Histoire de Chaîne #1

Khansa Ath - Thahirah
4 min readMar 23, 2023

--

Kisah berantai spontan kami.

Sakit.

Sakit.

Sakit.

Sakit.

Semua tubuhku sakit, terutama perutku yang masih ditusuk pisau. Darah keluar banyak sekali. Pandanganku mulai gelap, telingaku berdenging. Apa aku akan mati konyol begini? Pulang kuliah ditusuk orang random di gang sepi?

Tidak! Aku belum mau mati! Aku belum membahagiakan Bapak sama sekali! Aku lelaki muda dan punya masa depan cerah!

Aku masih mau hidup!

****

Tercium udara pekat asap rokok yang sedikit aneh, bercampur dengan amisnya darah. Pandanganku gelap. Tubuhku terasa lengket dan basah. Samar-samar, kudengar suara dua pria yang saling bersahut-sahutan dengan bahasa asing. Rasa sakit merayapi setiap inci tubuhku.

Aku dimana? Di akhirat? Alam Barzah? Tak mungkin. Aku masih merasakan sakit.

Kucoba untuk menoleh ke kiri. Sakit. Sakit sekali. Rasanya leherku seperti patah. Mataku berhasil terbuka. Samar, ada dua pasang sepatu di depanku, berdiri di atas karpet merah. Mataku bergerak memandang sekitar. Sepertinya, aku ada di bawah sebuah kasur besar.

Aku masih hidup. Tapi, kenapa ada di bawah kasur?

“….Lain kali tolong jangan lakukan di kamar, tuan. Susah membersihkannya. Terutama baunya, pasti akan tertinggal lama”. Terdengar suara pria tua yang kesal.

Aku kenal bahasa ini. Ini bahasa Inggris.

“Berisik. Mood ku sedang jelek dan orang bodoh itu terus-menerus meminta uang untuk ayahnya yang sakit. Lagipula dia hanya rakyat jelata”. Suara yang lebih berat menanggapi. Suara yang tenang, namun dingin menusuk.

“Tetap saja, tolong lain kali hati-hati. Tolong tunggu saya menyiapkan kereta untuk membuang mayatnya, tuan Duke”.

Duke? Mayat? Oh tidak. Tempat ini berbahaya. Makanya ada bau darah pekat di seluruh ruangan. Bisa-bisa, aku jadi mayat selanjutnya.

Satu pasang sepatu berjalan menjauh. Terdengar suara pintu bergerak menutup. Sepatu lainnya berjongkok. Orang itu berusaha melihat ke bawah kasur. Aku menutup mataku, menahan napas.

Ini bahaya, ini bahaya! Dia pembunuh!

“Hm? Rasanya tadi kubiarkan matanya terbuka”. Suara Duke kejam itu teras dekat. Jarinya yang dingin menekan-nekan bahuku. Rasa perih menjalar, namun kutahan reaksiku. “Lain kali, kau harus tahu diri. Kalau kau hati-hati tadi, kau tidak akan mati konyol begini”.

Deg.

Kenyataan menghampiriku. Mayat yang dimaksud aku. Aku mayatnya. Jiwaku masuk ke tubuh mayat di abad pertengahan.

Tangan Duke kembali menekan tubuhku, “Tubuhmu masih hangat yah. Dia benar-benar mati atau tidak ya? Seharusnya tidak sih, dengan leher patah begitu mustahil hidup”.

Oh tidak. Jangan cek nadiku. Menjauhlah. Seseorang tolong!

Kepalaku sudah pusing menahan napas. Aku takut keringat dinginku membuat Duke sadar aku hidup. Aku ingin menangis. Ini menakutkan. Aku ingin pulang. Aku ingin merawat Bapak.

“Tuan, tolong jangan sentuh mayatnya”. Suara kakek tua itu kembali, bersama suara roda yang berputar. Sepertinya dia membawa sejenis troli. Kubuka mata kembali, Duke sudah kembali berdiri. Akhirnya, aku bisa bernafas.

Terlihat ada satu sepatu lagi yang terlihat lebih lusuh. Aku kembali memejamkan mata dan menahan napas. Bisa kurasakan tubuhku ditarik dan dimasukkan ke suatu kotak. Troli itu bergerak, keluar dari ruangan Duke. Dari celah kotak, bisa sekilas kulihat sosok pembunuh itu. Mata yang biru dingin, badan yang besar, rambut pirang emas. Matanya tertuju padaku, dia tersenyum dingin.

Apakah dia tahu aku hidup kembali? Atau dia hanya tersenyum karena alasan lain? Yang manapun itu, setidaknya aku sudah lolos darinya.

****

Selama beberapa saat, aku hanya merasakan kotak tempatku berguncang kesana kemari. kemudian, terdengar suara ringkikan kuda dan suara roda kayu yang keras. Ketika aku mengintip, kotakku sudah berada di kereta barang kuno. Sepanjang perjalanan, kulihat lukaku perlahan sembuh dan sakitku memudar . Asumsiku, aku merasuki mayat seseorang di dunia fantasi dan aku memiliki atribut healer. Dengan ini, aku bisa kabur dengan mudah tanpa takut terluka.

“Seraang!”. Suara pekikan nyaring terdengar diikuti puluhan langkah kaki. Aku mengintip kembali dari celah kotak. Kereta diserang. Semua sibuk bertarung.

Dengan kesempatan ini, aku bisa kabur.

Aku mendobrak keluar dari kotak dan lari menuju hutan. Tak ada perampok yang repot-repot mengejarku, namun ada seorang kesatria yang melihatku. Dia mengejar, dengan tangannya siap pada gagang pedangnya.

Sial! Aku bakal dibunuh ditempat!

Aku lari, lari dan lari.

Pohon, tanah, dan tumbuhan semua terlihat sama. Aku merasa tersesat dan putus asa, tetapi aku hanya bisa berlari. Entah berapa waktu berlalu, aku hanya lari. Sayangnya, kesatria itu lebih cepat dariku.

“Hei!” Dia menarik tanganku paksa. Aku menepis tangannya, keseimbanganku lepas dan aku terjatuh ke samping.

Ternyata, disampingku jurang.

Aku terjun bebas menuju kematian.

Bapak, maaf.

****

? Tidak terasa sakit?

Kubuka mataku, kulihat wajah pias ksatria yang mengejarku. Sepertinya, aku sudah jadi arwah. Sial sekali.

Kulihat tubuhku dari atas. menyedihkan. Jelas-jelas badannya patah semua, darahnya mengalir kemana-mana. Kesatria itu pergi. Aku hanya diam, memandangi tubuhku yang sudah tak tertolong.

Beberapa saat kemudian, ada cahaya lembut keluar dari tubuh dinginku.

Tulang-tulangku kembali menyatu, kepalaku yang retak kembali pulih. Satu kedipan kemudian, jiwaku kembali ke dalam tubuh.

Oh, shit. Aku terjebak di tubuh aneh dan tempat aneh ini.

Ternyata aku bukanlah healer. Aku immortal. Tidak bisa mati.

-Bersambung-

****

Maaf kesannya psikopat dan random banget ya. Aslinya ide ini muncul sebagai long story, tapi yaudah lah.

For next part , cek : Elvira Chandra

--

--

Khansa Ath - Thahirah

This is thoheer. I write what i want to write. Just bear with me @v@