Gen Z, Generasi yang Beruntung?

Emangnya apa sih yang bikin mereka beruntung?

Joshua Eka Pramudya
7 min readOct 9, 2023

Melihat adik-adik kelas saya yang saat ini mulai memasuki angkatan kerja, mereka yang baru lulus kuliah atau bahkan masih berkuliah, dengan jujur saya katakan saya kadang merasa bangga, penuh harap, namun ada sedikit rasa iri. Dengan adanya pandemi di tahun 2020 silam yang mengguncang kehidupan manusia dari berbagai aspek, tentu ini membuat generasi ini “terpaksa” lebih fasih dalam menggunakan teknologi. Alhasil, berbagai kesempatan pun muncul. Mereka pun memiliki seluruh informasi yang mereka butuhkan hanya dalam genggaman tangan mereka. Dan buat mereka yang bijak dan pandai memanfaatkan informasi, mereka punya kesempatan lebih untuk mengakselerasi karier mereka. Tidak banyak mereka yang lebih mudah untuk menemukan jalan karier mereka lebih dini, dan itu membuat mereka jadi punya tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi. Eits, tapi yang menjadi PR terbesar buat sesama Gen Z adalah, bagaimana menjaga mental health karena begitu banyak contoh-contoh mereka yang kelihatan sukses lebih dahulu di usia muda. Jangan sampai karena jiwa kompetitif yang muncul, kesehatan mental jadi korbannya :) (this is a kind reminder for myself, too).

Buat generasi yang lebih senior, tentu ini menjadi peluang yang baik kalau kalian bisa dan berhasil mengambil hati Gen Z untuk berkolaborasi. Gen Z ini mempunyai segudang potensi luar biasa yang tentu bisa memberikan dampak yang tidak terduga bagi roda perekonomian dan kehidupan di Indonesia. Maka, tugas terpenting adalah, bagaimana bukan menjadikan Gen Z sebagai threats, tetapi sebagai sahabat untuk berjalan bersama mengarungi berbagai tantangan dan kejutan yang diberikan kehidupan ke depannya.

Pentingnya obrolan lintas generasi

Akhir-akhir ini, saya sangat tertarik dengan topik obrolan lintas generasi. Di mana di tahun 2023 ini, kita sudah mulai kedatangan angkatan kerja baru dari Gen Z. Namun, generasi yang terkenal dengan kelihaiannya memanfaatkan teknologi untuk perkembangan dirinya ini seringkali dipandang sebelah mata oleh generasi lainnya, apalagi oleh baby boomers dan Gen X. Gen Z dianggap mempunyai kerapuhan karena kebiasaanya memperoleh apa yang ia butuhkan secara instan. Bahkan, muncul juga istilah Strawberry Generation untuk Gen Z, generasi yang terlihat menarik dan imut di luarnya, namun lembek atau kurang gigih di dalam.

Strawberry Generation didefinisikan sebagai generasi yang penuh dengan gagasan kreatif, tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Generasi yang menginginkan perubahan besar, tetapi menuntut jalan pintas dan berbagai kemudahan.

-Rhenald Khasali

Tentu saja, sebagai seorang kelahiran 1997, yang mana usia saya dapat dikategorikan sebagai Gen Z awal, saya tidak terima dong kalau dibilang lembek. Tetapi, mari kita telisik lebih jauh, ada apa gerangan yang membuat generasi lainnya memberikan berbagai stigma dan sebutan itu untuk Gen Z? Apakah ada sesuatu yang menelisik hati mereka dengan kehadiran Gen Z di angkatan kerja saat ini?

Sangat menarik jika membahas pandangan Gen Z terhadap generasi-generasi lainnya, dan cara Gen Z untuk tetap bisa menjalin komunikasi lintas generasi agar buah pikir dan pendapat yang berarti dapat tetap terkomunikasikan dengan baik bersama generasi lainnya. Sayang banget kan, kalau hanya perkara berbeda cara komunikasi, setiap generasi jadi menganggap dirinya paling unggul dan mengesampingkan generasi lainnya.

Sebagai hidangan pembuka, kalian bisa menyaksikan obrolan hangat lintas generasi yang difasilitasi oleh mbak Najwa Shihab ini:

Betapa indahnya ya, jika lintas generasi bisa berbincang hangat seperti yang terjadi di Mata Najwa ini. Namun perlu diakui bahwa membangun cara komunikasi yang relevan dengan setiap generasi pasti memerlukan kerendahan hati tingkat dewa, agar ego kita tidak terbawa.

