Di dalam perjalanan, Raveena meminta Jarrel singgah di sebuah cafe cake yang memang terletak di jalur perjalanan mereka. Tak hanya singgah, keduanya memutuskan untuk memesan dan mengobrol sebentar. Jarrel bersorak di batinnya, ia sangat girang karena bisa menghabiskan waktu bersama Raveena untuk pertama kalinya. Ini adalah sebuah kemajuan kecil sejak dua tahun ia menyukai gadis itu.
“Selamat ya, Rav, buat novel lo yang baru terbit.”
“Eh, iya makasih kak, tapi barusan kakak manggil aku apa?”
“Rav?”
“Eum...”
“Kenapa? gue salah panggil, ya? aduh sorry—”
“Nggak kok kak, itu sebenernya cuma panggilan dari Ayah sama Bunda, jadi cuma mereka yang tau, makanya agak kaget aja waktu kakak yang manggil gitu.”
“Eh, maaf yah, gue gak tau, kalo lo kurang nyaman gue gak bakal manggil gitu lagi.”
“Gak masalah kak, itu cuma nama panggilan, jadi bebas sih.”
“Gapapa nih berarti?”
“Gapapa, kalo gitu aku juga harus bikin nama panggilan untuk Kakak, di rumah ortu Kakak manggil apa?” Jarrel terdiam. Batinnya tertawa, kini ia sadar bahwa ia tidak memiliki banyak hal yang di miliki oleh keluarga orang lain.
“Gak ada, Jarrel doang.”
“Gitu, ya? Kalo gitu aku bakal manggil Kak Ja, gimana?"
Sial, Raveena sangat menggemaskan di mata Jarrel saat ini.
“Kak Ja?”
“Iya, kenapa? jelek ya?”
“Nggak kok, bagus, gue suka.”
“Syukur deh, berarti kita sama-sama manggil pake awal nama, hehe.” rasanya Jarrel ingin memiliki Raveena saat ini juga.
| Ganendra House
“Makasih yah, Kak, udah nganterin aku pulang, mau mampir dulu gak?”
“Gak perlu, lo masuk gih biar bisa mandi trus bersih-bersih, ini udah mulai malem, gak baik kalo kemaleman.”
“Yaudah Kak, aku masuk dulu, hati-hati di jalan yah.”
“Iyaa.”