Asal-usul Allah dan Al-Quran

Ketika Allah Sendiri yang Menjawab tentang Kebenaran Eksistensinya

Joky Satria Pamungkas
20 min readJul 25, 2020
Photo by wirestock (Freepik)

Berada di komunitas yang mengimani keberadaan Tuhan belum lah cukup untuk menjadikan seseorang percaya kepada-Nya.

Setidaknya itulah yang ditunjukan oleh seorang mahasiswa jurusan informatika, Jiko. Dengan “hobi” barunya, filsafat, Jiko mulai menyadari bahwa keberadaan Tuhan belum cukup terjustifikasi, mungkin tidak Ada!

Gelisah, kata yang tepat untuk pikiran Jiko saat ini. “Kenapa orang-orang mempercayai sesuatu yang tidak masuk akal?” Dia pun mencoba menanyakan itu kepada teman-teman kuliahnya yang religius.

Jiko : Trisa, boleh kah aku tanya sesuatu?

Atrisa : Apa?

Jiko : Kenapa kamu mempercayai kalau Allah itu ada?

Atrisa : Kamu menanyakan sesuatu yang aneh, Jiko.

Jiko : Aneh?

Atrisa : Bukan kah jelas kalau Allah itu ada? Kamu bisa melihat berbagai benda di dunia ini. Apakah mereka ada dengan sendirinya? Tentu tidak. Pasti ada sebab yang mengadakannya, dan itu Allah.

Jiko : Aku sering mendengar itu, dan itu sangat membuatku penasaran. Aku sepakat Trisa, bahwa semua benda ada sebabnya. Tetapi bagaimana kamu menyimpulkan bahwa semua itu karena Allah?

Atrisa : Aku tidak paham dengan maksudmu.

Jiko : Singkatnya begini, kita tidak tahu apa yang terjadi pada dunia kita saat masa lalu, dan apa yang menyebabkannya. Sejauh perkembangan sains, kita hanya mampu tahu bahwa dunia ini terbentuk berawal dari Big Bang. Dan kita tidak tahu apa yang sebelum Big Bang. Lalu bagaimana kamu menyimpulkan itu karena Allah sedang kita tidak tahu apa yang ada sebelum dunia ini?

Atrisa : Karena tidak mungkin dunia ini disebabkan oleh dunia lainnya, seperti domino disebabkan oleh domino lainnya terus menerus tak terhingga. Pasti ada ujung dari domino itu. Dan Allah lah ujungnya, yang menciptakan dunia ini. Apa yang meragukan dari itu, Jiko?!

Jiko : Baiklah Trisa, katakanlah dunia ini memang ada ujungnya, dan Allah lah yang menciptakannya. Tetapi,

Atrisa : Tetapi apa lagi?

Jiko : Tetapi siapa yang menciptakan Allah? Apabila Allah ada, maka seharusnya Dia pun diciptakan oleh sesuatu, bukan?

Atrisa : Bagaimana mungkin Jiko?! Dia itu kekal, tidak diciptakan!

Jiko : Kenapa Dia tidak diciptakan?

Atrisa : Karena Dia memang tidak diciptakan!

Jiko : Jika kamu bisa beranggapan bahwa Allah itu kekal dan tidak diciptakan. Kenapa kamu tidak bisa beranggapan bahwa dunia ini kekal dan tidak diciptakan?

Atrisa : Gagasan itu absurd sekali Jiko!

Jiko : Itulah yang aku tanyakan kepadamu, Trisa. Bagiku pun gagasan Allah yang kekal dan tidak diciptakan itu absurd! Kita tidak tahu tentang Allah dan bagaimana Dia mendapatkan kekalan itu. Lalu bagaimana kamu mengetahui Dia kekal dan tidak diciptakan?!

Jiko : Maafkan aku, aku berbicara terlalu keras…

Atrisa : Iya, aku juga. Pertanyaanmu memang sulit Jiko. Aku juga bukan orang yang mendalami filsafat seperti kamu. Aku jawab setahuku. Allah kekal dan tidak diciptakan, karena Allah memberitahukannya sendiri di Al-Quran. Di mana Al-Quran adalah kitab yang murni dari Allah sendiri.

Jiko : Bagaimana kamu mengetahui itu murni dari Allah, bukan manusia?

Atrisa : Karena di dalamnya tidak ada pertentangan antar ayatnya Jiko. Jika dari Allah pasti benar, jika dari manusia pasti ada pertentangannya.

Jiko : Tapi Trisa, kamu lihat. Banyak buku-buku dibuat manusia, seperti novel, yang narasi-narasinya tidak saling bertentangan. Maka bukan kah memungkinkan bahwa ayat-ayat Al-Quran itu dibuat oleh manusia?

