kayy
3 min readApr 8, 2023

Raka mengelap keringat di dahinya. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam. Setelah membalas chat dari adiknya, ia segera berpamitan kepada teman-temannya untuk pulang terlebih dahulu.

“Bro, gue balik duluan ya. Mama mesen martabak soalnya,” ucap Raka sambil membereskan sepatu dan handuknya.

“Siap, titip salam buat tante. Bilangin Agha kangen,” kata Agha lalu tertawa bersama yang lain.

“Jijik,” desis Raka.

“Tiati, Ka. Salam buat mama lo ya.” ucap Rian.

Raka lalu bertos dengan teman-temannya dan segera keluar dari gor. Ia menyalakan motor Scoopy-nya serta menancap gas.

“Mas, martabak telur satu yang spesial sama martabak manis topingnya coklat keju satu ya, dibungkus.” ucap Raka kepada si penjual.

“Siap, Mas. Ditunggu ya,” jawab penjual martabak tersebut.

Raka berbalik dan mendapati seorang gadis sedang duduk dan memperhatikannya.

“Kok lo bisa disini?” tanya gadis tersebut bingung.

“Ya bisalah. Deket rumah gue. Lo juga kenapa bisa disini?” tanya Raka balik kepada gadis itu.

“Deket rumah gue juga,” jawab si gadis.

“Lo kesini naik apa?” tanya Raka lagi.

“Jalan kaki,”

“Jalan kaki? Ya Allah, bahaya Sa. Nanti pulangnya gue anter aja ya?” tawar Raka kepada gadis di depannya. Yap, dia adalah Sasa.

“Gausah kali, udah biasa.” tolak Sasa secara halus.

“Bahaya ngga ada yang tau. Gue anter lo pulang.” tegas Raka. Sasa berdecak kesal.

“Lo ngga takut sendirian gini, Sa? Udah malem banget.”

“Engga, gue lagi pengen martabak manis jadi terobos aja,” jawab Sasa seadanya.

“Yaelah, tau gitu lo bisa minta tolong gue biar sekalian,” ucap Raka.

“MANA GUE TAU KALO LO MAU BELI MARTABAK!” Sasa berbicara dengan sedikit keras. Ia sebal dengan lelaki didepannya.

“Ohiya ya? Hehe maaf atuh,” kata Raka dengan cengengesan.

“Terserah,”

“Permisi, neng. Ini martabak manisnya ya,” penjual martabak datang dengan membawa satu plastik putih dan menyodorkannya ke arah Sasa.

“Ohiya, makasih ya, Mas.” Sasa menerima plastik tersebut. Saat ia mau memberikan uang kepada si penjual, ucapan Raka membuat pergerakan tangannya berhenti.

“Punya dia biar sekalian saya bayar aja, Mas.”

“Oke. Ditunggu sebentar ya, Mas,” ucap si penjual. Ia segera pergi dan melanjutkan membuat martabak.

“Ngga usah, Kak. Gue jadi ngga enak, udah dianter malah dibayarin martabaknya juga,” tolak Sasa merasa tak enak

“Nggapapa kali, sekalian.” jawab Raka enteng.

“Beneran nggapapa?”

“Iya, Sa. Lo kaya sama siapa aja si? Ya walaupun kita baru kenal, kan ngga ada salahnya? Lagian juga lo adek dari sahabat gue. Jadi santai aja.” jelas Raka kepada Sasa. Sasa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Ini, Mas. Martabak telur sama martabak manis,” ucap si penjual. Setelah Raka membayar martabak tersebut Ia dan Sasa segera menuju motor Raka. Mereka segera beranjak dari warung martabak itu.

Selama perjalanan, Raka dan Sasa berbicara banyak hal dan saling melontarkan candaan serta ejekan. Dengan cepat mereka bisa saling akrab satu sama lain.

“Anjir, gue kaget waktu pertama kali masuk sini tiba-tiba Pak Tugi nyamperin gue, mana sok asik banget lagi,” cerita Sasa sambil tertawa yang diikuti dengan Raka.

“Pak Tugi emang gitu. Lo belum tau aja orangnya suka nyindir murid,” kata Raka sambil menyetir motornya.

“Iyakah? Lo pernah disindir ngga?” tanya Sasa.

“Pernah, waktu gue lagi sama cewe gue di belakang sekolah. Padahal ngga ngapa-ngapain, cuma emang pas ketemunya dibelakang sekolah aja.” jelas Raka.

“Terus-terus?”

“Besoknya pas upacara kan dia jadi pembina upacara ya, langsung ngungkit soal itu. Emosi gue,” lanjut Raka. Sasa yang mendengar itu langsung tertawa.

“Eh, tapi gue denger-denger Pak Tugi ngga nikah?” tanya Sasa setelah tawanya reda.

“Iya, perjaka. Gasuka cewek kali.” jawab Raka.

“Hustt, gaboleh gitu lo,”

“Kan emang bener, Saa,”

Mereka lalu melanjutkan pembahasan yang lain. Mulai dari topik soal guru-guru sampai beberapa masalah di sekolah.

“Sampai. Untung rumah lo ngga belibet arahnya” kata Raka sambil mematikan motornya.

“Engga dong. Rumah Sasa gitu loh,” ucap Sasa dengan bangga.

“Rumah ortu lo kali,”

“Rumah gue juga, kan gue anaknya,”

“Siapatau lo anak pungut,” ejek Raka.

“ENAK AJA!” sebal Sasa.

“Ngga usah teriak-teriak anjir. Budek kuping gue,” ucap Raka kepada Sasa.

“Suka-suka gue,” jawab Sasa.

“Yaudah masuk sono lu, gue takut lo diculik gembel,”

“Berisik banget lo, Kak. Tapi makasih ya,” kata Sasa.

“Sama-sama. Jangan sering keluyuran malem-malem lo. Kalo bisa jangan deh, gue yang ngeri.” ucap Raka.

“Iya deh, hati-hati,”

Raka menyalakan motornya dan segera melaju dengan kecepatan sedang.

“Bawel banget, mana jamet lagi.” ucap Sasa kepada dirinya sendiri.

Ia segera masuk ke rumahnya, tak sabar menyantap martabak manis yang baru ia beli.