Lichtstrahl
4 min readNov 23, 2023

--

Netra biru seorang Michael Kaiser jatuh pada sosok mungil pacarnya yang tengah berbaring di atas kasurnya, mengenakan sebuah kaos putih oversize kepunyaan Kaiser.

Pinggang rampingnya terekspos yang membuat Kaiser ingin menyentuhnya.

Pemuda Jerman itu menutup pintu dibelakangnya lalu menghampiri sang kekasih, kedua tangannya menggenggam dua sisi pinggang Bachira, meremas pelan.

“Geli..!” Sontak Bachira menggeliat akibat aksi pacarnya.

Hal itu membuat Kaiser menyeringai, digelitikilah Bachira olehnya, hingga ia mengeluarkan suara tawa nyaring dan polos khas seorang Bachira Meguru.

“Mihya, udah!” Pintanya sambil terengah.

Kaiser tersenyum dan ia merangkak ke atas kasur– tepatnya ke atas Bachira yang masih mengatur nafasnya.

Wajahnya yang merona merah membuat Kaiser semakin gemas. “Cantik.” Ucapnya pelan sambil menurunkan tubuhnya dan mendekatkan wajah mereka untuk sebuah ciuman singkat.

Bachira tersenyum atas pujian itu, kedua tangannya melingkar di leher yang lebih tua, menahan ciuman mereka sedikit lebih lama. “Mihya juga cantik.”

Kaiser tertawa kecil dan balasannya terhadap ucapan itu adalah menciumi wajah sang kekasih.

Hingga perlahan kecupan-kecupan kecil itu turun ke rahangnya, lalu ke leher dan bahunya.

“Sayang. Masih sakit?” Bisiknya pelan.

Bachira mengangguk. “Masih. Jangan dulu.”

“Janji ga masuk.”

“Dih, terakhir kamu janji begitu kita ngewe 3 ronde, yang.”

Kaiser terkekeh, masih sibuk menciumi leher pacarnya itu. “Kali ini beneran. Kan masih sakit kata kamu.”

“Mihyaa~!” Rengek yang lebih kecil.

Kaiser tersenyum, menghisap tanda-tanda kepemilikan kecil di lehernya yang sudah berantakan oleh bekas merah dan ungu dari semalam. “Aku jilat ya? Biar gak sakit lagi?”

“Mihya, gak mau.”

Pemuda Jerman itu bangkit sejenak, menopang tubuhnya dengan kedua tangannya yang berada di samping kepala Bachira. “Beneran gak mau?”

Pertanyaan itu membuat Bachira terdiam. Bibirnya mengerucut dan pandangannya dialihkan. “Tch..”

Kaiser tersenyum, gemas akan tingkah pacarnya. “Kalau gak mau ya gapapa.”

Tangan Bachira terulur, menggenggam lengan pemuda pirang itu. “Jangan masuk.”

“Lidah?”

“Kalau itu gapapa.”

Itu membuat Kaiser tertawa kecil dan bangkit duduk. “Roger.”

“Nama cowok mana lagi itu?”

“Itu semacam ‘oke’, sayang.” Jelas Kaiser sambil tertawa.

Diambilnya beberapa bantal dan disusunnya untuk menopang tubuh kekasihnya itu dengan nyaman.

Lalu pemuda Jerman itu perlahan menurunkan celana boxer yang sedang dikenakan Bachira dan ditaruhnya secara sembarangan di atas kasur luas yang mereka tempati.

Kaiser memposisikan tubuhnya diantara kedua kaki atletik pacarnya yang sekarang terbentang untuknya. Hanya untuknya.

“Aku paling suka kalau Megu begini. Gak ada malunya ngebuka kaki kaya lacur.” Bisiknya sambil menciumi bagian dalam paha Bachira.

“Lacurnya Mihya.” Balas si kecil yang membuat Kaiser tersenyum bangga.

