Lilac25_
3 min readMay 20, 2022

Savino.

“So? mind to share what happen?”

Setibanya Shaka, Jero, Harsa, Felix di rumah sakit yang sangat mereka hafal, mereka mengelilingi Hayden yang sedang menahan amarah serta tangisannya. Kakaknya, Savinonya, orang yang selalu ia percayai, kini terbaring lemah karena fisiknya yang dihantam habis-habisan oleh sebuah alergi yang banyak orang tidak mengetahuinya.

Tanpa pengawasan Shaka dan Jero, Savino sering menerima dan memakan pemberian Chris bahkan jika makanan tersebut mengandung gluten. Seharusnya Hayden sadar kala kakaknya kerap kali menemukan kakaknya itu seperti susah untuk bernafas. Seharusnya Hayden sadar kala melihat Savino terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Seharusnya Hayden sadar kala melihat ruam kecil berwarna merah pada kulit kakaknya. Namun Hayden malah dibutakan oleh kesibukannya di agensi sehingga kurang meneliti ada apa dengan Savino. Kakaknya itu termasuk orang yang cukup keras kepala sama seperti ayah mereka.

“Kemungkinan kak Ino kembali kena heartburn, sama kayak dulu tapi kata bang Juy tadi kak Ino sempat kejang-kejang.”

Shaka dan Felix tak dapat menutupi rasa terkejut mereka, berbeda dengan Jero dan Harsa yang mampu mengontrol mimik wajah hingga terlihat biasa saja, namun tak menutupi bahwa mereka berdua sama terkejutnya dengan Shaka dan Felix.

“And then?”

Hayden menatap pintu kamar ruang inap Savino sebelum menjawab,

“Dirawat, masih nunggu penjelasan dokter.”

“Terus bang Cala dan bang Juy dimana?”

“Masih ngurusin administrasi.”

Tepat kala Jupiter dan Cadhla datang, dokter yang menangani Savino keluar. Hayden berdiri dan melangkah dengan cepat membuat sang dokter tersenyum kepadanya. Hayden tak pernah senyuman itu, senyuman yang diberikan oleh sang dokter kali ini bukanlah senyuman yang membahagiakan, namun senyuman penuh kecemasan. Hayden tahu itu.

“Hayden, jaga Savino ya.”

“Bisa jelaskan dulu dok? Ada apa dengan Savino?”

Jupiter tahu, kini hanya dirinyalah yang masih cukup sadar dan kuat untuk meminta penjelasan tentang Savino dan penyakitnya.

“Savino mengonsumsi gluten dalam jumlah yang cukup besar, dan puncak dari konsumsi tersebut adalah hari ini, Hayden pasti tahu bukan apabila Savino mengonsumsi lebih gluten maka akan terjadi apa?”

Pertanyaan sang dokter membawa Hayden mengingat kembali sang ayah yang meninggalkan mereka bertiga, Bunda, Savino dan dirinya. Hingga kemudian sang bunda pun pergi meninggalkan mereka berdua entah untuk apa, namun Savino selalu meyakinkan Hayden bahwa sang bunda masih hidup dan akan menemui mereka secepatnya.

“Ah, iya dok, ayah terkena kanker dan jantung karenanya.”

Sang dokter tersenyum, menatap Hayden dengan tatapan sendu, sang dokter kembali memusatkan pandangannya kepada teman-teman Hayden dan Savino yang menunggu dirinya untuk kembali menjelaskan.

“Dan benar, Savino mengonsumsi gluten lebih dari kadarnya yang menyebabkan tubuhnya mengalami penurunan karena nutrisi yang seharusnya diserap oleh tubuh tidak dapat diserap dengan baik karena mengonsumsi gluten bagi penderita celiac akan menyebabkan sistem imun tubuh yang menyerang pada bagian usus yang pada akhirnya membuat kerusakan pada bagian vili, dan benar sekali lagi bahwa Savino sempat untuk mengalami kejang-kejang karena susah untuk mengambil nafas.”

Mata sang dokter kini terpusatkan pada Jupiter. Jupiter yang dipandang demikian pun merasa bahwa sang dokter perlu berbicara dengan dirinya, hanya dirinya.

“Ada apa dok?”

“Bisa kita bicara? Hanya kamu saja, Hayden dan yang lain boleh masuk untuk menjaga Savino.”

Jupiter pun mengangguk, memandang mata Hayden yang menginsyaratkan bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab atas Savino, karena Jupiter merupakan orang yang mengantar Savino ke rumah sakit. Hayden pun mengerti dan membuka pintu kamar inap Savino dengan pelan diikuti oleh yang lainnya. Sang dokter dan Jupiter pun masih berdiam di depan hingga pintu kamar ditutup rapat oleh Cadhla.

“Jupiter bukan?”

“Ah iya benar saya, ada apa ya?”

“Saya tahu kalau kamu tahu tentang Savino dan penyakitnya.”

Jantung Jupiter berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Senyuman sang dokter kini tak terlihat seperti kala dirinya melihat Hayden, namun senyuman yang diberikan kini mengisyaratkan bahwa ada yang salah dengan orang yang kini terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit.

“Kamu tahu bukan jika usus Savino kini lebih parah?”

“Ya saya mengetahuinya.”

“Bisakah kau buat ia bahagia?”

Jupiter terkejut bukan main. Ia bahkan belum menjawab sang dokter, namun sudah dilanjutkan terlebih dahulu.

“Dia mengalami depresi, bukan hanya karena alerginya namun saya tahu bahwa ada hal lain yang menyebabkan Savino mengalami mental yang kurang sehat.”

Sang dokter kembali tersenyum, senyuman penuh harapan ia lontarkan pada Jupiter seraya menepuk kedua bahu Jupiter seperti menguatkan pemuda itu.

“Tolong ya, buat ia bahagia, saya tahu kamu pasti bisa, pelan-pelan saja, saya yakin Savino akan terbuka.”

Dan oleh sebab itu Jupiter semakin yakin bahwa pilihan untuk bercerai dan kembali kepada Savino meski entah untuk seberapa lama mereka bersama adalah pilihan yang tepat. Jupiter merasa bahwa sang semesta tengah memperjuangkan kembali kisah cinta pertamanya. Biarkan Jupiter kini egois demi mencapai kebahagiaan, untuk dirinya dan seorang Savino.