KEDUDUKAN PASAL 1238 BW YANG TELAH DICABUT OLEH SEMA NO.3 TAHUN 1963 DITINJAU DARI HIERARKI PERUNDANG-UNDANGAN DAN FILOSOFI HUKUM

Khusuf Komarhana
4 min readNov 18, 2018

--

by Khusuf Komarhana (1751073) — Universitas Internasional Batam

Bagaimana kedudukan hukum Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang telah dicabut oleh Surat Edaran Mahkamah Agung №3 Tahun 1963 ? Silakan kaitkan dengan hierarki peraturan perundang-undangan dan sejarah (filosofis) hukum !

___________________________________________________

Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjadi tidak berlaku lagi dengan keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung №3 Tahun 1963. Hal ini disebabkan karena terdapatnya asas Lex Posterior Derogat Legi Priori yang berarti hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama. Jadi Pasal 1238 KUHPer menjadi tidak berlaku.

Lantas bagaimana jika kita tinjau dari Hierarki Peraturan Perundang-Undangan?

Berdasarkan UU №12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan, Hierarki Peraturan Perundang-Undangan diatur sebagai berikut.

“Pasal 7 : (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).” Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU №12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan

Jika kita lihat dari pasal diatas maka kita tidak dapat melihat SEMA didalamnya. Namun, jika kita lanjut ke Pasal 8 UU №12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan, maka kita akan menemukan titik terang.

Berikut bunyi Pasal 8 UU №12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan.

“(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.”

Dari pasal diatas maka dapat disimpulkan unsur-unsur sebagai berikut.

1. Peraturan perundang-undangan yang tidak tercantum dalam pasal 7 ayat 1 UU 12/2011.

2. Mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat

3. diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Penulis telah menjabarkan unsur-unsurnya, langkah selanjutnya kita akan melihat apakah unsur-unsur tersebut telah di penuhi SEMA 3/1963.

1. Apakah SEMA tercantum dalam Pasal 7 UU №12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan?

Jawab:

SEMA tidak tercantum dalam UU №12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan, sehingga SEMA memenuhi unsur yang pertama.

2. Apakah SEMA merupakan peraturan yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga berdasarkan Pasal 8 dalam UU №12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan?

Jawab:

Iya, SEMA merupakan produk yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung (Pasal 8 UU 12/2011).

3. Apakah SEMA dibuat atas perintah peraturan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan?

Jawab:

Pasal 24 A Undang-Undang Dasar RI 1945 (“UUD 1945”) mengatur MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan undang-undang.

Dilihat dari Pasal ini, MA mempunyai wewenang lainnya yang diberikan undang-undang. Apakah SEMA juga diatur sebagai wewenang MA?

Mari kita lihat Undang-Undang (“UU”) yang mengatur Mahkamah Agung, mulai dari UU №14 Tahun 1985, hingga dua kali perubahannya yakni UU №5 Tahun 2004, dan UU №3 Tahun 2009(selanjutnya disebut UUMA). Ada beberapa kewenangan dan tugas yang diberikan Undang-Undang kepada MA, antara lain:

· MA memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi (Pasal 14 ayat 1 UUD jo Pasal 35 UUMA).

· MA dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada lembaga tinggi negara yang lain (Pasal 37 UUMA).

· MA berwenang memberikan petunjuk di semua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan UU Kekuasaan Kehakiman (Pasal 38 UUMA).

· MA berwenang memberikan petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan.

Dalam literatur kewenangan dan tugas demikian disebut sebagai fungsi pengaturan atau regelende functie MA. Ini juga sejalan dengan rumusan Pasal 79 UUMA, yang mengatur “MA dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini”. (Henry P. Panggabean, 2001: 143). Dalam konteks itulah kita seyogianya membaca produk hukum MA berikut: (i) PERMA; (ii) SEMA; (iii) Fatwa; dan (iv) SK KMA.

Nah, dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwasanya SEMA dibentuk atas dasar kewenangan MA (Pasal 24 A UUD 1945 Jo. Pasal 79 UUMA). Yang berarti dengan ini telah memenuhi unsur yang ketiga. Pemenuhan ketiga unsur tersebut bermaksud bahwa atas kewenangan MA dari UUD 1945 yang notabennya merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi maka Pasal 1238 BW menjadi tidak berlaku lagi.

Berdasarkan asas Lex Posterior Derogat Legi Priori dan kewenangan MA dalam UUD 1945 maka Pasal 1238 BW menjadi tidak berlaku lagi

Daftar Pustaka

UUD Negara Republik Indonesia 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

UU №12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan

Surat Edaran Mahkamah Agung №3 Tahun 1963

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6102/kekuatan-hukum-produk-produk-hukum-ma-(perma,-sema,-fatwa,-sk-kma

--

--