Atrisa : Hmm… Kali ini aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu Jiko. Mungkin kamu perlu menemui pak Gusman.

Jiko : Pak Gusman itu siapa?

Atrisa : Beliau adalah ulama sekitar kampungku. Orang-orang menyebutnya ulama pamungkas, karena Beliau mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti pertanyaanmu yang orang umum sulit menjawabnya.

Jiko : Ohh menarik! Kamu bisa mempertemukanku dengan beliau?

Atrisa : Bisa, aku perlu bilang ke beliau dulu. Ngomong-ngomong kamu bisa kapan? Kita habis ini ada ujian lho, apalagi MK Jaringan Komputer. Kamu tidak belajar?

Jiko : Oke, minggu depannya kalau begitu.

Seminggu kemudian di Rumah Pak Gusman…

Atrisa : Assalamualaikum

Pak Gusman : Waalaikumsalam... Oh kalian, mari masuk.

Jiko : Jadi bapak adalah ulama pamungkas? Bapak masih muda, tidak seperti yang saya kira.

Pak Gusman : Siapa yang memberitahumu julukan itu? Atrisa?

Atrisa : Hehe, iya pak.

Pak Gusman: Ya sudahlah. Padahal saya sudah bilang ke semua orang kalau jangan memberi saya julukan itu. Saya tidak sehebat julukan itu. Iya usia dan pengalamanku masih muda. Saya harap bisa belajar banyak, termasuk dari kalian berdua.

Atrisa : Hehe, kita juga berharap bisa belajar banyak dari pak Gusman.

Pak Gusman : Lalu kalian ingin mendiskusikan tentang keberadaan Tuhan bukan? Mari kita mulai, apakah kalian menemukan keberadaan Tuhan?

Jiko : Tidak, tidak ada Tuhan. Itu hanyalah ilusi manusia.

Atrisa : Apa buktimu berkata seperti itu, Jiko?

Jiko : Lha harusnya kamu yang membuktikan Trisa. Jika kamu ingin membuktikan Tuhan itu ada, maka kamu yang harus memberikan bukti untuk membuat orang lain percaya kalau Tuhan itu ada. Jika tidak ada bukti, apa bedanya dengan tidak ada Tuhan? Aku sudah banyak mempelajari argumen tentang Tuhan, dan tidak ada yang benar-benar membuktikannya. Satu yang pasti adalah kita — manusia — bisa dengan mudah berimajinasi tentang sesuatu yang tidak ada. Dan itulah sumber kenapa kita mempercayai Tuhan.

Pak Gusman : Jadi menurutmu Tuhan itu tidak ada, dan wacana tentang Tuhan hanyalah ilusi manusia. Lalu Jiko, kalau tidak ada Tuhan, dari mana alam semesta ini ada?

Jiko : Iya dari alam semesta itu sendiri.

Pak Gusman : Dari materi?

Jiko : Iya.

Pak Gusman : Yang berarti materi itu kekal?

Jiko : Iya, sebagaimana hukum kekekalan energi. Energi tidak bisa diciptakan dan dihancurkan. Begitu pula materi. Mereka hanya bisa berubah menjadi wujud lainnya.

Pak Gusman : Sehingga materi tidak memiliki awal dan dia tidak diciptakan?

Jiko : Iya.

Pak Gusman : Yang berarti juga tidak ada akhir?

Jiko : Iya

Atrisa : Itu tidak mungkin! Allah telah menetapkan hari kiamat dan semuanya pasti lenyap!

Jiko : Trisa, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di alam semesta ini. Mungkin saja setelah akhir alam semesta ini terwujud alam semesta baru. Ini aku ada video sederhana tentang prediksi para ilmuan terkait akhir alam semesta.

Atrisa dan Pak Gusman pun menonton video yang ditunjukan oleh Jiko melalui handphonenya

Pak Gusman : Itu menarik Jiko. Skenario seluruh alam semesta akan tersedot dalam black hole, lalu memunculkan big bang baru dan alam semesta baru mengingatkanku pada ketetapan Allah bahwa dia akan melakukan demikian.

Atrisa : Serius pak Gusman?!

Pak Gusman : Iya, Allah menjelaskannya pada Quran surat Al Anbiya ayat 104.

(Ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) Janji yang pasti Kami tepati. Sungguh Kami akan melaksanakannya.

Pak Gusman : Coba kamu pahami, bukan kah menggulung lembaran-lembaran kertas adalah alegoris black hole yang menyedot seluruh benda-benda langit?

Atrisa : Benar, itu membuatku merinding…

Jiko : Haha… itu hanya pembenaran teks agama dengan temuan sains…

Pak Gusman : Iya memang itu pembenaran dengan sains, tetapi itu bukan seperti teori konspirasi, Jiko. Seandainya itu hanyalah konspirasi, tentu kamu akan menemui bukti bertentangan seperti teori bumi datar.

