Coronavirus: Belajar Menari

Larasati K. Mbunpagi Ranudipura
17 min readApr 24, 2020

--

Bagian 1: Kelas Master Menari, atau Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Negara-negara di Seluruh Dunia

Tarian adalah penemuan, penemuan, penemuan.-Martha Graham

Artikel ini merupakan terjemahan dari Coronavirus: Learning How to Dance oleh Tomas Pueyo.

Sebulan yang lalu kami membunyikan alarm dengan Coronavirus: Why You Must Act Now. Setelah itu, kami meminta negara-negara untuk memberi kami jeda dengan Coronavirus: The Hammer and The Dance dan melihat secara detail mengenai situasi di Amerika Serikat dengan Coronavirus: Out of Many, One. Secara keseluruhan, artikel-artikel ini telah dibaca oleh lebih dari 60 juta orang dan telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa.

Sejak saat itu, angka kasus virus corona yang terkonfirmasi telah naik duapuluh kali lipat, dari 125.000 ke 2,5 juta kasus. Jutaan manusia di seluruh dunia berada di bawah tekanan (Hammer): Pemerintah di masing-masing negara telah memberlakukan protokol-protokol pembatasan sosial yang sangat ketat untuk menekan penyebaran dari virus ini.

Kebanyakan negara melakukan hal yang tepat: “The Hammer” merupakan pilihan yang benar. Pemberlakuan protokol pembatasan sosial memberi kita waktu untuk menekan penyebaran epidemi ini dan memikirkan apa yang harus dilakukan di fase berikutnya, “the Dance”, dimana kita akan melonggarkan protokol-protokol pembatasan sosial yang ketat dengan sangat hati-hati demi menghindari munculnya wabah untuk kedua kalinya. Namun menjalankan “The Hammer” sangatlah sulit. Ribuan orang kehilangan pekerjaan, penghasilan, bisnisnya dan kemerdekaannya. Dunia membutuhkan jawaban: Kapan keadaan ini berakhir? Kapankah kita akan melakukan pelonggaran protokol dan menjalani keadaan normal yang baru (the new normal)? Apa yang harus dilakukan untuk sampai ke sana (new normal)? Akan bagaimanakah kehidupan nantinya?

Kapan kita bisa “menari”?

Artikel ini akan menjelaskan kapan dan bagaimana kita akan menari. Lebih tepatnya kita akan menemukan:

  1. Apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman beberapa negara di seluruh dunia?
  2. Protokol semacam apa yang perlu kita laksanakan saat “menari” supaya kita dapat menjalani new normal? Apa yang perlu kita korbankan?
  3. Bagaimana mewujudkannya?

Inilah yang akan anda pelajari:

The Hammer telah memberi kita waktu. Jutaan nyawa telah terselamatkan.
Sekarang kita tahu apa yang perlu kita lakukan untuk menari.
Banyak negara-negara yang telah menunjukkan jalan.
Kita dapat belajar dari kesuksesan dan kegagalan mereka.
Bahkan, kita dapat menari dengan ongkos yang tidak terlalu mahal.
Kita tidak perlu menutup usaha-usaha dan sekolah-sekolah terus-terusan.
Tapi kita perlu memahami langkah-langkah apakah yang diperlukan, karena kita perlu mempersiapkannya sekarang.
Pemerintah memiliki peranan besar untuk dimainkan.
Kebanyakan belum melakukan apa yang sekarusnya mereka lakukan.
Banyak pemerintah yang merasa gelisah untuk segera menyelenggarakan kembali semua keadaan seperti normal sehingga mereka akan terburu-buru tanpa memiliki persiapan.
Banyak negara akan mengalami kemunculan wabah untuk kedua-kalinya.
Bila kita melakukan langkah-langkah ini secara tepat, dalam beberapa minggu kita akan kembali berjalan secara new normal.
Kehidupan kita akan berubah setahun kedepan, namun perubahan-perubahan ini akan menjadi sangat masuk akal.
Perubahan-perubahan ini akan memperkenankan kita untuk menghindari baik jumlah kematian massal maupun keruntuhan ekonomi.

