kurnianturi
9 min readJan 12, 2018

Bandwagon Effect dan Snob Effect, Lifestyle sebagai Stimulus Permintaan

Kebersediaan konsumen dalam menentukan permintaan suatu produk dipengaruhi oleh banyak variabel meliputi antara lain: (1) harga barang atau jasa; (2) selera dan preferensi konsumen; (3) jumlah konsumen; (4) pendapatan konsumen; (5) harga barang lain yang terkait; (6) jumlah barang tersedia; dan (7) harapan konsumen terhadap harga mendatang. Sudah barang tentu beberapa variable lain yang relevan masih bisa ditambahkan, seperti misalnya variabel segmen sosial.

Dalam bentuk fungsional, hubungan yang menunjukkan keberadaan permintaan sebagai dependent variable yang dipengaruhi oleh variabel-variabel yang telah disebutkan tersebut bisa disederhanakan sbb.:

Q = f (Px, T, C, I, Pn, R, E, O)

Keterangan:

Q = kuantitas barang atau jasa X

Px = harga satuan X

T = selera dan preferensi konsumen

C = jumlah konsumen

I = pendapatan konsumen dan distribusinya

Pn = harga barang atau jasa lain yang terkait

R = kisaran barang atau jasa tersedia bagi konsumen

E = harapan (expectation) konsumen terhadap harga mendatang

O = variabel lain yang turut berpengaruh.

Kurva permintaan akan bergeser ke arah kanan atas (sehingga individu meminta lebih banyak komoditi dalam setiap harganya) jika pendapatan konsumen meningkat, jika harga komoditi substitusi meningkat atau harga komoditi komplementer menurun, dan jika selera konsumen untuk komoditi terus meningkat. Secara sosiokultural, terminologi permintaan (demand) muncul dalam menghadapi keterbatasan dan kelangkaan sumberdaya dalam memenuhi keinginan konsumen. Pada saat tidak ada keterbatasan dan kelangkaan sumberdaya, manusia memenuhi kebutuhan dirinya (need) dengan sangat mudah. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan ini, dalam peradaban kemudian, manusia harus memilih komoditas tersedia yang sesuai dengan keinginannya sebagai makhluk hidup yang berakal dan berselera. Pada saat itulah telah terjadi perubahan sangat besar. Dari sekedar pemenuhan terhadap kebutuhan bergeser menjadi proses seleksi atas beberapa komoditas yang memenuhi syarat dan selera keinginan (want).

Sebagai ilustrasi sederhana bisa diambil pola pemenuhan pakaian sebagai kebutuhan dasar manusia dan mobil sebagai alat transportasi.

Pada saat inilah sesungguhnya suatu fenomena sosial telah terjadi. Faktor yang mendasari permintaan suatu produk tidak sekedar sebagai pemenuhan atas kebutuhan hidup saja, tetapi pemenuhan juga atas pertimbangan perkembangan tren yang sedang digandrungi banyak orang, selera, dan keinginan (want) telah banyak mewarnai konsumsi pasar. Perubahan dalam salah satu dari variabel-variabel penentu permintaan akan menyebabkan kurva permintaan pasar dari suatu komoditi akan bergeser ke arah yang sama (dan sebagai akibatnya) dengan pergeseran kurva permintaan individual. Perlu diperhatikan bahwa kurva permintaan pasar merupakan jumlah secara horizontal dari kurva permintaan individual.

Definisi permintaan telah disederhanakan dengan menonjolkan hubungan dua variabel, antara variabel harga dan kuantitas barang yang akan diambil konsumen. Dalam pendefinisian ini variabel-variabel lainnya dianggap tidak berubah (ceteris paribus). Berdasarkan bentuk hubungan sederhana ini, pola hubungan akan lebih mudah dipahami. Pada umumnya hubungan dua variabel ini memiliki karakter hubungan yang negatif. Pada saat harga produk sangat tinggi, maka konsumen akan cenderung membeli produk tersebut dalam jumlah yang lebih kecil, dibandingkan pada saat harga barang atau jasa tersebut lebih rendah; begitu pula sebaliknya.