Jiko :

Pak Gusman : Lalu Jiko, kenyataan bahwa materi itu tidak bisa diciptakan dan dimusnahkan, belum lah cukup menjadi bukti bahwa materi itu sendiri yang bertanggungjawab atas keberadaan alam semesta ini. Kita bisa berhipotesis pula bahwa Allah menciptakan materi bersifat demikian.

Jiko : Kenapa Allah menciptakan seperti itu?

Pak Gusman : Aku tidak tahu, Jiko. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Namun dari ciptaannya itu aku mengerti bahwa Allah tidak hendak menunjukan eksistensinya kepada manusia, sekalipun kita telah meneliti dunia ini dengan sains.

Atrisa : Maksudnya bagaimana pak?

Pak Gusman: Kamu suka cerita detektif? Itu seperti kasus pembunuhan tertutup. Seolah-olah korban tewas karena bunuh diri, padahal dia sebenarnya dibunuh oleh seseorang.

Atrisa : Ini membuatku pusing pak Gusman. Lalu bagaimana kita tahu tentang eksistensi Allah apabila Allah membuat eksistensinya tertutup?

Jiko : Haha… Benar, itu pertanyaan utamanya.

Pak Gusman: Coba kalian pikirkan, bagaimana apabila korban pembunuhan tertutup itu adalah orang yang baik, tidak memiliki riwayat gangguan kesehatan, ataupun gangguan kejiwaan. Mungkin kah dia bunuh diri?

Atrisa : Tidak.

Pak Gusman : Namun tidak ada bukti dalam tempat kejadian yang menunjukan adanya pembunuhan berlangsung. Tempat itu bersih, hanya ada korban yang tergantung di gantungan tali. Orang-orang sekitarnya pun memiliki alibi bahwa mereka tidak ada di tempat ketika waktu korban tewas. Yah, seperti bunuh diri.

Atrisa : Hmm …

Pak Gusman : Dengan kata lain, kita hanya mengetahui secara kualitatif saja, bahwa itu peristiwa pembunuhan, karena tidak memungkinkan korban melakukan bunuh diri. Namun kita tidak bisa menemukan bukti kuantitatif yang menunjukan adanya pembunuh. Pun demikian apabila memahami eksistensi Allah. Kita hanya mengetahui keberadaannya melalui alam semesta dan kitab-Nya, namun tidak ada bukti kuantitatif yang menunjukan intervensi atau keberadaannya.

Jiko : Bagaimana bisa percaya kepada Allah kalau tidak ada bukti kuantitatif? Itu sama saja seperti mempercayai mitos!

Pak Gusman : Haha… mari kita lanjutkan diskusi kita Jiko. Kamu mempercayai materi bahwa mereka lah yang bertanggungjawab atas keberadaan mereka sendiri?

Jiko : Benar.

Pak Gusman : Yang berarti mereka ada karena mereka sendiri?

Jiko : Iya.

Pak Gusman : Yang juga berarti berarti mereka menciptakan dirinya sendiri?

Jiko : Hmm… Aku kurang yakin. Belum ada bukti saintifik bahwa materi bisa menciptakan dirinya sendiri. Sejauh ini, materi terbentuk dan terkomposisi dari materi selainnya.

Pak Gusman : Itulah kenapa saya tidak mempercayai materi sebagai yang bertanggungjawab atas alam semesta ini, Jiko. Allah pun mempertanyakan orang-orang yang menjadikan sesuatu yang mati, tidak bisa menciptakan, bahkan dirinya diciptakan sebagai sesuatu yang bertanggungjawab atas eksistensi alam semesta ini. Akan saya bacakan surat An Nahl 20–21.

Dan yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apa pun, sedang mereka sendiri dibuat. Benda mati, tidak hidup, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka dibangkitkan.

Jiko : Sehingga kita hanya bisa percaya bahwa ada sesuatu di luar alam semesta ini yang menciptakan alam semesta ini? Sesuatu yang memiliki kekuatan besar dan memiliki kehendak?!

Pak Gusman : Iya, Dia Allah, yang tunggal yang menciptakan alam semesta ini.

Jiko : Tunggal? Bagaimana bapak bisa yakin Dia tunggal?! Bagaimana apabila Dia diciptakan oleh Tuhan selainnya? Bagaimana apabila ternyata ada banyak Tuhan dan mereka bekerja sama? Dan lebih lagi, bagaimana kita bisa yakin Allah memiliki sifat yang hidup, yang maha kuasa, dan lainnya, sedang kita tidak memiliki bukti atas sifat itu?!

Pak Gusman : Kamu benar Jiko. Mari kita jawab satu-satu. “Bagaimana apabila Allah diciptakan oleh Tuhan selainnya?” Karena kita tidak tahu, maka jawabnya mungkin.

