Melanjutkan apa yang menjadi judul tulisanku kali ini, tentang kebaikan manusia. Entah karena sebab apa, bisa jadi usia yang semakin mendewasa, atau bisa jadi pikiran yang semakin matang dalam membaca sekitar, atau andil firasat dan intuisi tentang menilai manusia, tak ada yang pasti yang jadi sebab akarnya.
Hanya saja, membicarakan kebaikan manusia, pasti pernah kita jumpai seseorang yang kebaikannya jujur, ada yang tulus, ada pula karena motif tertentu bahkan ada juga hanya kepura-puraan. Entah itu kita tahu hanya sebatas tahu atau bahkan kita punyak bukti pembenaran atas penilaian kita pada kebaikan orang lain tersebut.
Lalu mengingat lagi, bahwa artinya melihat kebaikan manusia adalah hal yang cukup abstrak, maka seseorang yang bisa menjelaskan rinciannya sangat bagus, karena itu hal yang susah dijelaskan. Andaikan informasi itu dibukukan dan menjadi acuan seseorang untuk mengerti atas kebaikannya pada orang lain, itu akan sangat membantu. Artinya, setelah manusia bisa merinci hal abstrak itu, dia bisa mengatur dan memilih untuk berlaku baik.
Tapi pernahkah kalian melihat atau bertemu manusia baik, yang benar-benar baik. Jadi kebaikan-kebaikanya terasa murni dan menenangkan. Jika orang lain berbuat baik karena tahu konsekuensi dan motivasi perbuatannya, manusia baik yang murni ini dia berlaku baik bahkan karena dia tidak tahu bagaimana berlaku tak baik.
Jadi kalau boleh di simpulkan, orang yang “memilih” melakukan kebaikan karena merinci kebaikan itu, adalah orang yang bisa menyampaikan rincian informasi tentang sebuah kebaikan manusia dan mengajarkan lewat narasi ucapan, dan orang kebaikannya “murni” adalah wujud informasi tentang sebuah kebaikan itu sendiri dan mengajarkan orang lain dengan contoh perilakunya.
Maka, orang pertama adalah orang yang mengerti dan memahami kebaikan manusia, sedangkan orang kedua adalah manusia baik itu sendiri.
~Malang, Maret 2023_Jeda Cafe