Artikel ini telah berkembang pesat menjadi sebesar buku sehingga kami akan merilis satu bagian per hari daripada merilisnya secara keseluruhan sekaligus. Bila anda tidak ingin ketinggalan, silakan mendaftar newsletter. Hari ini, kami merilis bagian pertama dari artikel: A Dancing Masterclass (Belajar Menari). Ini bagian ke-2.

Mari kita mulai.

1. Keadaan Dunia saat Ini.

Kasus-kasus di seluruh dunia terus meningkat

Namun peningkatan itu menyembunyikan sebuah fakta yang sangat positif: Keadaan semakin membaik.

Beberapa negara masih menghadapi bagian terburuk dari krisis ini. Namun mereka yang mampu mengadopsi langkah-langkah yang perlu mereka ambil berhasil menyelamatkan ribuan jiwa.

Grafik ini menunjukkan satu baris per negara. Bagi tiap negara, semakin merah warna hari tertentu, semakin dekat mereka dengan keberadaan kasus maksimum per hari nya. Negara-negara dengan warna paling merah ke sebelah kanan adalah mereka yang masih menghadapi yang terberat dalam artian pengungkapan kasus-kasus terbaru, sedangkan negara-negara yang memiliki lebih banya hari-hari berwarna kuning / hijau sampai ke akhir gambar telah meninggalkan hari-hari terburuknya. Saya menunjukkan kasus-kasus absolut, tidak berdasarkan populasi (yaitu bukan “per kapita”), dikarenakan saya tidak menilai respon suatu negara, lebih kepada apakah wabah yang terjadi sudah dapat dikendalikan atau belum. Data ini tidak bergantung kepada jumlah populasi suatu negara. Saya memilih negara-negara berdasarkan wilayah maupun kota-kota nya dikarenakan merekalah yang pada level politiknya memiliki efek yang paling besar kepada penanganan krisis ini. Saya tidak menunjukkan perubahan persentasi dari hari ke hari dikarenakan mereka lebih condong kepada pertumbuhan awal. Perhatikan bahwa bagan ini mencerminkan kasuk-kasus resmi: dimana negara-negara yang memperbanyak pengujian akan mendapati lonjakan kasus resmi. Bagan ini tidak mewakili munculnya wabah, hanya pelaporan atas wabah tersebut. Saya sendiri berpendapat bahwa bagan ini merupakan perwakilan yang relevan terhadap kasus yang ada, dikarenakan jumlah keseluruhan kasus tidak diketahui sedangkan kasus-kasus resmi lebih diwarta kan secara luas dan tidak ada rincian berapa banyak pengujian per hari per negara yang dilakukan untuk mendapatkan jumlah kasus resmi tersebut. Beberapa negara bahkan hanya nampak baik di bagan ini dikarenakan mereka tidak menjalankan pengujian yang cukup akhir-akhir ini.

Dari grafik ini, pertanyaan pertama yang akan muncul adalah: Apa yang sudah mereka lakukan? Apa yang dapat kita pelajari dari pengalaman negara lain, baik mereka yang menanggulangi krisis maupun mereka yang menghindari krisis ini sama sekali?

Untuk itu, kita perlu mengetahui dimana negara-negara ini berdiri pada fase the hammer maupun fase the dance.

Links: flag icons from Vathanx, NPIs from Johns Hopkins via epidemicforecasting.org, NPIs from ACAPS

Negara-negara yang sedang menjalankan the Hammer mencapai hampir 60% dari populasi dunia. Jutaan orang telah kehilangan kebebasan untuk bergerak dan mencari penghidupan. Mereka harus memulai kehidupannya kembali, tapi mereka takut, atau tidak bisa.

