The World Where Just Me

Jearena S.
2 min readJun 26, 2024

--

14 November, 2022.

Saat itu adalah saat dimana aku kehilangan diriku.

Semua hilang. Tanpa terkecuali.

Semua orang menghiraukanku. Tak apa sejujurnya. Toh, memang aku dilahirkan untuk sendiri, kan?

Aku tak membenci siapapun. Hanya saja aku cukup kecewa. Dosa besar apa yang tlah ku lakukan hingga aku mendapat karma sedemikian rupa? Aku tak pernah membayangkan dimana hari kehilangan ini tiba. Tak pernah kubayangkan. Namun tak apa. Aku berteman baik dengan kehilangan.

Pasal kehilangan, aku tau ini tak akan pernah usai. Segalanya datang untuk hilang, bukan untuk pergi. Namun, Tuhan, mengapa Kau mendatangkan jika akan hilang? Apa ini cara-Mu menghukum manusia sebab tlah terlena?

Hari itu aku menyadari satu hal. Bahwa tak ada satu manusia pun yang dapat ku percaya. Bahkan, Tuhan, aku meragukan-Mu saat itu. Maafkan aku.

Yang dapat ku lakukan hanyalah bersandar pada harapku. Berharap semoga terdapat keajaiban baik yang menungguku di lain waktu. Namun aku melupakan satu hal, lagi.

Adakah keajaiban itu untukku?

Entah berapa kali aku berbincang kepada Hades untuk membawaku bersamanya. Aku sedikit kesal sebab permintaanku tak didengar. Namun takdir lain mengajakku untuk menemui Poseidon.

Ya. Laut adalah kuasa Poseidon. Sangat indah, bahkan selalu. Kerap aku bertemu hingga dimana aku berharap bahwa Poseidon berbaik hati mempersilahkanku untuk menelusuri kuasanya ini. Hari itu aku menyadari bahwa tempat itu, menjadi rumahku.

Segala hal terjadi seperti sediakala. Perihal datang dan hilang, kerap sekali ku temui. Aku sudah melupa, walau rasa sakitnya masih terus terasa. Namun bagaimanapun sejujurnya aku sama sekali menolak lupa mengenai segala lara yang tlah ku rasa. Tak adil jika aku mengabai begitu saja. Dimana jelas sekali, hal itu sangat menyiksa.

Tak terhitung berapa lamanya aku tak dapat beristirahat. Bahkan untuk sekedar menutup mata, aku tak sanggup melakukannya. Aku tak pernah menyangka jika mereka sangat mahir mencipta luka.

Mimpi buruk menjadi sahabatku. Aku selalu dihantui dengan rasa takut yang entah darimana datangnya itu. Dengan isi kepalaku, yang selalu berisik mengucap mati.

Pantaskah aku untuk terus hidup?

Aku selalu bertanya mengenai hal itu. Rasanya seperti semua orang mencoba membunuhku disaat aku mencoba bertahan hidup. Sangat tidak adil. Aku membutuhkan keadilan itu.

Tak tau sejak kapan, namun mulai dari situ, aku selalu merayakan satu hal.

Aku selalu merayakan kehilangan.

Aku tak lagi bersamaan; aku sendirian. Aku meyakini bahwa hanya ada aku di dunia ini. Aku melupakan semua yang hidup, yang pada kenyataannya mereka mati. Mereka mati rasa.

Hidup akan selalu berjalan bahkan berlari sebagaimana mestinya. Aku tak lagi percaya dengan adanya manusia, walaupun sejujurnya aku juga manusia. Dunia tak akan membiarkanmu merasa lega. Hanya ada takut serta kalut yang menuntut.

Hiduplah dalam keramaianmu.

Sebab dunia, tak akan membiarkanmu sepi.

--

--