Zorobin.
Siapa yang tak tahu tentang itu? Sebuah kata yang terdiri dari namamu dan namaku, Zoro dan Robin. Sebuah kata yang diciptakan oleh sekelompok orang-orang yang mengagumi chemistry kita sebagai sepasang kekasih. Yeah… sepasang kekasih yang begitu populer di kampus waktu itu.
Kau ingat? Kita selalu menghabiskan waktu bersama dan tidak pernah ragu menunjukkan kemesraan kita di depan umum. Kita berjalan beriringan dengan jari jemari yang saling terjalin.
Aku ingat ketika kita selalu menjadi topik perbincangan di kampus. Orang-orang iri dengan hubungan yang kita bangun. Mereka memandang kita adalah pasangan ideal. Kata mereka, aku- yang merupakan gadis cerdas sangat cocok dengan dirimu,
seorang pria yang gagah dan jago dalam seni bela diri kendo hingga mereka menyematkan label "couple goal" untuk kita dan memberikan julukan Romeo 'n Juliet versi kampus yang terkenal dengan sebutan ZOROBIN.
Aku rasa, aku setuju dengan mereka.
Kita berdua memang cocok dalam berbagai hal.
Kita kompak dalam berbagai hal.
Kita tak pernah berselisih paham dalam hal apapun.
Kita selalu sepakat dalam berbagai urusan.
Dan terakhir,
kita sepakat untuk berpisah.
Sejak hari itu, hari di mana kita memutuskan untuk mengakhiri semua sandiwara, aku tak pernah lagi mendengar kabar tentangmu. Aku tak pernah lagi melihat sosokmu.
Kini 5 tahun telah berlalu. Dan sekarang di sinilah aku. Duduk di bangku taman di pinggiran danau, tempat di mana dulu kita sering menghabiskan waktu bersama. Di bawah guguran daun momiji. Menikmati semilir angin sore yang berhembus lembut menggoyangkan dedaunan. Memanjakan mata memandang warna-warni bunga yang tumbuh di sekitar taman. Hingga, mataku tak sengaja menangkap sepasang mata tajam yang sangat aku kenal. Mata yang - aku tak memungkiri - aku merindukannya.
Kamu, pemilik sepasang mata itu. Berdiri mematung juga tengah menatapku. Dunia di sekitar kita seakan berhenti. Hanya ada aku dan kamu yang saling menatap.
Dalam diam, aku dapat merasakan kita saling bertukar ratusan pertanyaan. Dan dari berbagai pertanyaan yang aku ajukan dalam diam, ada satu yang terjawab pasti, yaitu bagaimana kabarmu?
Jawabannya adalah kamu baik-baik saja, sangat baik malah. Fisikmu masih sama seperti terakhir kali aku melihatmu. Kekar, gagah, dan otot yang menggembung di mana-mana serta wajah tampanmu masih sama seperti dulu. Aku bersyukur atas itu, sungguh.
Kita saling menatap cukup lama dalam diam, kemudian aku melihat kau mulai menggerakkan kakimu menuju kearahku. Melangkah pelan dengan tetap menjaga kontak mata denganku.
Namun, sebuah suara anak kecil memanggilmu "papa" menghentikan langkahmu. Dia adalah seorang gadis kecil berusia sekitar 3 tahun. Ia berambut hijau lumut, sama seperti rambutmu. Ia memiliki mata biru-hijau yang sepertinya aku pernah mengenalnya. Jelas itu bukan matamu.
Gadis itu memeluk kakimu dan menggumamkan sesuatu, membuatmu berjongkok hingga setara dengan pandangannya.
Aku dapat melihat sebuah senyuman sayang terukir di wajahmu. Senyuman yang belum pernah engkau perlihatkan padaku.
Gadis kecil itu merengek dan menunjuk sebuah perahu angsa yang mengambang di pinggir danau. Aku tahu, ia tengah membujukmu untuk menaiki perahu angsa itu dan sepertinya kamu tidak mampu menolak permintaannya. Kau mengangkat gadis kecil itu dan meletakkannya di salah satu bahu kekarmu hingga sebuah tawa kemenangan mekar di wajah kecilnya yang lucu.
Di sana. Di dekat perahu angsa itu. Seorang wanita berambut hijau gelap tengah tersenyum manis memandangmu bersama gadis kecil itu.
Ah~ sekarang aku ingat siapa wanita itu. Wanita yang memiliki mata persis sama dengan mata gadis kecil itu. Dia adalah kozuki Hyori, adik tingkat kita yang juga adik teman sepermainanmu- momonosuke.
Dia sangat cantik dan anggun. Harus aku akui bahwa kamu sangat pintar memilih pasangan.
Oh~ jadi begini keadaanmu sekarang. Kau sudah bahagia dengan keluarga kecilmu. Entah mengapa ada sedikit kelegaan yang menguap di dadaku.
Selamat ya. Aku turut berbahagia untukmu, sungguh.
Aku hanya bisa mengirim senyum termanis yang aku punya. Hingga dinginnya kaleng soda menempel di pipiku membuatku terkejut dan memutar badan untuk mencari pelakunya.
Aku menemukan seorang lelaki memakai topi polkadot dengan warna putih-hitam dominan dan jenggot tipis menghias wajahnya "Maaf, aku membuatmu menunggu." Katanya sembari mengulurkan tangan, memberi sekaleng minuman soda untukku.
Bukannya menerima minuman dingin itu, aku justru melingkarkan tanganku ke pinggangnya dan membenamkan wajah di perutnya yang six-pack. Aku tahu, meskipun mereka tertutup kemeja abu-abu .
"Ada apa?" Dia bertanya sembari meletakkan tangannya di kepalaku. Aku dapat mendengar kecemasan dari nada bicaranya.
“Tidak ada” kataku seraya menggeleng. “Aku hanya ingin.. memelukmu” tambahku dan semakin mengeratkan pelukanku di perutnya.
Dia diam sejenak sebelum menghembuskan nafas yang mengisyaratkan kelegaan. Kemudian aku dapat membayangkan sebuah senyuman terulas di wajahnya yang selalu tampak serius. Dia mendorongku lembut supaya dia bisa duduk di sebelahku.
Aku merasakan kedua tangannya membalas pelukanku. Akupun melepas pelukanku sebelum kembali memeluknya lagi, hanya untuk membuatku berada dalam posisi yang nyaman.
Aku dapat mencium aroma parfum elegan yang sangat cocok untuknya. Aku juga dapat mendengar jantungnya yang berdetak teratur.
"Aku mencintaimu, Law."
"Aku tahu. Aku juga mencintaimu, Robin."
Selesai
Andai dulu kupaksakan terus bersamamu
Belum tentu kisah kita berdua berakhir bahagia
Kisah yang mendewasakan kita berdua
Meski lewat luka
Satu hal yang kini ku mengerti
Meski berat bibir ini untuk mengucap
Akan s'lalu ada kata selamat
Dalam setiap kata selamat tinggal
-potongan lirik lagu "selamat (selamat tinggal)" by Virgoun ft. Audy-