Inilah mengapa banyak negara yang berada di fase the Hammer merencanakan untuk membuka kembali perekonomian mereka sedikir demi sedikit. Beberapa telah mulai mengaktifkan sekolah-sekolah mereka, yang lain usaha-usaha mereka. Namun lebih banyak belum melakukan apa-apa.

Bagaimana negara-negara yang masih berada di fase the Hammer memproyeksikan bagaimana fase the Dance di masa depan? Bagaimana mereka dapat menyusun sebuah rencana yang dapat mengurangi penularan dan kematian, dimana penduduknya dapat tetap mempercayai bahwa wabah berikutnya tidak akan kembali dan menghancurkan kehidupan mereka lagi?

Dengan menggunakan mesin waktu.

Bernama internet.

Dan masa depan itu bernama Taiwan, Hong Kong, China dan Korea Selatan.

2. The Dance Masterclass: Perjalanan ke Masa Depan

Lorong dimana kita berada sangatlah panjang dan gelap, namun ada secercah cahaya di depan sana. Kita mengetahuinya, karena kita telah melihat bagaimana beberapa negara telah berjalan menuju terang.

Bila kita ingin mengetahui apa yang akan terjadi setelah the Hammer, perhentian pertama di perjalanan kita haruslah di negara yang telah jauh meninggalkan the Hammer. Mari kita langgar larangan perjalanan dan mengunjungi China.

Tarian China setelah the Hammer

Artikel yang menceritakan detai kasus China di sini. Timeline kejadian di sini

China telah bergerak turun dari puncak dimana ada 6.000 kasus baru per hari menuju ke hanya 60 kasus baru per hari. Jumlah ini 2.000 kasus per hari lebih sedikit daripada kasus per kapita di Amerika Serikat. Mereka telah melampaui protokol the Hammer terberat yang disaksikan dunia. Pengalaman orang ini secara singkat menggambarkan bagaimana keadaan saat itu. Inti ceritanya: Semua tutup, semua orang dirumahkan, sepanjang waktu, dalam waktu bermingu-minggu, di mana-mana.

Bagaimana keadaan kehidupan di sana sekarang? Utas twitter ini menunjukkan gambar-gambar di Beijing pada 10 April yang lalu.

Orang-orang kembali bertebaran di jalan-tentunya menggunakan masker. Kebanyakan perusahaan, stasiun pemberhentian bahkan tempat bisnis memiliki pos pengecekan suhu dan kesehatan.

Ini adalah penanda yang ditetapkan pemerintah. Jika penanda yang diberikan hijau, anda memiliki kebebasan untuk pergi ke mana saja, namun bila penanda yang diberikan berwarna kuning atau merah, anda harus segera mengisolasi diri dan dilarang memasuki kebanyakan tempat.

Merupakan pengetahuan umum bahwa pemerintah mensentralisasi semua data dari aplikasi-aplikasi ini (baik terpusat maupun per daerah), untuk mengetahui keberadaan semua orang serta melacak semua orang yang berpotensi tertular.

Perjalanan masih sangat dibatasi meskipun tetap ada, sekali lagi dengan banyak percobaan, dan bagi para pekerja, dilengkapi dengan Alat Perlindungan Diri (APD) yang lebih baik dari sekedar masker.

Sekolah-sekolah masih tidak beroperasi, meskipun beberapa akan mulai kembali buka pada akhir bulan.

Negara-negara dan daerah lain yang paling erat terkait dengan kami adalah Korea Selatan, Singapura dan Taiwan.

Korea Selatan berkaitan sebagai negara pertama yang telah menundukkan wabah dan sekarang telah menari dengan sukses-tanpa memberlakukan lockdown nasional.

Singapura berkaitan dikarenakan ia sempat menari dengan sukses dalam waktu yang lama; kita dapat belajar dari kesalahan-kesalahannya. Sedangkan Taiwan berkaitan dikarenakan mereka tidak mengalami wabah sama sekali meskipun jaraknya begitu dekat dengan Cina.