Atrisa : Tapi pak Gusman, Allah menyatakan di Al Quran bahwa dirinya tunggal.

Pak Gusman : Kita coba menjawab tanpa menggunakan petunjuk Al Quran, Atrisa. Agar kita adil terahadap orang yang tidak mempercayai Al Quran.

Jiko : Menarik sekali. Bisa kah bapak melanjutkannya?

Pak Gusman : Bisa, kita akan menggunakan hipotesis-hipotesis yang ada. Ada hipotesis yang menduga bahwa Allah diciptakan oleh Tuhan lainnya, yang mana Tuhan lainnya itu diciptakan oleh Tuhan lainnya, dan seterusnya sehingga menciptakan regresi tak hingga, namun …

Anonim : ITU SLIPPERY SLOPE!

Pak Gusman : Haha… itu jawabannya. Penalaran itu memiliki kecacatan logika bernama lereng licin.

Atrisa : Itu teriakan siapa pak Gusman?

Pak Gusman : Dia temanku yang sedang belajar di ruang sebelah ini. Mungkin kita telah sedikit mengganggu belajarnya.

Jiko : Bagaimana bisa?

Pak Gusman : Karena Allah bukanlah materi sebagaimana materi di dunia ini Jiko. Jika eksistensi semua materi di alam semesta ini disebabkan oleh sesuatu, seperti eksistensi seorang anak karena orang tua, atau eksistensi robot karena dibuat oleh ahli mekanik, maka eksistensi Allah belum tentu disebabkan oleh sesuatu, karena Dia tidak tersusun dari materi, maka sebab akibat itu belum tentu berlaku kepada Allah.

Atrisa : Jadi maksudnya pak Gusman, Allah bersifat imateri, bukan materi, sehingga Dia tidak memerlukan materi untuk menyusun dirinya sebagaimana makhluk hidup yang ada di dunia ini yang memerlukan materi untuk menjadi sebagai penyusun? Sehingga Dia bisa berdiri sendiri tanpa sebab?

Pak Gusman : Benar Atrisa.

Atrisa : Ah saya paham sekarang.

Jiko : Tapi pak Gusman, seperti bapak bilang, memang berhipotesis Allah disebabkan oleh sesuatu yang lain dikarenakan menyamakan dengan materi terdengar salah. Tetapi bukan berarti menutup kemungkinan Allah diciptakan oleh sebab yang lain, benar?

Pak Gusman : Benar, mari kita berhipotesis apabila Allah ada karena sebab lainnya. Namun sepertinya jika kita menyebut “Allah diciptakan” akan menjadi paradoks bahasa. Kita perlu memperjelas makna “Allah” terlebih dahulu.

Atrisa : Maksudnya pak Gusman?

Pak Gusman : Jika kita menyebut Allah, kita tahu itu merujuk pada yang Maha Kuasa, yang menciptakan alam semesta ini. Menurut Atrisa, jika yang Maha Kuasa diciptakan oleh sesuatu lainnya, apakah Dia Maha Kuasa?

Atrisa : Hmm… Maha kuasa itu berarti paling berkuasa… Jika diciptakan sesuatu yang lain… Harusnya Dia tidak Maha Kuasa, karena ada yang lebih kuasa dari Dia?

Pak Gusman : Benar Atrisa, jadi kita mengasumsikan “Allah” adalah sosok yang paling kuasa dan tidak ada tandingannya, maka tidak mungkin ada yang lebih tinggi darinya.

Jiko : Tunggu pak, bukan kah itu asumsi yang abritrer? Dari mana bapak bisa mengasumsikan seperti itu?

Pak Gusman : Karena yang sedang kita bicarakan adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Jadi misalkan ada sosok yang menciptakan alam semesta ini, sebut tuhan A. Tuhan A ternyata disebabkan oleh sosok lainnya, Tuhan B. Maka Tuhan A yang menciptakan alam semesta itu bukan Allah, melainkan Tuhan B adalah Allah sebenarnya. Sehingga pertanyaan yang lebih tepat mungkin seharusnya adalah apakah Allah memiliki sekutu yang memiliki kuasa dalam menciptakan, seperti menciptakan alam semesta ini?

Jiko : Haha… sehingga Allah adalah imaginasi kita terhadap sesuatu yang paling memiliki kuasa diantara yang memiliki kekuasaan untuk menciptakan, lalu kita memberinya nama Allah?

Atrisa : Hei, kamu keterlaluan Jiko!

Pak Gusman : Haha, sudah Atrisa. Dalam diskusi memang kita harus membuka diri untuk menganalisis asumsi yang berbeda dari yang kita yakini dan mungkin kita tidak suka.

Jiko : Dan merubah pikiran apabila asumsi itu benar.