Dalam realita kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa “penyimpangan” permintaan.

Pada umumnya, karakter individual dalam masyarakat luas memiliki kecenderungan yang hampir seragam, kendati beberapa “penyimpangan” permintaan individual merupakan fenomena sosial yang mudah ditemukan dalam dunia nyata.

“Penyimpangan” yang paling mencolok adalah suatu watak konsumsi yang disebut bandwagon effect dan snob effect.

Bandwagon effect menunjukkan kecenderungan sosial yang diderita oleh sebagian konsumen yang konsumsinya ikut-ikutan terhadap konsumsi orang lain. Sementara itu, snob effect ditunjukkan oleh kondisi di mana konsumen akan tertarik untuk membeli produk yang ekslusif dan mahal contoh produk-produk high class yang akan diburu karena mendongkrak gengsi, namun akan dijauhi ketika banting harga. Kelompok konsumen ini justru cenderung menekan konsumsinya pada saat konsumen lain melakukan konsumsi terhadap barang yang sama.

Kelompok Bandwagon termasuk kelompok konsumen yang belakangan masuk ke dunia konsumsi suatu produk (dalam hal ini dicontohkan sepatu sneakers putih dan mobil keluaran terbaru) setelah melihat kenyataan bahwa rekan-rekannya telah melakukan konsumsi ini sebelumnya dan telah menjadi tren pada periode waktu saat itu. Kelompok konsumen ini beranggapan bahwa konsumsi produk-produk ini merupakan lambang modernitas dan “kekinian”. Orang kadang melakukan permintaan terhadap suatu komoditi karena orang lain membelinya dan agar tampak “mengikuti mode”. Hasilnya adalah efek kereta (bandwagon effect) untuk “menyamai seseorang”.

Ini cenderung menyebabkan kurva permintaan pasar menjadi lebih datar daripada yang diindikasikan oleh penjualan horizontal secara sederhana dari kurva-kurva permintaan individual.

Pada Gambar kurva di atas, sumbu X menunjukkan jumlah unit barang yang bersangkutan. Misalkan konsumen berpikir bahwa hanya 10 ribu orang yang telah membeli barangnya. Diasumsikan ini adalah jumlah orang yang relatif kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk kota wilayah tersebut. Akibatnya, seseorang hanya memiliki sedikit dorongan untuk membeli dan memuaskan naluri mereka dari segi lifestyle. Namun, beberapa orang mungkin masih membeli karena memiliki nilai intrinsik untuk mereka. Dalam hal ini permintaan akan barang ditunjukkan oleh kurva permintaan D10.

Diasumsikan seseorang mengira 20 ribu orang telah membeli barang tertentu. Hal ini meningkatkan daya tarik yang lebih tinggi. Akibatnya, orang tersebut terinduksi untuk membeli barang tersebut agar tetap hidup dalam mode atau gaya. Hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang yang menyebabkan kurva permintaan untuk barang bergeser ke kanan pada D20. Jika orang percaya bahwa 30 ribu orang telah membeli barang yang dimaksud, ini akan meningkatkan daya tarik barang dan sebagai akibatnya kurva permintaan bergeser pada D30.

Dengan demikian, semakin banyak jumlah konsumen yang membeli suatu barang tertentu, maka semakin besar permintaan akan barang tersebut. Ini adalah Bandwagon Effect. Kuantitas permintaan suatu barang yang dibeli oleh seseorang meningkat sebagai respons terhadap kenaikan kuantitas yang dibeli oleh orang lain.