Mari kita tengok.

Tarian Abadi Taiwan

Taiwan seharusnya mengalami wabah besar dikarenakan ia merupakan tetangga dekat yang memiliki hubungan erat dengan Cina. Yang terjadi malahan, pada tanggal 19 April 2020 negara ini hanya berada di urutan ke 104 dari jumlah kasus positif coronavirus, dengan sekitar 400 kasus secara keseluruhan dan hanya satu-dua kasus baru per hari. Andorra, sebuah negara yang memiliki populasi 300 kali lebih kecil dari Taiwan, memiliki jumlah kasus positif dua kali lebih banyak.

Taiwan mencapai titik ini meskipun tidak melakukan penutupan usaha-usaha, tidak ada nya peliburan sekolah-sekolah dan tidak adanya larangan terhadap kumpul-kumpul. Taiwan tidak perlu menanggung biaya luar biasa besar yang harus dikeluarkan negara-negara lainnya. Bagaimana mereka melakukannya? Sebagai bahan pertimbangan:

Dalam cerita ini, seorang traveller menuturkan pengalamannya mendarat di Taiwan sampai dengan karantina luar biasa yang ia jalani. Beberapa kutipan dari bagian karantina:

Jam 8:30 pagi keesokan harinya, saya dibangunkan oleh suara telpon. Telpon itu berasal dari dewan pemerintahan daerah untuk mengkonfirmasikan di mana saya berada, bahwa saya adalah saya, dan mengecek sejarah perjalanan beserta keluhan kesehatan dan gejala-gejala yang ada.

Pada jam 14:30 sore hari, telpon lain dari dewan daerah kembali mengecek saya. “Pengecekan acak standar, Tuan Chen. Seorang petugas daerah akan mengadakan kunjungan ke rumah anda di jam 15:00. Bagaimana keadaan anda?”

“Saya baik-baik saja, jadi apakah anda menelepon untuk memastikan kami tetap tinggal di rumah?” tanya saya.

“Ya, kami melakukan (pengecekan ini) 2–3 kali sehari. Harap tidak meninggalkan rumah anda dan lakukan tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi keluarga anda. Jika anda meninggalkan rumah, saya yakin polisi akan segera mendatangi anda.”

“Tapi bagaimana anda mengetahui siapa yang meninggalkan rumah mereka? Saya tidak dilacak GPS karena saya tidak menerima ponsel pelacak atau alat apapun di airport?” tambah saya.

“Tidak. Ponsel pelacak tersebut hanya akan diberikan jika anda tidak memiliki ponsel. Karena anda memiliki ponsel pribadi, harap pastikan alat tersebut terus menyala selama 14 hari ke depan. Jika anda kehilangan sinyal telepon, harap kontak kami segera dengan cara lain, jika tidak anda akan menerima kunjungan polisi ke rumah anda…..”.

“Maksudnya saya sudah dilacak…..?

“Betul, anda telah memberikan nomor ponsel anda dan itu sudah cukup.”

Kemudian sebuah pesan yang masuk pada jam 20:30, meminta saya melakukan pelaporan diri ke sebuah nomor lain (di shift selanjutnya).

Saya menelepon dan bertanya kenapa saya harus melaporkan diri sedangkan saya merasa tidak melanggar peraturan apapun.

“Anda mungkin kehilangan sinyal (ponsel) atau tidak melakukan pergerakan apapun dalam waktu yang lama, sehingga sistem (pelacak) mengira anda telah meninggalkan ponsel anda di rumah sedangkan kami tidak bisa mengambil resiko jika anda pergi ke luar (rumah)”. Sang petugas malam menjelaskan pada saya. Jadi sistem pelacak mereka mampu mendeteksi jika anda diam (tidak banyak bergerak)…