Pak Gusman : Itu benar Jiko. Tetapi saya tidak sepakat bahwa asumsi Maha Kuasa itu hanyalah imajinasi Jiko. Bagaimana menurutmu tentang olahragawan yang mengankat beban 90Kg, bukan kah dengan dia berhasil mengankat beban itu, kita bisa mengidentifikasi sifatnya bahwa dia manusia yang kuat dalam mengangkat beban?

Jiko : Iya.

Pak Gusman : Lalu bagaimana dengan ada sosok yang menciptakan alam semesta ini? Bisa kah kita mengidentifikasi sifatnya bahwa dia adalah sosok yang memiliki kuasa?

Jiko : Hmm… Karena Dia adalah sosok yang hidup ya…

Pak Gusman : Lalu bagaimana apabila ada sosok yang menciptakan sosok yang menciptakan alam semesta tersebut, bukan kah sosok itu seharusnya lebih kuasa lagi?

Jiko : Iya. Tetapi itu tidak menunjukan Dia Maha Kuasa bukan? Maksudku Dia hanya memiliki kuasa yang besar, tetapi kita tidak tahu apakah Dia Maha Kuasa, yang kekuasaannya tidak terbatas, atau tidak.

Pak Gusman : Benar. Tetapi tadi yang kita bicarakan adalah Allah, Tuhan yang mengaku kepada kita memiliki kuasa yang tak terbatas. Baginya menciptakan alam semesta ini bukan hal yang berat sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Ankabut ayat 19.

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan, kemudian Dia mengulanginya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.

Pak Gusman : Agar diskusi kita bisa berlanjut, setidaknya kita bisa mengakui bahwa sosok yang menciptakan alam semesta ini memiliki kuasa bukan?

Jiko : Baiklah, saya membolehkan asumsi ini. Dan realitas paling kuasa memang ada, karena sifatnya relatif, sebagaimana pak Gusman jelaskan tentang Tuhan A dan Tuhan B. Tetapi pak Gusman, bagaimana bapak menguji kebenaran keberadaan satu Tuhan dibandingkan banyak Tuhan?

Pak Gusman : Kita bisa melihat kenyataannya di Dunia ini.

Jiko : Maksudnya pak?

Pak Gusman : Jika ada satu, dua, atau lebih banyak Tuhan lagi, maka dampaknya bisa kita lihat di kehidupan ini Jiko. Karena masing-masing Tuhan itu memiliki tujuannya masing-masing, mengingat mereka adalah sosok yang hidup, seperti manusia. Karena tujuan mereka berbeda-beda, maka satu sama lain menjadi saling memerangi demi mencapai tujuan mereka masing-masing, sebagaimana Allah jelaskan dalam Al Mu’minun ayat 91.

Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.

Pak Gusman : Tetapi sekarang, apakah kamu melihat ada peperangan diantara umat manusia dengan umat lain yang berbeda dari manusia? Mungkin kita perlu menunggu adanya alien sebagaimana yang diwacanakan oleh sebagian ilmuan. Jika tidak ada, maka tidak ada alasan baik untuk mempercayai adanya banyak Tuhan.

Jiko : Tapi pak Gusman, bagaimana apabila tuhan-tuhan itu bekerja sama sehingga tidak ada kekacauan di dunia ini?

Pak Gusman : Mungkin. Jika pun mereka bekerja sama, maka mereka pasti menaati satu sosok yang paling kuasa, dan itu adalah Allah.

Jiko : Hah? Bagaimana bisa pak?

Pak Gusman : Karena dunia ini teratur Jiko. Dunia ini bisa teratur hanya apabila tunduk pada satu sosok saja yang mengatur. Akan saya bacakan surat Al Isra ayat 42 hingga 44,

Katakanlah: ”Jika ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai Arsy.” Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Pak Gusman : Oleh karenanya, jika masing-masing tuhan memegang bagian masing-masing dan tidak tunduk pada satu sosok, maka akan ada ketidakteraturan.

Atrisa : Bisakah pak Gusman mengulangi penjelasan yang tadi? Saya sulit memahaminya, ehehe.

Pak Gusman : Kamu berkuliah di Informatika, mungkin kamu tahu tentang hambatan-hambatan yang terjadi apabila para pengembang software mengembangkan bersama sebuah software yang kompleks?

Atrisa : Oh, itu permasalahan miskomunikasi karena perbedaan pengetahuan diantara para pengembang software dan komunikasi yang kurang sehingga software yang dihasilkan pun mengalami bug.

Jiko : Tapi pak Gusman, pada akhirnya manusia bisa bekerja sama dan mencapai tujuan mereka.

