Pesan pada Novel Rindu — Tere Liye

Iqbal Almuntarie
2 min readMay 4, 2022

--

Novel Rindu — Tere Liye

Nasihat Gurutta kepada Bonda Ope

1. Kekeliruan paling mendasar yang dilakukan orang saat menghadapi kenyataan hidup masa lalu yang pedih adalah lari. Cara terbaik menghadapinya adalah berdiri gagah dengan dimulai dari meneirma masa lalu.

2. Penilaian orang lain tidak relevan. Saat kita tertawa, hanya kita yang tahu itu tertawa bahagia atau tidak, begitu pula ketika sedih. Tidak perlu membuktikan apapun kepada siapapun bahwa kita itu baik.

3. Keberterimaan ibadah hanya Allah yang tahu. Kita hanya bisa berharap dan takut kepada Allah.

Nasihat Gurutta kepada Daeng Andipati

1. Berhenti membenci karena itu berarti kau sedang membenci dirimu sendiri

2. Berikan maaf karena kau berhak atas kedamaian hati (maaf bukan tentang benar salah)

3. Tutup lembar lama yang penuh coretan, buka lembar baru

Nasihat Gurutta kepada Mbah Kakung

1. Kelahiran dan kematian adalah takdir Allah

2. Biarkan waktu jadi obat kesedihan, bersamaan dengan sabar dan salat

3. Pandang sesuatu hal dari kacamata yang berbeda

Ambo Uleng berkata kepada Gurutta

‘Lawanlah kemungkaran dengan 3 hal : 1. Tangan (tebas pedang dengan gagah berani), 2. Lisan (sampaikan dengan perkasa), dan 3. Benci di dalam hati, tetapi yang ketiga ini sungguh selemah-lemahnya iman.

Kejahatan dapat diredam dengan kebaikan. Pada novel ini, Gurutta memeberikan makanan kepada pengintai beliau. Akibatnya, pengintai itu mengabaikan tugasnya tidak mengintai terus menerus.

Dalam beberapa hal, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya. Besok lusa, jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali. Namun jika tidak, sederhana, itu bukan cinta sejati.

Pentingnya sekolah (pendidikan) untuk anak. Perjalanan haji membutuhkan waktu 9 bulan, sepanjang itu, anak-anak mesti mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya. Setiap orang dewasa dapat mengajarkan berbagai hal, pengetahuan alam maupun sosial, secara bergantian kepada anak-anak dengan jadwal yang telah ditentukan.

Sebegitu penting dan kuatnya tulisan. Gurutta menghabiskan waktu sehari-hari di perjalanan kapal dengan menulis buku, seorang ulama yang sepuh yang dihormati asal Bugis. Menulis hingga larut dan telat makan agar hal yang dipikirkan saat itu dapat langsung tertuliskan. Bahkan, tulisannya membuatnya sempat mendekam di penjara kapal, tulisan yang berjudul “Kemerdekaan Adalah Hak Segala Bangsa”.

Catatan :

Sampai akhir bagian, saya masih samar menangkap isi novel, yang keseluruhan bercerita tentang perjalanan haji dari Indonesia pada tahun 1930-an, sedemikian hingga berjudul ‘Rindu’. Namun, pada cover belakang buku, tertulis sajak indah berikut ini.

“Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?

Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebalik, kehilangan banyak pula saat menemukan?

Apalah arti cinta, ketika menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun?

Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupkan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”

--

--