Saya akui, program karantina ini luar biasa mengesankan…

-Jonathan Chen

Level kesiapan Taiwan (dalam menghadapi pandemi) ini sangat luar biasa. Ini adalah daftar 100 langkah yang mereka ambil sebelum Maret. Ini adalah beberapa contoh dari daftar tersebut dan sumber-sumber lainnya:

  • Larangan perjalanan awal dan ketat, diperbarui setiap hari.*
  • Mereka mensentralisir pengelolaan produksi masker, dimulai dengan 2,4 juta masker per hari (dua kali lipat kebutuhan mereka sebanyak 1,3 juta masker per hari saat itu)
  • Mereka menentukan harga jual untuk menghindari pengambilan keuntungan, awalnya seharga USD $0.50 per lembar
  • Penalti untuk mark-up harga masker dan barang-barang utama lainnya menjadi 1–7 hari di penjara dan denda sebesar USD $ 167.000.
  • Penyebaran berita hoaks dapat didenda sebesar USD $100.000.
  • Pendeteksian proaktif: mereka menguji semua orang yang pernah mengalami gejala flu tetapi teruji negatif flu, menemukan beberapa pasien positif coronavirus.

Semua langkah di atas terjadi SEBELUM Wuhan ditutup! Kemudian mereka melanjutkan dengan:

  • Para tentara dikaryakan untuk memproduksi masker.*
  • Harga masker resmi turun sampai dengan USD $ 0.20 per lembar pada akhir Februari.
  • Pada akhirnya mereka mampu memproduksi sampai dengan 10 juta lembar masker per hari (untuk popilasi sebanuak 23 juta orang) sebelum bulan Maret berakhir. Masker-masker tersebut dijatah dan ekspor masker dilarang.
  • Database perjalanan dan kesehatan disambungkan, sehingga para pelaku kesehatan profesional dapat mengetahui siapa yang memiliki resiko tertinggi tertular. CDC Taiwan lalu bisa melacak apa yang terjadi di lapangan di waktu yang bersamaan.
  • Mereka (CDC Taiwan) menggolongkan para traveler berdasarkan resiko yang mereka bawa, dari yang bebas memasuki negara dengan pemantauan mandiri sampai dengan karantina wajib.
  • Dukungan karantina dengan makanan dan dorongan semangat.
  • Penegakan karantina melalui sinyal ponsel pribadi masing-masing. Jika mereka tidak memiliki telepon, pemerintah menyediakannya. Tanda dikirim ke pihak berwenang jika handset dimatikan selama lebih dari 15 menit.
  • Orang-orang yang tidak mematuhi perintah karantina rumah diserahkan kepada yang berwajib dan dilacak oleh petugas polisi. Satu pasangan didenda USD $ 10.000 karena melanggar aturan karantina rumah selama 14 hari.

Jika dunia merupakan sebuah kelas dan setiap negara merupakan murid yang menghadapi ujian coronavirus, maka Taiwan merupakan murid dengan nilai terbaik. Dan ia menawarkan bantuan. Jika saya adalah murid lain yang, tentunya saya akan menerima tawaran tersebut.

Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi. Pertama-tama, negara ini dapat melakukan (the Dance) karena Taiwan CDC sudah siap dan memiliki kekuatan luas atas pengalamannya menghadapi SARS di 2003.

Kedua, mereka bekerja cepat dan tepat sasaran, memerintahkan langkah-langkah cegah tangkal nasional setiap hari nya.

Ketiga, mereka menghub ungkan data kesehatan dengan data perjalanan serta mengabarkan kasus positif kepada yang berwajib. Mereka menggunakan teknik standar pelacakan manusia yang dikombinasikan dengan data kesehatan dan perjalanan, tanpa melibatkan pelacakan data pergerakan melalui ponsel atau kartu kredit sejauh yang kami ketahui-kecuali jika anda terinfeksi. Taiwan hanya memiliki sekitar 400 kasus sejauh data 20 April 2020, dimana ini menjadikannya dapat ditanggulangi.