Pak Gusman : Benar, itu karena mereka mengikuti satu tujuan yang jelas, yang mana tujuan itu sangat dipahami oleh satu sosok, yang kita kenal sebagai pemimpin, dan anggota lainnya memahami dan mengikutinya. Seandainnya ada anggota yang tidak mengikuti tujuan yang diemban oleh pemimpin itu, tentu akan terjadi kekacauan yang tidak terselesaikan dan mungkin terjadi konflik, sebagaimana Allah sampaikan dalam Al-Anbiya ayat 22,

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya (langit dan bumi) itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ´Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.

Atrisa : Oh berarti tidak mungkin ada Tuhan lain yang menyaingi Allah?

Pak Gusman : Iya. Apakah itu cukup bagimu Jiko bahwa hanya ada satu tuhan, yaitu yang maha Kuasa, yang menciptakan alam semesta ini?

Jiko : Hmm… Baiklah pak Gusman, izinkan aku merenungkan eksistensi tuhan ini sendiri. Tetapi, misalkan memang ada tuhan, maka tuhan yang seperti apa yang menciptakan alam semesta ini? Ada banyak penjelasan tentang tuhan yang dianut oleh berbagai kultur masyarakat dari kitab agama mereka. Dan bagaimana bapak bisa mengetahui bahwa penjelasan itu benar?

Pak Gusman : Kita bisa mengujinya penjelasan yang ada Jiko.

Jiko : Mengujinya?

Pak Gusman : Iya, sama seperti ketika kamu belajar sains, “apakah penjelasan ini berkorespondensi dengan realitas sebenarnya?” Jadi misalkan kita telah mendiskusikan beberapa sifat tuhan, yang mana seharusnya tuhan itu tunggal dan paling kuasa diantara yang ada. Maka kita bisa mengeliminasi kitab yang menjelaskan tuhan bahwa tuhan itu banyak, atau bahwa ada tuhan yang bisa dikalahkan oleh lainnya.

Jiko : Berarti bapak bisa menguji semua cerita-cerita yang ada dalam kitab agama? Lalu bagaimana bapak menguji cerita-cerita yang hanya bisa kita khayal seperti surga dan neraka?

Atrisa : Khayalan?! Itu keyakinan Jiko, kamu bisa memilih yakin atau tidak dan kamu akan mengetahui akhirnya kelak!

Pak Gusman : itu memang persoalan keyakinan Atrisa, namun bukan berarti kita percaya begitu saja dan menunggu kematian untuk mengerti itu benar atau tidak. Di Al Isra 36, Allah berfirman.

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.

Atrisa : Iya sih pak… tetapi bagaimana?

Pak Gusman : Kalian mengikuti perkembangan penelitian tertentu oleh para ahli? Atau mungkin sederhananya adalah berita di media pemberitaan?

Atrisa : Iya?

Pak Gusman : Bagaimana kalian mengerti bahwa hasil penelitian itu benar? Atau hasil pemberitaan itu benar fakta, bukan hoax, sedang kalian sediri tidak melihat fakta tersebut ataupun menelitinya?

Atrisa : Itu karena mereka memiliki kredibilitas. Mereka memiliki kapabilitas dalam meneliti ataupun jurnalistik, sehingga mereka bisa dipercaya. Selain itu mereka juga yang secara langsung menyaksikan dan meneliti, sehingga kita bisa mempercayai mereka. Oh aku paham!! karena Allah memiliki kredibilitas itu, sehingga kita layak untuk mempercayainya.

Jiko : Tetapi itu tidak cukup Trisa, mereka bisa dipercaya karena terdapat review dari peneliti atau jurnalis lainnya, sehingga ada uji triangulasi. Tetapi bagaimana dengan surga dan neraka? Siapa yang dapat mengecek kebenaran itu?

Pak Gusman : Kamu benar Jiko, tetapi tidak semua kebenaran bisa ditriangulasi. Seperti pengetahuan tentang pengalaman pribadi masing-masing atau kesaksian tunggal. Kamu bisa mempercayainya apabila dia memang dikenal jujur kan? Jika selama ini dia benar dalam mengungkapkan sesuatu, itu cukup menjadi alasan untuk mempercayainya, bukan?

Jiko : Hmm… Baiklah, itu cukup adil. Lalu kebenaran apa yang bisa dipercaya sebelumnya untuk mempercayai seluruh bagian dari kitab agama?

Pak Gusman : Banyak Jiko. Kita telah mendiskusikan tentang ketuhanan sebelumnya, dan itu bisa kita koreksi kebenarannya. Lalu kalau dalam Al Quran, juga ada kisah sejarah, penjelasan tentang alam semesta ini yang bisa kita cek pula.

Jiko : Kisah sejarah seperti kisah Nuh, Ibrahim, dan kaum kaum yang dibinasakan? Bagaimana bapak bisa mengeceknya bahwa itu otentik dan bukan karangan manusia?