Selain Bandwagon Effect, kuantitas yang diminta dari barang juga tergantung pada harga barang. Jika harga barang yang dimaksud adalah Rs. 100, dan pada 20 ribu orang membeli 20 ribu unit barang, kurva permintaan yang relevan adalah D20. Kemudian, jika harga barang jatuh ke Rs. 50, 40 ribu orang membeli 40 ribu unit barang dan kurva permintaan yang relevan adalah D40. Dengan demikian, kurva permintaan pasar (dalam hal ini kurva DM) adalah penggabungan Bandwagon Effect yang diperoleh dengan menggabungkan titik pada kurva permintaan D10, D20, D30, D40 yang sesuai dengan jumlah 10 ribu, 20 ribu, 30 ribu dan 40 ribu unit barang.

Pergerakan sepanjang kurva permintaan D10, D20, D30, dan D40 secara individual mewakili berapa banyak kuantitas komoditas yang diminta pada berbagai harga jika tidak ada Bandwagon Effect. Jadi, jika harga barang jatuh dari Rs. 100 sampai Rs. 50 per unit, kuantitas yang diminta dari barang akan meningkat menjadi 25 unit barang sepanjang kurva permintaan D20 sebagai akibat dari efek harga murni (pure price effect) ketika tidak ada Bandwagon Effect yang mempengaruhi.

Namun, sebenarnya sebagai akibat turunnya harga dan kenaikan yang diakibatkan dalam jumlah barang yang dibeli oleh orang lain telah menciptakan Bandwagon Effect dan akibatnya harga Rs. 50 per unit, jumlah barang yang dibeli meningkat sampai 40 ribu unit. Terlihat dari analisis ini bahwa Bandwagon Effect membuat kurva permintaan lebih elastis, terbukti bahwa kurva permintaan DM yang menggabungkan Bandwagon Effect lebih elastis dibandingkan kurva permintaan D10, D20, D30, dan D40.

Sementara itu, kelompok konsumen Snob berada pada posisi yang berlawanan dengan kelompok Bandwagon.

Apabila kelompok Bandwagon melihat konsumsi yang berduyun-duyun pada produk tertentu merupakan lambang modernitas, kelompok Snob −dalam analisis saya termasuk kelompok anti-mainstream− merasa bahwa tidak lagi istimewa jika memiliki pola konsumsi yang telah dilakukan oleh banyak orang. Jika mengambil contoh di lapangan, saat ini Adidas mengeluarkan produk kustomisasi sehingga konsumen dapat memesan produk dari Adidas sesuai dengan selera yang diinginkan, seperti desain produk, warna, ukuran, bahkan pada produk Adidas tertentu dapat diberikan label nama konsumen pemesan sehingga lebih menunjukkan eksklusivitas bagi si pemakai. Di tengah semakin maraknya pengguna produk Adidas, ditinjau dari sisi produsen, mereka memanfaatkan niche market dengan mengeluarkan produk khusus yang menyasar kalangan atas dengan kategori kelompok Snob. Dampaknya, kelompok ini tersalurkan keinginannya untuk memiliki produk eksklusif dan seolah menghiraukan harga. Saya sengaja membandingkan produk Adidas dengan model yang dijual banyak di pasaran dengan produk customized Adidas. Memang diketahui bahwa terdapat teknologi yang digunakan Adidas dalam memenuhi pesanan produk customized Adidas, tetapi dapat diketahui bahwa telah terjadi “penyimpangan” teori permintaan jika ditinjau dari dua variabel utama antara harga dan permintaan. Jika dibandingkan dengan produk sepatu sneakers putih Adidas dan produk-produk lainnya yang dijual di kisaran Rp 1,2 juta sampai Rp 1,6 juta, maka tingkat harga produk customized Adidas jauh lebih tinggi dari biasanya, yaitu untuk customized sweater dijual dengan harga $ 215 atau Rp 2,8 juta. Terbukti harga produk yang semakin tinggi, justru membuat kelompok konsumen Snob semakin tergoda untuk membelinya −sesuai dengan ekslusivitas yang didapatkan.