Palu Kecil dan Pisau Bedah Korea Selatan

Korea Selatan merupakan negara pertama yang menundukkan wabah coronavirus tanpa kebijakan Hammer nasional. Tidak ada penutupan restoran, pabrik-pabrik, toko-toko. Tidak ada karantina mandiri. Tidak ada pelarangan acara di atas ukuran tertentu.

Apa yang mereka lakukan? Mereka menggunakan strategi Palu Kecil dan Pisau Bedah.

Kejadian wabah utama terjadi di sebuah kota bernama Daegu, setelah Pasien no. 31 menyebarkan virus kepada lebih dari 5.000 orang yang terhubung dengan gereja Shincheonji — sekitar setengah dari jumlah total kasus yang terdapat di negeri itu sampai dengan hari ini.

Source: Reuters

Di sana. pemerintahan tidak menutup bisnis-bisnis, namun masyarakat memiliki pengalaman dari wabah MERS di tahun 2015 dan segera mengosongkan jalan-jalan bagaimanapun juga.

Mal-mal, restoran, dan jalan-jalan di Daegu, kota terbesar keempat dengan populasi 2,5 juta, menjadi sepi tanpa kegiatan sehingga para penduduknya membandingkannya dengan film bencana.

“Layaknya seseorang menjatuhkan bom di tengah kota. (Kota ini ) seperti mengalami kiamat zombie, ”Kim Geun-woo, seorang warga berusia 28 tahun mengatakan kepada Reuters melalui telepon.

Otoritas kota Daegu menutup taman kanak-kanak, meliburkan sekolah-sekolah, dan menutup perpustakaan umum, museum, gereja, pusat penitipan anak serta pengadilan.

Tapi itu tidak terjadi di luar kota Daegu. Karantina terbatas pada area wabah dan tidak berdampak agresif terhadap ekonomi.

Cara untuk mengukur dampak dari langkah-langkah ini adalah melalui mobilitas: Berapa banyak orang Korea Selatan yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain selama beberapa bulan terakhir? Cara terbaik untuk melihatnya adalah membandingkan mobilitas mereka dengan negara palu berat(heavy hammer): Spanyol.

Lalu bagaimana Korea Selatan mengontrol epidemi tanpa memberlakukan heavy hammer? Dengan mengetahui siapa yang sakit dan mengkarantina orang-orang yang melakukan kontak dengan mereka.

Untuk mengetahui siapa yang sakit, anda perlu menguji sebanyak orang yang anda mampu.

Kita semua mendengar mengenai pengujian luar biasa mereka, dari drive-through sampai booth telepon, dimana pengujian bisa dilakukan hanya dalam 7 menit.

Hasilnya adalah salah satu operasi pengujian paling intensive di dunia.

Kami memilih persentase pengujian yang ternyata positif dikarenakan ini adalah jalan terbaik untuk menilai seberapa baik suatu pengujian. Kami membahasnya di artikel terakhir kami, Coronavirus: Out of Many, One. Jumlah total pengujian akan menjadi sia-sia jika suatu negara (memiliki kawasan) besar atau terdapat terlalu banyak kasus. Pengujian per kapita akan menjadi tidak masuk akal jika kasus yang terjadi terlalu sedikit. Namun persentasi rendah dari kasus positif mencerminkan bahwa sebuah negara melakukan pengujian lebih banyak daripada masalah yang mereka hadapi. Sebagian orang setuju dengan pendapat ini

Negara-negara yang kewalahan oleh kasus-kasus, seperti Prancis atau Inggris, tidak memiliki cukup kit untuk menguji semua orang. Bahkan negara-negara seperti Jerman atau Singapura, yang dulu bisa menguji hampir semua orang, tidak bisa lagi melakukannya dikarenakan wabah yang mereka hadapi.

