Pringgitan, Mamah dan ikan bakar.

Soe
4 min readDec 15, 2022

--

Gerbang hitam indekos Juanda terbuka. Kepala lucu milik kekasih Panglima menyembul lucu.

“Eh cintaku sudah turun.” Ucap Panglima.

“Kamu ni bukannya langsung ke kos malah samper aku dulu.” Celetuk Juanda.

“Walah, ngga mau disamperin apa kamu?” Ucap Panglima sembari menggenggam tangan kekasihnya.

“Ya mau lah, aku.” Jawab Juanda lucu.

Walah, jangan diginiin akunya. Takut kangen brutal. Batin Panglima.

“Sini peluk.” Ucap Panglima, disusul dengan Juanda yang masuki hangatnya pelukan sang kekasih.

“Juju hari ini ngapain aja?” Tanya Panglima.

“Kaya biasa. Tapi tadi lemes soalnya baru ketemu pacarku sekarang.” Jawab Juanda.

Panglima usap punggung kokoh kekasihnya.

“Maaf ya sayang. Baru disamperin sekarang.” Ucap Panglima.

“Ngga papa, akunya paham kok kalo kamu sibuk.” Jawab Juanda.

Keduanya hening, menikmati hangatnya pelukan malam itu.

“Hei, kamunya semangat dong besok.” Ucap Panglima.

“Iya..” Jawab Juanda.

“Aku pamit dulu ya, takut kemaleman. Ya meskipun dah pagi sih ini.” Terang Panglima.

Seperti enggan, pelukan itu sama sekali tidak mengendur. Panglima diam, juga tak mau sudahi pelukan itu.

Isakan mulai terdengar dari bahunya.

“Loh, sayangku kenapa nangis?” Tanya Panglima, sembari mencoba buat lihat wajah kekasihnya.

“Diem dulu kamu, kangen akutu..” Jawab Juanda, dengan tangisan yang kayanya belum mau reda.

“Kamu janji ya, kalo pulang ke aku.” Celetuk Juanda.

Hening menjadi jawaban.

“Ya Pang ya..” Ucap Juanda, mencari jawaban.

“Iya sayang..” Jawab Panglima.

“Iya pulangnya nanti ke kamu.” Bisik Panglima.

Beginilah gambaran anak muda pelukan didepan kos, untung ngga di grebek.

Jalanan malam itu, sungguh lenggang. Menyalip bus malam serta truk pasir, Panglima fokuskan diri ke jalan. Lima belas menit setelah pertemuan dengan kesayangannya, ia rasa sudah dirundung nestapa bahwa dia merindukan Juanda, Kekasihnya.

Belokan demi belokan ia lewati, seakan hafal sudah dengan jalanan ini. Ketempat ia dilahirkan, akhirnya Panglima pulang, kerumahnya.

“Malam Pak Bowo.” Ucap Panglima pada pos jaga.

“Walah den, tumben pulang malam-malam.” Ucap Pak Bowo sembari membukakan gerbang rumah itu.

“Iya pak, lagi kangen Mamah.” Jawab Panglima.

“Iya den, si Ibu juga beberapa kali curhat ke Toni kalo kangen den Laut.” Ucap Pak Bowo.

“Hahaha, kaya ngga apal Mamah aja pak. Yaudah masuk dulu saya.” Celetuk Panglima.

“Siap den.” Ucap Pak Bowo, sembari memberikan hormat.

Panglima lajukan motornya kedalam, ngga banyak berubah rasanya. Selain taman samping yang sekarang terdapat kolam ikan 4x6 meter kira-kira.

Kandang Timur dan Kunyit, German Shepherd yang sengaja di jadikan penjaga rumah juga gitu-gitu aja.

Memasuki garasi, tersisa 4 mobil saja. Tandanya si Papah yang belum pulang. Panglima akhirnya lepas sepatu di undak-undakan rumah.

Layaknya peninggalan belanda, rumah ini agaknya meskipun kita tambah umur ngga akan berasa jadi sempit atau kecil.

“Mamah.. Adek pulang..” Ucap Panglima setengah berteriak.

“Heh, adek jangan teriak-teriak kamu.. Kasihan itu yang lain dah pada tidur..” Jawab Mamah yang juga berteriak dari kamar.

Pintu kamar utama terbuka, menampilkan Mamah yang membenahi coat bulu agaknya buat menutupi baju tidurnya.

“Hehe, Mamahku pasti nungguin ya.” Ucap Panglima cengegesan.

“Idih, kalo bukan karena kangen, ogah Mamah nungguin anak nakal ini.” Ucap Mamah sembari memberikan pelukan buat anak semata wayangnya.

“Sudah makan belum kamu.” Tanya Mamah.

“Adee..” Setengah berteriak Mamah tiba-tiba.

“Adee..” Teriak Mamah kedua kalinya.

“Ade, hitungan tiga ngga keluar kau. Yakin ku banting PS barumu itu.” Teriak Mamah, yang kemudian disusul dengan keluarnya seorang dari kamar bawah secara buru-buru.

“Hehe, maaf bu. Baru laga bola aku ini.” Jawab Ade.

“Buatkan teh kaya biasa. Sama itu anakku kau tawari lah makanan apa saja yang ada. Susah makan dia, kau temani makan sekalian.” Ucap Mamah kepada Ade.

“Halo Den Laut. Saya Ade.” Ucap orang yang bernama Ade ini. Mungkin umurnya sekitar 22 tahun atau mungkin 23. Menggunakan kaos hijau dan celana training kelihatan seadanya. Jangan lupakan rambut cepak yang khas.

“Halo mas Ade. Panggil saya Laut aja. Kayanya kita seumuran.” Ucap Panglima.

“Ngga papa den, ini manggil nama aja?” Tanya Ade.

“Ngga papa lah, temen kita.” Ucap Panglima sembari memberikan jabatan tangan kepada Ade.

“Mah kayanya aku mau makan ikan bakar di alun-alun depan deh ya.” Ucap Panglima, setelah menjabat tangan kawan barunya ini.

“Bentar Mamah ambilkan uang.” Ucap Mamah dari dalam kamarnya.

“Mas Ade makan ikan kan?” Tanya Panglima, yang di balas anggukan.

“Siip, makan ikan bakar kita.” Ucap Panglima yang dibalas senyuman sungkan oleh Ade.

“Adek inget, ikan bakar aja. Jangan Udang nanti kamu alergi terus ngga bisa tidur.” Ucap Mamah kepada Panglima.

“Ade, ini si Laut temani makan lah dia didepan.” Lanjut Mamah.

“Siap bu.” Jawab Ade.

“Jalan kaki ajalah kita ya. Sini alun-alun dekat.” Celetuk Panglima.

“Ngga capek kah?” Tanya Ade.

“Engga lah.” Jawab Panglima.

“Kau ngga capek, tapi aku.” Caletuk Ade membuat Panglima tertawa.

“Ambil lah motorku. Ngga ku cabut tadi kuncinya.” Ucap Panglima.

“Siap.” Jawab Ade sembari berlari menuju garasi.

--

--