Kecewa

safera
3 min readAug 23, 2023

--

Menghabiskan beberapa hari berbaring di atas ranjang rumah sakit, istirahat sejenak dari kegiatannya sehari-hari, Bia merasakan tubuhnya sedikit kaku saat ia mempersiapkan diri untuk berangkat kuliah.

Ia dengan hati-hati turun dari mobil mas Wildan yang mengantarkannya ke kampus pagi ini. Bia berjalan dengan langkah yang sedikit ia perlambat, sambil netranya mengedar ke sepanjang lorong gedung C, merasakan kembali atmosfer kampus yang 4 hari kebelakang ia lewatkan. Meski dengan langkah yang lebih lambat dari biasanya, Bia tiba dengan selamat di depan pintu masuk ruang 109. Bia memulai kelasnya pagi ini dengan mata kuliah Manajemen SDM.

Dari balik pintu, ia dapati teman dekatnya di kelas, Erina, sudah lebih dulu tiba dan duduk di kursi baris ke 2 dari depan. Gadis itu menyambut kedatangan Bia dengan senyum yang menghangatkan hati Bia.

“Biaaaaaaaa…… udah sehat?” ujar Erina yang langsung berjalan ke arah Bia.

Masih dengan langkah yang sedikit lambat, sambil memasuki kelas, Bia membalas senyum Erina.

Sure. That’s why I’m here” Bia membalas uluran tangan Erina yang merangkul lengannya lembut, lalu ia meletakkan shoulder bag miliknya di atas meja, di sebelah Erina.

Satu persatu mahasiswa yang turut mengikuti kelas Manajemen SDM datang memasuki kelas. Masih tersisa 10 menit sampai kelas pertama itu dimulai, Erina masih dengan antusiasnya menceritakan tentang bagaimana kondisi kelas saat Bia tidak bisa hadir karena sakit. Bia hanya mampu menanggapi setiap cerita temannya itu dengan tawa yang renyah akibat pembawaan cerita Erina yang jenaka.

“Lo gak akan nyangka kalo kak Edgar sampe datengin gue ke kantin, karena Emily bilang ke doi, gue temen deket lo dikelas, dia nanyain lo. Dia bilang dikirain lo cabut choir karena gak dateng latihan udah 3 hari tanpa kabar, heboh deh lo gak masuk kampus tuh”

“Demi apa sampe kaya gitu Er?” Tutur Bia dengan bola mata membelalak tak percaya atas perkataan Erina yang baru saja ia dengar. “Gue beneran gak sanggup pegang hp dari hari minggu, kemarin juga cuma ngabarin Jean sama bu Fanny.”

Bia meresap energi positif yang ia rasakan masuk kedalam tubuhnya. Kepalanya terasa ringan setelah beberapa “life update” yang ia dengar dari temannya sejak di semester 1 itu. Bia merasakan kembali suasana menyenangkan dari kehidupannya sebagai mahasiswi.

Kapasitas kelas yang hampir penuh, akhirnya lengkap dengan kehadiran seorang dosen pria yang langsung memulai kelas, setibanya ia di depan meja pengajar.

Kini, dua mata kuliah sudah Bia lewatkan dengan baik. Tersisa satu lagi dari tiga mata kuliah yang harus diselesaikannya hari ini. Bia dan Erina datang memasuki ruang kelas yang akan digunakan untuk praktikum Manajemen Keuangan Lanjutan sambil membawa beberapa bungkus kudapan di genggaman mereka. Mereka berdua memilih duduk di kursi yang ada di baris ke-2 dari belakang, sedikit menepi dari arah kiri meja pengajar.

10 menit kemudian, seorang pria mengenakan topi dan masker masuk ke dalam kelas sambil membawa buku dan beberapa lembar kertas. Bia yang mendengar suara buku diletakkan di meja pengajar, menghentikan kegiatannya. Pandangannya langsung tertuju pada sosok yang tidak lain adalah asisten dosen itu.

Namun, ketika ia mendapati pria yang sedang meletakkan barang bawaannya di meja itu bukanlah Defan, ada sedikit kekecewaan dalam hati Bia, karena sosok yang ia nantikan kedatangannya, tidak hadir di kelas untuk melanjutkan sesi praktikum di minggu ini.

--

--