Sementara itu, negara / wilayah seperti Taiwan, Hong Kong, Vietnam atau Korea Selatan semuanya melakukan cukup banyak pengujian sehingga kurang dari 3% hasil tes mereka positif. Mereka tidak hanya menguji orang dengan gejala. Mereka menguji semua orang yang telah berhubungan dengan mereka. Bagaimana mereka tahu? Dalam kasus Korea Selatan, melalui salah satu sistem penelusuran kontak paling canggih di luar Cina.

Pemerintah Korea Selatan memiliki akses ke data ponsel, data kartu kredit, dan data CCTV selama epidemi, hasil dari undang-undang yang disetujui setelah merebaknya MERS:

“Kami memiliki undang-undang yang direvisi untuk memprioritaskan jaminan sosial daripada privasi individu pada saat krisis penyakit menular.” — Dr. Ki, melalui New York Times

Dengan informasi itu, mereka tahu ke mana orang pergi. Mereka kemudian merilis informasi itu secara publik (dengan pengenal disamarkan) sehingga orang lain dapat mengetahui jika mereka mungkin telah berselisih dengan orang yang terinfeksi. Mereka merinci jadwal jam demi jam, kadang-kadang menit demi menit, linimasa perjalanan dari orang-orang yang terinfeksi — bus mana yang mereka naiki, kapan dan di mana mereka naik dan turun, bahkan apakah mereka memakai masker.

Link to source

Mereka juga menggunakan informasi yang sama untuk mengirim peringatan darurat ke ponsel orang kapan pun ditemukan kasus baru di dekatnya. Orang-orang yang berpikir bahwa mereka mungkin telah berpapasan dengan seorang pasien disarankan untuk melapor ke pusat pengujian.

Ini bukan hanya sistem penyebar luasan pesan kepada siapa pun yang ada di daerah tersebut. Ini adalah sistem penyebaran pesan tertarget. Ketika seorang pasien yang terinfeksi diidentifikasi, tim pelacak kontak menggunakan catatan kesehatan mereka, data transaksi kartu kredit, CCTV dan lokasi ponsel untuk melacak pergerakan mereka sebelumnya dan menemukan kontak mereka. Mereka yang berkeras untuk berada di dekat orang yang terinfeksi menerima peringatan telepon ini.

Source

Jika tes anda berubah positif, anda dikirim ke ruang isolasi di tempat penampungan pemerintah di mana anda mendapatkan bantuan medis dasar dan observasi atau rumah sakit, atau di rumah, tergantung pada gejalanya.

Jika anda negatif, jika anda pulih, atau jika anda hanya berpotensi terpapar, anda akan dikarantina di rumah. Anda diwajibkan mengunduh aplikasi lain yang memberi tahu polisi jika anda keluar rumah. Layanan ini dibantu oleh tim pemantauan lokal yang menelepon dua kali sehari untuk memastikan anda tetap tenang dan bertanya tentang gejala anda. Denda untuk meninggalkan rumah sebesar $ 8.000 dan kurungan sampai dengan setahun di penjara.

Langkah-langkah lain yang mereka jalankan adalah pemeriksaan suhu di pintu masuk gedung, pembersih tangan di mana-mana, dan mengenakan masker tebal. 98% orang mengatakan mereka kadang-kadang memakai masker di luar, dan 64% selalu melakukannya. Setelah lonjakan permintaan masif, pemerintah turun tangan untuk mengelola pasokan.

Satu garis merah dari wabah awal di Korea Selatan adalah bahwa ia memiliki larangan perjalanan terbalik yang ketat. Pada pertengahan Maret, sebagian besar negara menerapkan larangan perjalanan ke dan dari negara tersebut. Ironisnya, hal itu lah yang mungkin menyelamatkan banyak nyawa di Korea Selatan, seperti yang akan kita lihat nanti.

Dasar keberhasilan Korea Selatan adalah dengan melakukan penguji, melacak kontak, isolasi, karantina, kebersihan diri, masker, dan larangan bepergian. Mereka tidak membutuhkan palu yang berat karena mereka kebanyakan menggunakan pisau bedah.