Kenapa sih, perbincangan lintas generasi perlu diusahakan? Menurut saya ada 2 alasan yang logis:

  1. Generasi yang lebih tua daripada kita, tentu telah hidup di muka bumi lebih lama. Mereka memiliki pengalaman yang lebih kaya dan telah mengalami lebih banyak kejadian (yang baik dan yang buruk; krisis moneter 98, perang dunia II, dll) yang membentuk pola pikir mereka. Ada kebijaksanaan tertentu yang dimiliki oleh generasi yang lebih tua, yang saya rasa baik untuk diserap juga oleh generasi muda. Namun, kita yang lebih muda perlu menarik relevansi antara pengalaman generasi terdahulu dengan kehidupan kita di masa kini. Karena, tentu, tidak semua generasi yang lebih tua mampu memberikan kebijaksanaan / nasihat yang relevan dengan kebutuhan kita.
  2. Pada masanya nanti, generasi Z akan menjadi generasi yang lebih tua juga. Pasti ngga mau dong, generasi yang lebih muda kehilangan respect dengan generasi yang lebih tua. Nah, menurut saya, penting untuk kita bisa belajar saling menghargai generasi lainnya. Tidak melulu soal mendengarkan, menuruti, dan melakukan apa yang pernah dilakukan generasi terdahulu. Tetapi sesederhana, menghargai bahwa generasi yang lebih tua punya pola pikirnya sendiri, yang tidak lebih buruk dari pola pikir zaman sekarang (soal udah gak relevan ini lain perkara lho, ya).

Nah sekarang pertanyaannya, bagaimana cara agar Gen Z (dengan segala kelebihan dan kekurangannya) bisa tetap berdampak dan berdaya guna bagi masyarakat?

Pesan dari Baby Boomers untuk Gen Z

Di tahun 2018, saya bersama beberapa rekan Beswan Djarum angkatan 33 berkesempatan untuk berbincang langsung dengan Bpk. Suwarno M. Serad yang akrab disapa Eyang Warno, seorang tokoh bangsa dari generasi baby boomers, penggagas Djarum Beasiswa Plus yang juga mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap pertumbuhan karakter anak muda sebagai generasi penerus bangsa. Dalam salah satu diskusi kami, ada sebuah nasihat beliau kepada kami yang rasanya sangat sayang kalau tidak dibagikan di sini.

Pesan ini sangat relevan buat kalian yang sedang merancang strategi penerapan program pemberdayaan masyarakat (misalnya KKN) untuk masyarakat di daerah tertentu, atau bahkan untuk kalian yang ingin menyuarakan perubahan di komunitas lingkungan rumah, kantor, sekolah, atau tempat ibadah.

Leadership Developmen dari Djarum Foundation (2018)

Pesan Eyang Warno, alat paling ampuh untuk melakukan pemberdayaan masyarakat adalah dengan komunikasi yang efektif dan efisien. Eyang menyingkatnya dengan sebutan Komunikasi 4P.

Komunitas, apapun bentuk dan kegiatannya, adalah tetap, mereka adalah manusia. Mereka (yang kurang beruntung) relatif tidak sempat mengenyam pendidikan tinggi seperti kalian. Sebaliknya, mereka memandang kalian sebagai orang yang punya ilmu lebih daripada mereka.

Apa saja 4P dalam komunikasi?

Perasaan (P1)

Pandai-pandailah membaca perasaan lawan bicara. Jangan pernah meremehkan perasaan lawan bicara sebelum menyapaikan segala pikiran, pengalaman, dan mengharapkan perubahan. Manusia, sebelum berpikir dan bertindak selalu diselaputi dengan perasaan, yang tidak diketahui oleh orang lain. Kalau sudah yakin orang / masyarakat itu siap berkomunikasi, dengan mood yang baik, barulah kita bisa masuk ke tahap berikutnya.

Pikiran (P2)

Yaitu segala idea, argumen pokok yang menjadi dasar program pemberdayaan. Apa, bagaimana, mengapa, segala teknologi dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya perlu disampaikan. Betapapun hebat kenikmatan yang akan diperoleh, mereka akan sulit percaya dan yakin. (sesuatu hal yang baru pasti akan mengalami retensi / penolakan terlebih dahulu) Perlu tahap berikutnya yang akan bisa meyakinkan.

Perbuatan / Percontohan (P3)

Visualisasikan contoh-contoh nyata yang relevan. Dengan gambaran praktik nyata, pengalaman, dan keterampilan, yang bisa dipahami oleh mereka, niscaya mereka juga punya keyakinan dan akan mau ikut berubah, yang merupakan tujuan terakhir komunikasi 4P.

