Lagi-lagi Ada Hati yang Terluka

noela
2 min readMar 13, 2023

Deru bising motor itu terdengar begitu kencang membelah heningnya malam. Jalanan sudah sangat sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu-lalang, bisa dihitung jari.

Dibalik helm full face-nya, Nagi menggertakkan gigi kuat-kuat. Ia cemas bukan kepalang. Ia teramat kesal, mengapa dirinya tak menunggumu saja hingga rapat organisasi selesai. Mengapa ia tak berinisiatif untuk menjemputmu lebih awal. Mengapa ia malah membiarkanmu hingga malam-malam sekali berada di luar. Sungguh tak terhitung lagi penyesalannya karena memilih menunggu kabar darimu alih-alih bertindak berdasarkan keinginannya.

Baru kali ini Nagi merasa waktu perjalanan menuju kampus begitu lama. Ia mengutuk jarak antara indekosnya dengan kampus yang terasa begitu jauh. Rasanya tak pernah selama ini sebelumnya. Namun, tidak mungkin juga ia menambah kecepatan lebih dari ini atau celakalah dia.

Memakan waktu sepuluh menit hingga akhirnya Nagi tiba di area kampus. Ia sedikit memelankan laju motornya, sembari menelisik dengan seksama setiap jalur yang ia lalui, mencari keberadaan dirimu.

Ia sudah pergi ke gedung fakultasmu, ke tempat yang sekiranya memungkinkan untuk dijadikan tempat rapat organisasi, juga ke sekre tempat biasanya kamu berada. Nihil. Seakan takdir tak memihak, Nagi tak kunjung juga menemukanmu. Ah, sekarang dia sedikit kesal padamu karena ponselmu tidak aktif. Kemana lagi ia harus mencari?

Nagi kini berada tak jauh dari halte kampus. Matanya menyapu setiap area tanpa ada yang terlewat. Pandangannya terhenti di halte, lebih tepatnya pada sosok yang ia lihat disana. Ia menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatan karena penerangan di sekitar halte sedikit remang.

Tak salah lagi, Nagi yakin seratus persen bahwa seseorang yang berdiri di halte itu adalah kamu. Kamu sedang menangis, tetapi tidak sendiri. Ada seseorang juga disana, memelukmu erat sambil mengusap-usap pelan punggungmu, menenangkanmu agar tak lagi menangis. Nagi sangat mengenali sosok pria yang memelukmu, orang yang ia anggap sebagai saingan, Michael Kaiser.

Hatinya mencelos.

Sakit. Sangat sakit. Rasanya seperti dihujam ribuan jarum yang sanggup melukai hatinya, kemudian hancur berkeping-keping. Ia sangat bersyukur melihatmu, tetapi situasi ini bukanlah yang Nagi inginkan. Harusnya ia yang berada disitu. Harusnya ia yang memelukmu. Dan harusnya ia yang menenangkanmu, bukan Kaiser.

Nagi mengepalkan tangan kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Sebentar lagi telapak tangannya akan terluka oleh kukunya sendiri. Dia kesal. Tidak, dia marah. Sangat marah pada dirinya sendiri. Lagi-lagi, ia tertinggal satu langkah.

--

--

noela

idk what to write here. let’s start with things i into it. i like cat, green tea, and night.