masih bingung mau menulis apa, gunakan prompts untuk memancing tulisan. Ini akan gue bahas lebih lanjut di bawah.

Gue sendiri lebih memilih menulis jurnal di notebook dengan kertas yang blank alias polosan, bahkan tanpa lines atau dots sama sekali, tapi gue tahu ini mungkin membingungkan bagi sebagian orang, terutama buat yang baru mau mulai rutin journaling.

Teman gue, Hana, baru saja mengirimkan buku jurnal yang dia desain sendiri. Inilah alasan sebenarnya dari tulisan panjang ini, untuk mendukung dan mempromosikan bisnis teman! 😂 Tapi, Gezellig Planner yang dibuat oleh Hana cocok buat kita yang baru saja mau memulai menulis jurnal.

Gue kutip dari Instagram-nya Hana, Gezellig berasal dari bahasa Belanda yang berarti coziness, fun, warmth, comfort, and relaxation. Diharapkan dengan menulis jurnal di Gezellig Planner, kita bisa merasa nyaman dan senang.

Gezellig Planner @hnadraws — Photo by Intan

Jurnal—sekaligus planner—ini punya banyak banget prompts buat kalian yang masih bingung harus menulis apa. Per halaman juga memiliki aktivitas yang berbeda-beda, mulai dari Goal Setting, Bucket List, Things to Check Out, Self Benchmark, Gratitude Journal, dan masih banyak lagi.

Contoh writing prompts di Gezellig Planner:

Gezellig Planner @hnadraws — Photo by Intan

Tentu saja juga ada Annual, Monthly, Weekly, Financial, dan Meal Plan buat kita yang terobsesi dengan perencanaan (bukan gue, bukan gue).

Gezellig Planner @hnadraws — Photo by Intan
Gezellig Planner @hnadraws — Photo by Intan

Bagian yang paling menarik untuk gue adalah Creativity Page-nya! Gezellig Planner dibuat satu paket dengan 6 lembar stiker gemas yang bisa kita tempel di cover atau di dalam jurnalnya. Sebagai sticker enthusiast, tentu saja ini membuat gue bahagia.

Stikernya matte dan kiss-cut alias sudah dipotong sesuai dengan bentuknya masing-masing, jadi gampang dilepas, nggak perlu gunting-gunting sendiri. Gue juga sudah coba menulis dengan pulpen gel (pulpennya warna fuchsia 😚), pulpennya nggak menembus kertas, mantap.

Buat gue yang sudah terbiasa menulis, sebenarnya gue nggak perlu banyak prompts seperti di Gezellig Planner ini. Namun, jurnal/planner ini memang ditujukan buat para newbie di per-journaling-an (?)

Pelan-pelan saja mengisinya, satu hari satu halaman, tanpa terasa lama-lama kalian pun akan jadi terbiasa untuk journaling. Semoga mendapatkan kelegaan usai menulis, ya!

--

--

Intan Aprilia

banyak pikiran selama work from home. follow me on instagram @intanapriliaibr