Pak Gusman : Sebagaimana dalam studi sejarah, kita bisa memeriksa fakta sejarah kisah tersebut. Dan Allah mengatakan begini dalam Hud ayat 100.

Itu adalah sebahagian dan berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah.

Pak Gusman : Bukan berarti kisah yang telah kehilangan fakta sejarahnya tidak bisa kita ketahui keasliannya. Allah mengatakan begini dalam Yusuf ayat 111.

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya (Taurat, Injil) dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

Pak Gusman : Bagaimana menurutmu Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad yang berbeda tempat, waktu, kultur, bahasa, tidak saling mengenal, tetapi bisa menceritakan hal sama?

Jiko : Tetapi pak, bagaimana apabila cerita-cerita itu telah menyebar ke seluruh penjuru daerah, sehingga meskipun mereka tidak ada kontak langsung, mereka masih bisa mengetahui kisah itu dari masyarakat?

Pak Gusman : Iya, tetapi Nabi Muhammad adalah seorang yang tidak mengetahui tentang kitab-kitab sebelumnya hingga kenabiannya. Itu dijelaskan oleh Allah dalam Al Ankabut ayat 49.

Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).

Pak Gusman : Belum lagi kisah itu diceritakan dalam bahasa Arab, yang mana Nabi Muhammad tidak bisa berbahasa asing. Allah menjelaskan dalam surat An Nahl 103.

Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.

Jiko : Hmm… baiklah pak Gusman, saya perlu mendalaminya. Belum pernah saya mendiskusikan tentang sejarah Islam sedalam ini. Namun apabila bukan dari orang lain, bagaimana kalau Nabi Muhammad sendiri yang mengarangnya? Mengingat manusia suka mengarang cerita. Jika bapak memperhatikan, cerita-cerita di alquran pun memiliki kesamaan dengan cerita mitologi di masyarakat.

Atrisa : Ha? Maksudnya?

Jiko : Jika kamu membaca mitologi, kamu akan menemukan cerita-cerita mistik seperti cerita tentang tuhan, penciptaan, alam setelah kematian, dan cerita perjuangan seseorang. Bukan kah itu juga yang terdapat di dalam Al Qur’an?

Atrisa : Tapi itu berbeda, Jiko. Al Quran bukan lah mistik!

Pak Gusman : Saya juga tidak yakin itu Jiko. Karena Allah berfirman di An Nisa 82,

Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur’an? Sekiranya (Al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya

Pak Gusman : Tetapi mari kita membandingkan penjelasan di antara keduanya. Bagaimana apabila tentang hujan? Banyak mitologi yang menjelaskan tentang hujan, sebagaimana Al Quran bukan?

Jiko : Haha… ini akan terdengar aneh, tetapi baiklah. Dalam mitologi yunani, hujan turun disebabkan Zeus menurunkannya kepada manusia. Namun hujan itu terjadi tanpa adanya mendung, karena Zeus tidak bisa menurunkan awan dari langit. Mungkin karena awan adalah bagian dari Istana Olympicus Zeus

Atrisa : Haha… ceritanya aneh sekali. Faktanya hujan turun dari awan. Kalau tidak ada awan, bagaimana hujan bisa turun?

Jiko : Namanya saja mitologi, Trisa. Oleh karenanya, Prometheus, Dewa yang menciptakan manusia, menggunakan bulu domba untuk menciptakan awan mendung dengan meniupkan bulu domba ke langit setiap kali akan turun hujan.

Jiko : Dengan demikian, manusia sangat diuntungkan dengan awan mendung, karena manusia bisa mempersiapkan untuk menadah air hujan. Tetapi ide tentang awan dari bulu domba itu tidak disetujui oleh Zeus, dan Prometheus dihukum oleh Zeus dengan menjadikannya sebagai matahari.

Pak Gusman : Hmm… Saya rasa, kita bisa melihat banyak kekurangan dalam penjelasan ini. Seperti jika awan terbuat dari bulu domba, seharusnya komposisi awan mempresentasikan komposisi bulu domba. Dan jika adanya awan dikarenakan Prometheus yang meniup bulu domba ke langit, sedangkan Prometheus telah dihukum oleh Zeus menjadi matahari, seharusnya tidak ada awan lagi sekarang, karena tidak ada lagi yang meniupkan bulu domba untuk menjadi awan.

Jiko : Iya. Lalu bagaimana dengan Al Quran dalam menjelaskan tentang hujan? Bukan kah di dalamnya Al Quran juga menjelaskan bahwa Awan juga hasil tiupan dari Allah?

Atrisa : Tetapi itu berbeda Jiko, bagaimana Allah meniup awan dengan cerita yang kamu ceritakan tadi.

