The Answer from God

lirazst
4 min readJul 8, 2023

Ruang tenang penuh damai. Alan Azkara selalu suka suasana nya. Selalu suka rasa aman dan tenang yang ia dapati ketika langkah nya mulai masuki gedung penuh puji. Hanya sekedar dudukkan dirinya di urutan bangku ke lima. Sendirian. Matanya terpejam dengan rosario yang ia genggam dibawah. Tak sedikit rasa gundah yang hinggapi relung Azkara saat hari ini dia kembali disini dengan tujuan berbeda. Dia mau pulang.

Waktu itu dia disuruh untuk cari tahu Alasan dari semuanya. Saat Alan Azkara temukan alasan nya, kini ia bingung apa jawaban pastinya. Alan Azkara bahkan bingungkan dirinya yang pergi jauh dan pertahankan diri selama seminggu di bogor lalu tiba-tiba kembali dengan tujuan yang belum pasti kemujuran nya.

Terlalu membingungkan hingga Alan Azkara hembuskan nafas panjang hingga kosongkan paru-paru nya yang sejak tadi menyimpan sesak. Azkara tak tahu apakah dia sebenarnya butuh waktu lebih lama lagi untuk temukan jawaban. Atau memang tuhan belum kirimkan jawaban nya pada Azkara.

Jawaban tentang sepantas apa Alan Azkara untuk pulang. Apakah yang dijadikan alasan masih harapkan dirinya. Lantas, apakah Azkara tetap menjadi yang kesekian dan tetap korban kan rasa ??

Alan Azkara sempat buka matanya sebentar saat dengar suara pintu besar gereja terbuka dan kemudian tertutup. Tak ada suara. Hanya langkah kaki yang semakin mendekat. Dan Azkara yakini itu bukan Angkasa. Maka Azkara kembali tutup matanya tanpa perduli siapa yang datang.

Langkah itu berhenti di sebelah kanan Azkara. Tampak nya si pemilik tubuh dudukkan diri di deret bangku sebelah kanan.

Lama keheningan. Entah Alan Azkara yang memang hanya fokuskan diri untuk lepas gundah. Atau yang di seberang sana ikut heningkan diri lantaran Azkara tak buka suara.

Tapi sepertinya tidak

never expected to meet you here Alan Azkara”

Terusik. Suara itu asing. Tapi Azkara seakan pernah mendengarnya. Terlebih saat namanya disebut sebegitu lengkapnya. Maka mata terpejam itu terbuka perlahan dan menoleh.

Azkara tau bahwa ia inginkan jawaban. Dan Azkara pun tau kalau tuhan sedang coba kirimkan jawaban. Tapi Azkara tak pernah sangka bahwa jawaban itu bisa menyakiti sedikit dari perasaan Azkara saat lihat wajah itu duduk begitu damai di baris kanan kursi gereja.

Paras nya memang rupawan dengan gelagat penuh kepastian. Tak ada tatapan tajam ataupun wajah masam. Ia hanya duduk begitu tenang dengan pakaian casual namun rapi. Pembawaan nya pun selalu tenang. Dia si pemenang — Zello Adipta.

Nice to see you Zello Adipta” sedikit sarkas. Namun sebisa mungkin Azkara tak ingin ciptakan atmosfer tak enak di rumah tuhan. Lagipun, Zello Adipta tak keluarkan nada sinis. Hanya sapaan clise bagi dua orang yang pernah berduel rasa yang rumit.

“Rumah tuhan emang tempat pulang paling nyaman buat orang kayak kita”

Azkara tak beri tanggapan. Tak mengerti juga maksud nya dengan kata ‘kita’. Sementara itu Zello Adipta menunduk perhatikan jam tangan nya sembari tersenyum tipis.

“Kita itu rumit ya Azkara. Tapi sebenarnya dia lebih rumit —

“Cuma Lo yang mikir dia rumit”

Zello hanya tersenyum saat Azkara potong ucapan nya begitu cepat. Bisa ia maklumi.

“Rebut dia dari gue gak bikin lo ngerti dia kayak gue ngerti dia, Azkara. Gimanapun juga, Annacia gue genggam lebih lama dari lo”

Decakan pelan terdengar dari Azkara

“Annacia itu kayak bunga mawar. Dia cantik tapi berduri. Kalau lo salah genggam, lo berdarah. Dan waktu lo berdarah, dia ngerasa bersalah”

“Seseorang harus jadi vas bunga buat Annacia supaya gak layu dan rapuh. Dan harusnya itu gue. Tapi ternyata dari awal gue gak pernah jadi vas bunga yang biarin mawar nya tumbuh mekar cantik. Gue milih buat genggam dan biarin dia rapuh sampe akhirnya gue luka dan dia layu”

Waktu tak berlalu begitu cepat. Alan Azkara bisa dengar dengan jelas tiap nafas berat yang keluar dari Zello Adipta. Bisa mengerti dengan baik bagaimana Zello Adipta pandang Annacia dari sudutnya.

“Annacia itu gak rumit, Zello. Dia kayak kanvas kosong. Warna apapun gak akan nyakitin dia. Dan harusnya lo bisa jadi warna. Tapi lo milih jadi orang yang buang semua warna nya”

Zello Adipta tersenyum pelan dan angguki Alan Azkara. Sedikit banyak ia setujui. Pahami sudut pandang dan jalan pikiran yang berbeda diantara mereka dari bagaimana cara keduanya pandang satu objek bernama Annacia.

Bila Zello sebut Annacia seperti bunga mawar yang miliki duri. Maka Alan Azkara sebut Annacia kanvas kosong.

Zello Adipta tersenyum

“Lo bisa jadi warna buat kanvas kosong, bahkan bisa jadi vas bunga buat mawar berduri. Kenapa lo masih disini?”

Alan Azkara sandarkan punggung nya sembari tatap kedepan begitu dalam.

“Nunggu jawaban dari tuhan”

Zello tersenyum sedikit getir

Well, jawaban lo udah disini”

Azkara tentu menoleh pada Zello Adipta yang masih tampilkan raut tenang. Duduk tegap sembari menghadap tuhan. Senyum nya tampak damai saat balas tatapan Alan Azkara.

“Lo menang, Azkara”

Hening

“Maaf, jawaban nya sedikit telat. Tapi gue bisa pastiin kalau yang disana masih nunggu lo”

Semakin hening. Seakan yang diajak bicara sedang berhenti bernapas dan jantung nya berhenti berdetak.

“Malam itu, Annacia gak mau gue genggam lagi. Dan malam itu juga, gue bisa liat kalau dia pengen lo pulang”

--

--