Trophy Husband(s)

yAya
4 min readJun 24, 2022

cw // alcohol , toxic family behaviour

Kedekatan Ruby dan Geffie telah menjadi rahasia umum di kalangan publik bisnis maupun entertaintment berkat status menantu dari cucu Saint Group. Keduanya kini seakan bebas untuk bertemu secara gamblang dimanapun, dan setelah itu sederet artikel akan menulis dengan tajuk yang begitu terkenal di khalayak umum : The Trophy Husbands.

Menjadi suami dari seorang biliuner membuat mereka sedikit lelah berkat tekanan dari pihak luar. Dibanding keluarga sendiri, nampaknya khalayak luas lebih suka mengomentari hal yang menurut mereka menarik tanpa memikirkan dampak baik atau buruknya.

Saat ini Saint Group sedang merayakan anniversary nya ke 72. Dinasti keluarga ini amat terkenal baik dalam bisnis lokal maupun mancanegara. Kesuksesannya dalam bidang property dan gas bumi semakin diperluas sejak 1 tahun lalu, kala Saint Group memutuskan untuk menjalin sebuah kerjasama dalam bidang teknologi bersama NASA.

Namun dalam lingkup keluarga, seperti yang berada dalam telenovela, semua yang terlihat menakjubkan belum tentu pertanda baik. Umumnya para cucu akan mendapat pasangan dengan gelar luar biasa dalam bidang apapun untuk dipamerkan kepada satu sama lain.

Menjadi seorang Trophy Husbands merupakan perkara sulit, karena tuntutan kesempurnaan luar dan dalam yang selalu di eksaminasi -tanpa utusan hakim tentunya- oleh para tetua untuk memberi label terbaik atau mengecewakan.

Sedang Ruby tidak memikirkan masalah ini sama sekali, hidupnya saat ini telah dilaminasi bungkus kepalsuan berkat ketelatenan Zev untuk melepaskannya dari ancaman keluarga utama. Dua setengah bulan perjalanan masih terasa lancar hingga hari ini, dan ia berharap semoga rencananya berhasil tanpa ada kecacatan.

Kemampuan Ruby menarik diri dari keluarga utama membuat para tetua pun segan karena kesan untouchable yang dimiliki oleh pria mungil itu. Belum lagi kedekatannya dengan sang Oma dan Opa karena pengaruh cucu kesayangannya, Zev Saxton, membuat sekitar tak ingin mengusik dirinya lebih dalam lagi.

Malam ini ruangan ballroom hotel Saint Group didesain dengan warna putih gading keemasan. Dibalut dengan tema pop tahun 90an, Ruby memakai jas dan tuxedo berwarna silver pilihan Momma tempo hari.

Zev mengitari seluruh ruangan, bercengkrama dengan para anggota dewan, tak lupa ia juga mengenalkan sang suami. Namun saat ini Ruby menyerah karena pegal tersenyum, sehingga ia hanya duduk di pojok ruangan dengan segelas jus apel di tangan kanannya.

Mata rubahnya mengikuti sosok yang kini bergabung untuk duduk berhadapan dengannya,

“Kak Geffie! kakak baru dateng?”

Geffie Arion, pasangan sehidup semati Jayden Yann. Saat ini menduduki posisi dua dalam dinasti Saint karena jabatan CFOnya di cabang utama Dubai.

Sama seperti Ruby, pria manis ini juga tidak begitu digunjing karena kepiawaiannya dalam bidang lukis dan artefak, ia menerima gelar arkeolognya dengan waktu singkat di University of Oxford.

Geffie mengangguk, pria disampingnya yang sedari tadi melingkarkan tangan di pinggang Geffie juga ikut menyapanya,

“Ruby? kita ketemu lagi akhirnya, terakhir kayanya pas pernikahan kalian ya?”

Ruby mengangguk, “iya kak Jayden, mau duduk disini juga?”

“Oh enggak, saya titip Geffie sama kamu aja,” ujarnya seraya mengecup pelipis Geffie dengan manis.

“Sayang, aku pergi dulu ya?”

Geffie mengangguk kaku, gerakan itu sedikit terlihat secara jelas dimata Ruby. Entahlah, ia rasa hal ini mungkin saja baru terjadi ditempat umum karena rasa malu yang dimiliki pria itu. Tanpa mereka berdua sadari, minuman apel yang tadi dicicipi telah ditukar menjadi champagne, dan pelakunya adalah suami dari Geffie.

Kadar alkohol yang dikandung champagne mahal sebagai minuman utama malam ini nampaknya melebihi toleransi alkohol Ruby dan Geffie. Sehingga saat ini pipi keduanya telah memerah, obrolan yang semula ringan berubah menjadi racauan. Sepertinya malam ini Ruby akan menyesali perbuatannya.

Being a trophy husband is hard, isn’t it?” tanya Geffie, sebelah tangannya menopang dagu miliknya seraya menatap keramaian dari pojok kursi ini.

Ruby menggeleng, “i guess?, karena sebenernya label itu gaakan ngelekat di diri aku buat selamanya,”

Pria dihadapannya mengernyit, “maksud kamu?”

“Hahahaha its all fake, kak. Pernikahan aku sama Zev itu cuman hitam diatas putih, gaada yang asli dari semua ini.”

“Aku masih gangerti, Ruby.”

Ruby menyesap alkohol itu sekali lagi, “pernikahan aku cuman pernikahan kontrak, dan rasa-rasanya aku pengen lepas dari ini semua.”

“Kenapa?”

I love him, truly. Tapi karna kontrak bajingan itu bikin aku gapernah bisa bilang hal ini buat Zev. Pathetic, isn’t it?”

“Ruby, aku-”

You don’t have to feel sorry, kak. Lagian ini udah keputusan aku dari pertama ngejalanin semuanya kok. Hidup emang ga selalu indah bukan?”

Geffie tersenyum, ia setuju dengan lontaran kalimat dari Ruby,

“Yup, mine either. Ruby, kalo kamu pikir your life is miserable sometimes, kamu bisa bersandar ke kakak. Tenang aja, kak Geff ada disini buat kamu, we’re connected by blood for a reason.”

“Maksud kakak?”

Percakapan itu terinterupsi karena gerakan tiba-tiba dari Zev. Lengan mungil itu ditarik secara kasar, kilatan emosi dari matanya menusuk diri Ruby jelas.

We’re done here. Dan kak Geff, aku mohon kamu jauhin Ruby.”

©liltauries

--

--