Ale

jaeleocky
6 min readDec 15, 2021

tw // airplane crash , death

Sunyinya malam hari ini membuatnya semakin terhanyut dalam lamunan. Setelah beberapa saat lalu mendapat sebuah pertanyaan yang ternyata dapat menariknya kembali ke masa lalu yang sangat menyedihkan. Masa-masa yang sangat sulit bagi dirinya.

Pagi hari yang terlalu menyebalkan karena Ale sudah harus berhadapan dengan mata pelajaran matematika. Salah satu mata pelajaran yang sangat tidak dia sukai. Jam pelajaran yang hanya dua jam itu terasa seperti dua belas jam bagi Ale. Dan kini yang dapat dia lakukan hanya memperhatikan penjelasan gurunya di depan kelas yang sejujurnya tidak dia pahami, sambil matanya terus mencuri pandang ke arah belakang untuk melihat jam yang terpajang di dinding kelasnya.

Kondisi kelas sangat kondusif sampai tiba-tiba suara ketukan yang berasal dari pintu kelas terdengar. Membuat semua orang yang di dalamnya termasuk Ale menoleh ke arah pintu. Ibu Guru yang sedang menerangkan pelajaran di depan kelas sontak berjalan ke arah pintu untuk mengecek. Ketika pintu kelas sudah terbuka, mata Ale menangkap satu sosok yang dia kenali betul wajahnya.

Loh, itu kok kayak Pak Rahman ya?” ucap Ale dengan suara pelan ketika dirinya melihat lelaki paruh baya yang merupakan supir pribadi keluarganya berada di depan pintu kelas.

Tidak lama setelahnya, Ibu Guru tersebut kembali masuk ke dalam kelas. Tapi entah mengapa justru langkah kakinya mengarah ke arah meja Ale. Dan kini sudah berdiri tepat di depan meja Ale.

Nak Ale boleh kemasi barang-barangnya untuk pulang karena sudah dijemput di luar,”

Di jemput kenapa ya bu? Kok mendadak banget,”

Ibu kurang tau, nanti nak Ale bisa tanyakan sendiri ya,”

Oh, baik bu kalo begitu.”

Ale mulai mengemasi perlengkapan sekolahnya yang berada di atas meja kemudian dimasukkan ke dalam tas.

Bu, saya pamit izin buat pulang ya,” ucap Ale sembari manyalimi tangan Ibu Gurunya.

Iya nak hati-hati. Yang tabah ya nak buat segala cobaan yang diberikan nanti,” ucap sang Ibu Guru yang semakin membuat Ale bingung. Dirinya hanya dapat membalas dengan anggukan dan seulas senyuman.

Kemudian Ale berjalan ke arah luar kelas. Ternyata benar sosok yang dilihatnya adalah Pak Rahman. Namun Ale memperhatikan kalau raut wajah Pak Rahman sangat berbeda dari biasanya. Raut wajahnya kini terlihat sangat sedih.

Pak Rahman ada apa ya kok tiba-tiba Ale dijemput? Ada urusan mendadak kah di rumah?” tanya Ale segera setelah menghampiri Pak Rahman.

Iya Mbak Ale ada urusan mendadak di rumah jadi Bapak disuruh jemput Mbak Ale sekarang,” jawab Pak Rahman.

Ale hanya menganggukkan kepalanya. Tidak lupa juga dia menyalimi guru piket yang bersama Pak Rahman kemudian pamit untuk pulang. Ale dan Pak Rahman berjalan menuju parkiran mobil.

Sejujurnya Ale masih merasa bingung kenapa dirinya tiba-tiba dijemput untuk pulang ke rumah saat masih sekolah. Urusan mendadak seperti apa yang membuatnya harus pulang saat ini juga. Namun dirinya tidak ingin bertanya terlalu banyak dan hanya menuruti saja. Menikmati perjalanan pulangnya menuju rumah. Karena sedikitnya ada rasa senang yang dia rasakan saat tau dirinya tidak perlu berlama-lama berhadapan dengan mata pelajaran matematika.

Kurang lebih tiga puluh menit perjalanan, akhirnya Ale sampai di rumahnya. Namun dirinya merasa sangat bingung ketika melihat keadaan rumahnya yang kini terbilang cukup ramai. Banyak mobil-mobil yang terparkir di garasi maupun di depan rumahnya.

Pak Rahman ini kenapa rumah rame banget? Ada acara apa? Papi sama Mami kan gak ada di rumah?” tanya Ale yang heran melihat rumahnya sangat ramai padahal orang tuanya saja sedang tidak ada di rumah.

Pak Rahman hanya diam tidak menjawab. Dirinya sibuk memarkirkan mobil di dalam garasi. “Yuk Mbak Ale turun, masuk ke rumahnya bareng sama saya.” Pak Rahman mengajak Ale untuk keluar dari mobil. Berjalan sambil merangkul bahu Ale dengan erat. Pak Rahman sudah menganggap Ale seperti anaknya sendiri. Begitu pun juga sebaliknya dengan Ale yang sudah menganggap Pak Rahman seperti ayah keduanya.

Ale mengenal beberapa orang yang kini berada di rumahnya tersebut. Karena beberapa di antaranya adalah teman dari kedua orang tuanya. Tetapi yang semakin membuatnya heran kenapa mereka berkumpul di rumahnya, sedangkan kedua orang tuanya saja baru tadi pagi pergi meninggalkan rumah untuk urusan perkerjaan.

Kemudian dirinya menangkap sosok kakaknya yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Tetapi Ale semakin dibuat heran dan kaget karena melihat kakak laki-lakinya yang bernama Yogi itu kini sedang menangis.

Pak Rahman ini sebenernya ada apa sih? Itu kok abang nangis?” tanya Ale yang sudah mulai merasa sangat bingung melihat keadaan orang-orang di sekitarnya sekarang.