Snob Effect juga bisa dilihat pada produk Supercar Ferrari. Jika dibandingkan dengan produk mobil yang umum dijual dan menjadi pilihan konsumen menengah ke atas, kelompok konsumen Snob cenderung membeli produk yang “berbeda” dan mewah meskipun dengan harga yang sangat tinggi. Apalagi ditambah dengan syarat konsumen bisa memperoleh produk dan layanan ekslusif yang diberikan oleh produsen. Ada 209 unit supercar Ferrari yang diproduksi dan model tersebut khusus diperuntukan untuk top client, dan konsumen loyal Ferrari, yang membeli mobil ini juga dipilih langsung Ferrari. Kriterianya cukup banyak, salah satunya mempunyai hubungan yang baik dengan Ferrari, mempunyai beberapa unit Ferrari, dan aktif mengikuti setiap acara Ferrari di negara asal konsumen (dalam hal ini Indonesia) atau internasional. Ferrari juga tetap berupaya menjaga ekslusifitas, yang memang sudah dilakukan sejak lama sehingga konsumen terus percaya dengan Ferrari. Pelanggan akan dimanjakan, saat konsumen membeli supercar Ferrari, berarti ia membeli sesuatu produk dengan nilai eksklusif dan kulitasnya, sesuatu yang dapat memberikan kesenangan, serta pengalaman yang unik dan tak terlupakan. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan mengadakan acara berkendara bersama seperti yang dilakukan Ferrari Jakarta setiap bulannya sehingga konsumen dapat selalu berpartisipasi dalam setiap acara dari Ferrari.

Snob Effect ini menyebabkan kurva permintaan pasar menjadi lebih curam daripada yang diindikasikan oleh penjumlahan horizontal secara sederhana dari kurva-kurva permintaan individual.

Utilitas yang didapat dari produk mewah yang sangat mahal terutama karena prestige value dan status yang dihasilkan dari fakta bahwa hanya sedikit yang memilikinya. Snob Effect diilustrasikan pada kurva di atas, di mana sumbu X menunjukkan kuantitas yang diminta dan sumbu Y menunjukkan harga. Misalkan D1 adalah kurva permintaan yang relevan ketika orang berpikir bahwa seribu orang memiliki komoditi dengan prestige value atau snob value. Sekarang diasumsikan terdapat 20 ribu orang yang memiliki barang mewah ini, snob value akan turun dan terjadi penurunan permintaan sehingga kurva permintaan bergeser ke posisi kiri (posisi D2). Sekali lagi, jika orang percaya bahwa 30 ribu orang kebetulan memiliki komoditi tersebut, snob value juga akan berkurang. Akibatnya, keinginan atau permintaan akan produk tersebut semakin berkurang dan kurva permintaan bergeser ke kiri. Selanjutnya, jika diperkirakan 40 ribu orang yang memiliki, maka kurva permintaan yang relevan adalah D4.

Jadi, akibat Snob Effect, kuantitas yang diminta mengalami penurunan karena lebih banyak orang yang diyakini seseorang telah memiliki produk tersebut. Jika menghubungkan poin A, B, C dan E yang mewakili jumlah yang diminta pada tingkat jumlah orang yang memiliki komoditas tertentu, maka akan terbentuk kurva permintaan pasar (dalam hal ini kurva DM).

Snob Effect membuat kurva permintaan menjadi kurang elastis. Jadi dengan harga Rs. 35 lakhs per mobil mewah, kuantitas permintaannya adalah 10 ribu. Kemudian jika harga dikurangi menjadi Rs. 15 lakhs per mobil mewah, kuantitas yang diminta akan meningkat menjadi 50 ribu per tahun. Jika Snob Effect tidak ada, maka terjadi penurunan pergerakan kurva lebih jauh di sepanjang kurva permintaan D1. Namun dengan adanya Snob Effect, diasumsikan kuantitas permintaan meningkat dari 10 ribu menjadi hanya 30 ribu mobil. Dengan demikian, pada Gambar di atas, Snob Effect telah mengurangi efek penuh dari penurunan harga dalam price effect sehingga efek bersihnya (net effect) adalah kenaikan kuantitas yang diminta dari 10 ribu menjadi 30 ribu unit.