“Lacurnya Mihya.” Ulangnya sambil memposisikan kedua kaki Bachira di bahunya hingga ia bisa bertatapan dengan sumber nikmatnya. Bukan hanya bagi Bachira namun bagi Kaiser pun.

Liangnya yang tetap sempit meskipun keduanya sering melakukan aktivitas seksual. Salah satu dari banyak alasan seorang Michael Kaiser mencintainya– Tentu yang pertama adalah senyum manis bak bunga matahari Bachira, no debate.

“Merah banget ya, ay.” Komentar Kaiser, jari telunjuknya dengan lembut mengusap bagian luar lubangnya, membuat Bachira merinding.

“Ide siapa?”

“Kamu.” Jawab Kaiser dengan mudah.

“Bener.”

“Kamu yang mau coba double penetration. Mana dildo nya lumayan gede.” Lanjutnya. Mengingatkan Bachira bahwa ia yang meminta sang pacar untuk melakukan penetrasi ganda di lubang sempitnya menggunakan dildo silikon kepunyaannya.

Nikmat tiada tara dirasakan oleh pasangan ini di malam sebelumnya namun ini berakhir dengan Bachira yang merasa tidak nyaman alias ‘longgar’ ketika semuanya selesai.

“Tau ga, ay? Kalau di luar itu ada istilah ‘kiss it better’.”

“Hm? Diciumin biar gak sakit? Disini juga ada.”

“Oh?” Kaiser sedikit terkejut dengan fakta itu tapi ia mengangkat bahunya. “That's what I'm gonna do then.”

Tanpa aba-aba, Kaiser menekankan organ tanpa tulangnya ke bagian luar lubang kekasihnya, menarik sebuah desah menggoda dari si kecil.

“Ah… Mihya..”

Shh. Sit back and enjoy, okay?

Bachira mengangguk, matanya terpejam selagi Kaiser menjilati dan melumat lubangnya yang telah didorong melewati batas kemampuannya semalam.

Tubuh kecil Bachira merinding, pinggulnya mulai bergerak mengikuti ritme gerakan sang kekasih. Sensasi nikmatnya mulai terasa dan desahan Bachira semakin mengeras.

Sementara Kaiser tetap ‘melayani’nya dengan baik, tiap jilatannya lembut dan dipenuhi afeksi.

Tujuannya hanya : mengurangi rasa ketidaknyamanan yang sedang dirasakannya dan membuatnya rileks.

Setelah beberapa menit atau mungkin jam, keduanya jelas tidak memperhatikan waktu, Bachira merengek pelan. “Mihyaa… Mau keluar…”

“Boleh, sayang.” Ucapnya simple. Tangannya naik untuk menyentuh kejantanan si manis dan ia bantu kasihnya dengan gerakan memijat dan mengocok, hingga cairan encer putih yang familiar keluar dari uretranya.

“Enak?”

Bachira mengangguk, nafasnya berat karena kenikmatan yang baru saja ia rasakan.

“Gemes banget dah. Laki siapa sih?” Senyum Kaiser sambil ia mengecup kening si yang lebih muda.

“Mihya mau juga?”

Herannya, pemuda Jerman itu menggeleng.

“Tumben?”

“Hari ini tentang Megu. Aku besok-besok aja kalau kamu udah sembuh, oke?”

Bachira tertawa kecil. “Yaudah, terserah kamu.”

Ia pikir setelah ini, selesai sudah aktivitas mereka namun ia cukup terkejut ketika ia melihat Kaiser kembali ke posisi diantara kakinya. “Mihya?”

“Hari ini kita seharian begini aja ya, ay? I love how you taste.”

Memang gila Jerman satu ini. Kalau gini caranya, gimana mungkin Bachira tidak meleleh?

Hari itu menjadi hari yang sangat produktif menurut seorang Michael Kaiser.

--

--

Lichtstrahl

Bungou Stray Dogs & Blue Lock ♡ Lichtstrahl on ao3