Perubahan (P4)

Perubahan sikap dari masyarakat untuk menerima dan melaksanakan.

Dengan latar belakang komunikasi 4P, kita perlu siapkan dan laksanakan sikap memberi dan menerima.

Kunci Komunikasi: Take and Give

Komunikasi akan berlangsung kalau ada yang menerima dan memberi. Mereka kaya pengalaman, sedangkan kalian miskin pengalaman, tetapi relatif kaya ilmu. Akui dan hormati segala pengalaman mereka. Jangan menonjolkan diri kehebatan ilmu kalian di kampus. Karena mereka sudah lebih dahulu kaya dengan pengalaman dan keterampilan hidup mereka. Sedangkan kita baru kaya sedikit tentang ilmu pengetahuan yang belum didukung dengan pengalaman dan keterampilan.

Berikanlah ilmu yang kalian miliki, dan jangan segan-segan menerima pengalaman mereka. Dalam momen berharga inilah kalian berkesempatan menerapkan prinsip BPM. Belajar, Praktek dan Mengajar sekaligus, di lapangan. Dengan apa yang telah dijarkan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantoro, 3N. Terapkan Niteni, Niroké, Nambahi, baik di produk, proses, atupun pola berpikirnya. Semuanya berawal dari mereka, komunitas. mereka menikmati, kalian yang jadi agen perubahan.

Mengenal Gen Z lebih jauh

Tak kenal maka tak sayang, agar makin sayang dengan Gen Z, yuk kita berkenalan dengan ciri khas Gen Z, melalui sebuah artikel dari McKinsey (2023). Gen Z saat ini merupakan generasi kedua termuda, di antara milenial dan generasi Alpha. Generasi ini bertumbuh di bawah bayang-bayang perubahan iklim, lockdown akibat pandemi, dan kecemasan akan keruntuhan perekonomian.

Sumber: McKinsey (2018)

Di dalam artikel lainnya, McKinsey (2018) menyebutkan ada 4 perilaku yang menjadi ciri khas Gen Z. McKinsey menyebutkan bahwa Gen Z adalah generasi yang mencari kebenaran. Generasi ini merasa nyaman karena tidak hanya mempunyai satu cara untuk menjadi dirinya sendiri. Penggembaraan pencarian jati dirinya menghasilkan kebebasan berekspresi yang lebih besar dan keterbukaan untuk memahami keunikan setiap individu. Unik sekali, kan?

Yuk kita kenali, empat perilaku ciri khas Gen Z:

Identitas yang Tak Terdefinisi

Generasi Z tidak hanya mendefinisikan dirinya melalui satu stereotip saja. Mereka bereksperimen dengan beragam cara untuk menjadi diri mereka sendiri dan membentuk identitas diri mereka seiring berjalannya waktu. Mereka terus-menerus mengevaluasi sejumlah informasi dan pengaruh yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Bagi mereka, dirinya adalah tempat bereksperimen, menguji, dan berubah.

Communaholic

Gen Z sangat inklusif. Mereka senang untuk menjadi bagian dari berbagai komunitas yang memperjuangkan tujuan hidup mereka, tentunya dengan memanfaatkan mobilisasi yang dapat dimungkinkan oleh teknologi. Mereka menghargai adanya komunitas online, karena memungkinkan orang-orang dengan kondisi ekonomi yang berbeda untuk terhubung dan bergerak berdasarkan tujuan dan kepentingan.

Mengutamakan Dialog

Generasi Z percaya akan pentingnya dialog dan menerima perbedaan pendapat di dalam kelompok / institusi tempat mereka berada. Mereka dapat berinteraksi dengan kelompok yang memiliki nilai-nilai yang berbeda tanpa meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya secara pribadi, sehingga generasi ini percaya bahwa perubahan harus dimulai melalui percakapan. Daripada menghindari dari suatu institusi sama sekali, Generasi Z lebih memilih untuk terlibat dengannya untuk mendapatkan apa pun yang masuk akal baginya.

Realistis

Gen Z, yang memiliki banyak sekali informasi, lebih pragmatis dan analitis dalam mengambil keputusan dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka sangat menghargai mengetahui apa yang terjadi di sekitar mereka dan memegang kendali. Generasi ini juga lebih nyaman menimba ilmu secara online dibandingkan di lembaga pembelajaran tradisional.

--

--

Joshua Eka Pramudya

Curahan jiwa seorang pemuda biasa dengan mimpi luar biasa✨