Mbak Ale samperin si abang aja ya sekarang,” ucap Pak Rahman dengan suara seraknya yang terdengar seperti ingin menangis.

Ale yang sudah terlalu penasaran akhirnya berjalan menghampiri Yogi yang duduk di sofa. Kemudian mendudukkan diri di sebelahnya. Dan dengan tiba-tiba Yogi memeluk Ale dengan erat diiringi dengan suara tangisannya yang semakin keras.

Abang, abang kenapa nangis gini? Ini ada apa kok tiba-tiba rumah kita rame sama temen-temennya papi-mami?” Ale membalas memeluk Yogi sama eratnya. Menepuk-nepuk punggung Yogi dengan pelan menyalurkan ketenangan. Walaupun sebenarnya dia juga tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi saat ini.

D-dek, papi sama m-mami d-dek,” ucap Yogi dengan terbata-bata karena menangis.

Iya abang papi sama mami kenapa, mereka udah sampe kan di sana?

M-mereka g-gak sampe di sana, dek,

M-maksudnya? Abang jangan nangis dulu, jelasin ke Ale maksudnya apa bang?

P-papi sama mami gak s-sampe di sana. Pesawat mereka j-jatoh hilang kontak dek. P-pesawat mereka g-gak sampe ke t-tujuan,” jelas Yogi dengan suara tangisnya yang semakin keras dan terdengar sangat menyakitkan.

Ucapan yang keluar dari lisan Yogi tersebut berhasil membuat Ale terkejut. Semuanya terlalu mustahil untuk diterima Ale. Kedua orang tuanya yang di saat pagi hari tadi masih membangunkannya. Yang masih sempat memeluk tubuhnya serta mencium pipinya sebelum pamit untuk pergi karena ada urusan pekerjaan.

Engga a-abang engga ini pasti gak b-bener kan? Papi sama mami pasti udah di s-sana bang, gak m-mungkin mereka gak s-sampe sana.” Air mata mulai memaksa keluar dari kedua matanya. Dadanya terasa sangat sesak, sangat sesak sampai rasanya sulit untuk menghirup oksigen barang sedikit pun. Pikirannya kini mulai kacau, sangat kacau sampai tidak tahu harus melakukan apa.

Tangan Ale mencengkram kedua bahu Yogi dan kemudian mengguncangnya. “Abang j-jawab Ale, ini g-gak bener kan a-abang?” Ale masih berharap kalau apa yang di dengarnya barusan tidak benar. Dirinya masih menolak untuk percaya dengan semua perkataan Yogi.

ABANG JAWAB ALE! ABANG BOHONG KAN? PAPI SAMA MAMI PASTI BAIK-BAIK AJA KAN? JAWAB IYA BANG!

Yogi hanya kembali memeluk Ale. “Adek gapapa ya sekarang sama abang?” Memeluk tubuh Ale dengan sangat erat. Tangannya mengusap punggung Ale pelan, mencoba menenangkan. Dia mulai menghentikan tangisnya karena yang terlintas dipikirannya saat ini adalah dirinya harus menjadi sosok yang tegar untuk Ale.

Tangis Ale pecah. Suara tangisannya turut membuat seluruh orang yang berada di sana ikut merasakan kesedihan yang mendalam. Suara tangisan yang dapat membuat hati terasa tersayat bagi orang-orang yang mendengarnya.

A-abang Ale gak mau. Ale mau p-papi sama m-mami. Ale mau m-mereka, abang. Mereka g-gak boleh pergi n-ninggalin kita berdua.” Tangisnya semakin keras terdengar.

Air mata kembali memaksa keluar dari kedua mata Yogi. Hatinya merasa sakit mendengar tangisan adik kesayangannya tersebut. Yogi mengeratkan pelukannya.

Gapapa ya adek cuma sama abang sekarang? Kita harus kuat biar papi sama mami bahagia di sana. Adek masih punya abang dan selamanya abang bakal terus nemenin adek. Adek mau ya lewatin ini bareng sama abang? Kita coba kuat buat papi sama mami ya, dek? Abang sayang sama adek.

Tangis kedua kakak beradik itu saling bersautan hingga suara tangisnya terdengar semakin keras dan menyakitkan. Separuh jiwa mereka yang berjanji pergi untuk kembali tidak dapat menepati janjinya. Separuh jiwa mereka pergi ke tempat yang lebih baik dan tidak akan pernah kembali lagi. Sedikit harap mereka panjatkan di dalam hatinya masing-masing, berharap kalau ini semua hanya mimpi buruk dan mereka ingin segera bangun dari mimpi buruk ini.

Tidak akan pernah ada orang yang benar-benar siap menghadapi kenyataan saat harus kehilangan orang tuanya pergi untuk selamanya. Harapan seorang anak hanya selalu ingin terus bersama dengan kedua orang tuanya sampai akhir hayat. Namun saat takdir mengatakan hal yang sebaliknya, mau tidak mau manusia hanya bisa menerimanya. Pada saat itu lah seorang anak dapat merasakan kalau dunianya telah hilang. Hilang bersamaan dengan kepergian orang tuanya. Hidupnya terasa tidak sama lagi. Akan ada ruang kosong dan hampa di dalam hatinya. Dan pada saat itu juga, seorang anak akan menyadari betapa berharganya sosok orang tua di hidupnya.

Memori yang terputar kembali tersebut berhasil meruntuhkan pertahanan Ale. Dia yang selalu mencoba untuk terlihat kuat semenjak kepergian kedua orang tuanya akhirnya kini kembali meluapkan segala kesedihannya. Ia menangis sendirian tanpa ada siapa pun menemaninya. Hanya ada gelap dan sunyinya malam yang menemaninya kini.

--

--