Earlier

Elio.
3 min readOct 30, 2022

Di tengah dinginnya malam Halloween, dua pasang manusia yang diketahui sebagai mantan kekasih bertemu di sebuah kafe. Canggung. Itulah suasana yang terjadi. Hawa di sekeliling mereka tidak beda jauh dengan hawa dingin di luar sana.

Sang gadis terlihat lebih tenang dibanding sang lelaki. Setelah memesan menu yang akan menghangatkan tubuhnya untuk beberapa menit kedepan, keduanya hanya terdiam. Si lelaki, yang mengajak bertemu, tidak ada niatan untuk membuka belah bibirnya sedikit pun.

Merasa bosan, Winter, si gadis musim dingin memutuskan untuk memecahkan keheningan diantara keduanya.

“Kamu apa kabar? It has been 8 months, I guess?” Tanya Winter, pertanyaan basa-basi.

Si lelaki mengarahkan netranya pada sosok cantik di depannya. Menatap manik coklat berbinar milik si gadis musim dingin. Cantik. Masih sama seperti beberapa bulan lalu. Ah, bahkan sorot matanya terlihat lebih hidup dibanding saat bersamanya.

“Baik, cuma lagi agak sibuk di kerjaan baru.” Jawab si lelaki.

Alis sang gadis terangkat, “Oooh iyaya, kamu udah dapet kerjaan? Good to hear, selamat ya. Semoga betah di sana.”

Tidak cukup sulit untuk Winter mencari percakapan, ia akan mudah menemukan topik apa yang harus mereka bicarakan. Terlebih, mengingat lelaki di depannya ini adalah teman dari kecil dan berstatus sebagai mantan kekasihnya sejak 8 bulan lalu, Jake.

Obrolan basa-basi mereka berlanjut sampai menu yang mereka pesan sudah datang. Jake mulai terlihat lebih nyaman daripada sebelumnya. Sesaat obrolan pun terhenti, mereka menyantap menu yang disediakan terlebih dahulu. Bukan makanan berat, hanya sebuah cake dan secangkir kopi hangat.

Sampai akhirnya mereka kembali terdiam, persis seperti awal mereka sampai. Baik Winter maupun Jake paham, mereka– oh atau mungkin Jake perlu membahas hal penting. Hal yang menjadi tujuan awal Jake mengajak Winter bertemu.

Tatapan Jake masih sama seperti beberapa menit lalu, menatap lurus pada gadis di depannya yang sekarang sedang asik meminum kopi hangatnya.

Memantapkan diri untuk berbicara, Jake membuka bibirnya perlahan, “Winter.”

Mendongak sedikit kaget, matanya terbuka sedikit lebar, “Eum?”

Sekitar 45 detik terdiam, Jake tidak yakin untuk mengatakan ini. Tetapi, “I’ve really missed you.” Ia mengatakannya secara berbisik.

Meskipun begitu, Winter dapat mendengar dengan jelas bisikan Jake. Lelaki di hadapannya rindu. Rindu padanya. Sudut bibirnya terangkat sedikit. Mengangguk pelan dan menatap netra gelap milik sang mantan kekasih.

I've missed you too.”

Empat kata, hanya sebatas empat kata itu mampu membuat Jake tersenyum. Sorot matanya terlihat lebih berbinar daripada beberapa waktu lalu.

Namun, sebelum Jake membalas ucapannya, si gadis musim dingin melanjutkan, “But I wished you had told me that earlier.”

Kembali meredup, lelaki ini tahu kemana arah pembicaraan ini sekarang. Oh, ya, ia mengakui ia memang melakukan kesalahan fatal beberapa bulan lalu.

“Aku cuma– nggak bisa berenti—"

“Maaf.” Winter kembali menginterupsi.

“Kamu nggak bisa kayak gini. Nggak. Nggak sekarang. Aku… Udah ketemu orang lain. Aku udah jatuh cinta sama orang lain, Jake.”

Ribuan pisau seakan berlomba-lomba untuk menusuk jantungnya. Sakit. Sesak. Tubuhnya mematung untuk sekian detik. Tatapannya masih menuju pada netra si gadis musim dingin, yang berbeda hanya tidak ada lagi binar-binar ceria disana. Ia tahu ia tidak punya kesempatan lagi untuk kembali mendapatkan hati si gadis.

“Oh… Pasti dia nggak sebodoh aku kan? Semoga dia tau kalau dia dapet sesuatu yang berharga.”

Tatapan Winter pada Jake terlihat sulit untuk diartikan, “You really think so?” Kemudian Jake mengangguk pasti.

“Ya…”

Menarik kembali kedua sudut bibirnya keatas, Winter bangkit dan mengambil jaket, beanie, syal dan tas kecilnya.

“Kamu tau gak? Kalau kamu ngomong itu 8 bulan lalu mungkin—”

“Iya, aku tau.” Potong Jake. “Aku tau.”

Melemparkan senyum manisnya pada sang mantan kekasih, “Kalau gitu aku pergi dulu ya? Jay udah nungguin di apart. Kita mau rayain Halloween bareng soalnya.”

Jay? Oh, kekasihnya.

“Ya, mau aku anter gak?”

“Nggak usah, makasih buat traktir cake sama kopinya, Jake. And… Happy Halloween!” Ucap Winter yang kemudian melangkah pergi keluar kafe. Menyisakan Jake termenung menatap punggungnya.

Happy Ex Day, Winter.” Jake tersenyum sedih.

--

--

Elio.

The main character of my life is no one but me.