Pak Gusman : Sepertinya kalian salah memahami apa yang dimaksudkan dalam Al Quran.

Atrisa : Maksudnya pak Gusman?

Pak Gusman : Akan saya bacakan Al A’raf ayat 57 dari terjemahan Indonesia,

Dialah yang meniupkan (يُرِْسِلُ — yursilu) angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.

Pak Gusman : Kata yursilu bukan berarti meniupkan. Mungkin lebih tepat diartikan dengan mengirim atau mengerahkan. Kata itu juga digunakan ketika mengirim utusan, itulah kenapa Nabi Muhammad disebut dengan Rasulullah.

Atrisa : Oh ternyata begitu.

Pak Gusman : Dan Ayat itu menjelaskan dengan tentang hujan tepat sesuai kenyataan. Bahwa arah angin menuju kepada daerah yang lebih panas, yang mana itu menjadi tanda sekaligus membawa awan, yang kemudian akan terjadi hujan. Bukan kah hujan seperti itu?

Atrisa : Wah iya pak, Allah benar-benar Maha Besar…

Jiko : Baiklah, itu memang penjelasan yang baik. Tetapi pak Gusman, masih banyak hal mistik yang terdapat di dalam Al Quran, seperti tentang kuasa dan takdir Allah, eksistensi syaitan, perjalanan isra mi’raj Muhammad, hingga alam akhirat.

Pak Gusman : Ada hal yang kita ketahui dengan pasti dan banyak yang tidak, Jiko. Allah menyampaikan dalam Ali-Imran ayat 7, bahwa

Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat (jelas), itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat (alegoris). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.

Pak Gusman : Sehingga cukupkah ayat-ayat yang jelas itu sebagai bukti bahwa Al Quran adalah kitab yang benar dan bukan sesuatu yang dibuat-buat oleh manusia?

Jiko : Saya belum bisa percaya Pak Gusman…

Atrisa : Hah? Bukan kah bukti kebenarannya telah jelas? Kamu ingin bukti seperti apa lagi Jiko?

Jiko : Aku baru percaya jika ada sesuatu yang bisa aku buktikan sendiri, Trisa.

Pak Gusman : Oh… kamu bisa melakukan itu Jiko. Allah menyampaikannya dalam surat Hud ayat 13

Bahkan mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) telah membuat-buat Al-Qur’an itu.” Katakanlah, “(Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (Al-Qur’an) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”

Pak Gusman : Jika Al Quran adalah buatan manusia, tentu kamu juga bisa membuatnya. Jadi kamu coba buat surat semisal Al Quran, baik tentang alam semesta ini maupun tentang bagaimana manusia harus menjalani hidup ini. Masih banyak yang belum diungkap oleh Allah yang bisa kamu tuliskan, Allah sendiri berfirman di surat Lukman ayat 27,

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambakan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya dia Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

Pak Gusman : Dan tentu saja kamu perlu menuliskannya dengan bahasa arab klasik abad 700, tanpa menambahkan terminologi khusus seperti yang ada dalam sains sekarang, dan menyusunnya sedemikian rupa sehingga memiliki nilai sastra. Kamu mau mencobanya?

Jiko : Bapak bercanda? Bagaimana saya bisa melakukan dengan syarat seperti itu?

Jika kamu tidak memenuhi tantanganmu, maka ketahuilah, bahwa (Al-Qur’an) itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwa tidak ada tuhan selain Dia. Maka maukah kamu berserah diri (masuk Islam)?”

Setelah Pak Gusman membacakan Hud ayat 14, seketika ruangan menghening. Baru kali ini Jiko menemui pertanyaan yang menyulitkan dirinya. Sebuah pertanyaan dari kitab agama yang telah berumur 14 abad. Namun itulah yang membahagiakan seorang filsuf, dialektika. Tanpa sadar, Jiko pun tersenyum tipis.

Pak Gusman : Saya rasa, kamu telah menemukan yang kamu cari dengan senyummu itu.

Jiko : Haha… Iya, tetapi aku belum berkeinginan untuk memeluk Islam.

Atrisa : Berarti kamu mau membuat surat semisal Al Quran?

Jiko : Mungkin. Aku tidak tahu. Sebelumnya aku harus mempelajari Al Quran lebih dalam. Kitab itu sangat menarik dan aku sangat menikmati diskusi kali ini. Pak Gusman, boleh kah saya main ke sini lagi untuk dengan berdiskusi dengan bapak lagi?

Pak Gusman : Tentu. Kamu boleh datang ke sini kapan pun.

Atrisa : Eh, ajak-ajak kalau diskusi. Aku juga mau ikut, Jiko.

--

--

Joky Satria Pamungkas

This world is kind. And I write about it. If you want to discuss about my writings, feel free to join my Discord server https://discord.gg/qJ73kQq3Zp