Kesalahan Langkah Singapura

Respon sSingapura terhadap coronavirus berawal sangat mirip dengan Taiwan. Garis waktu keputusan mereka sama-sama mengejutkan. Ia melakukan banyak hal yang sama seperti yang dilakukan Taiwan atau Korea Selatan. Tapi usahanya tidak berhasil. Mengapa? Perbedaannyalah yang akan menunjukkan.

Tiga hal yang menonjol di Singapura dibandingkan dengan Taiwan dan Korea Selatan: larangan perjalanan, pelacakan kontak dan masker.

Pertama-tama, larangan perjalanan. Seperti yang anda lihat, Singapura cukup cepat untuk melarang kunjungan pengunjung dari Hubei, ketika terjadi 6.000 kasus di sana, pada 29 Januari 2020. Mereka kemudian melarang seluruh pengunjung dari Cina tiga hari kemudian, pada tanggal 1 Februari di mana saat itu sudah ada 12.000 kasus positif.

Namun ia tidak cukup cepat bertindak selepas itu. Singapura tidak melarang pengunjung dari Italia, Perancis, Spanyol dan German sampai dengan 16 Maret 2020. Di saat itu, jumlah kasus yang dilaporkan dari keempat negara ini mencapai 50.000 kasus, mungkin lebih. Seluruh pengunjung jangka pendek lalu dilarang seminggu kemudian, 23 maret 2020. Pada saat itu, dunia memiliki 150.000 kasus di luar negara-negara yang sudah dilarang berkunjung.

Keterlambatan dalam tindakan ini menyebabkan suburnya bibit kasus baru. Pada akhir Maret, 80% kasus di Singapura berasal dari luar negeri. Dalam seminggu, jumlah kasus impor turun menjadi nol, tetapi sudah terlambat. Kasus-kasus ini sudah cukup untuk membibiti pesebaran lokal yang akan meledak pada minggu-minggu berikutnya. Jika saja mereka menutup perbatasan mereka sekitar 10 Maret, kemungkinan wabah ini tidak akan terjadi — atau tidak akan seburuk itu.

Di Bagian 4 artikel ini, dalam beberapa hari dari sekarang, kita akan membahas secara terperinci bagaimana memutuskan pembatasan perjalanan mana yang akan digunakan.

Perbedaan besar kedua dengan negara-negara seperti Korea Selatan adalah pelacakan kontak. Operasi Singapura sebenarnya bukan kelas dunia. Hingga akhir Maret, tim mereka hanya bisa melacak sekitar ~ 600 kontak. Ini dikarenakan proses yang mereka jalani sangat manual. Pelacak harus mengandalkan wawancara atau kamera CCTV untuk melakukan penelitian. Sejauh ini tidak ada data ponsel, tidak ada data kartu kredit, tidak ada koneksi antara layanan kesehatan dan data perjalanan. Tidak jelas apakah kekuatan penyelidik jauh lebih kuat atau lebih lemah dari Taiwan, atau apakah alat mereka jauh lebih baik atau lebih buruk. Tetapi Taiwan tidak pernah kewalahan oleh kedatangan kasus asing besar-besaran.

Pada akhir Maret, Singapura merilis TraceTogether, sebuah aplikasi seluler yang dapat diunduh dan, melalui bluetooth dan enkripsi, secara anonim mengawasi semua orang yang anda temui, sehingga anda bisa mendapatkan pemberitahuan jika salah satu dari mereka terbukti positif.

Idenya bagus, tetapi hanya memiliki penetrasi 20% (1 juta pengguna vs 5,6 juta warga). Masalahnya adalah ini tidak cukup. Agar kontak dapat didaftarkan, kedua orang harus memiliki aplikasi yang berfungsi. Jika satu orang secara acak memiliki kemungkinan 20% untuk memilikinya, dua orang acak akan memiliki 20% * 20% = 4% kemungkinan memilikinya. Dengan kata lain, hanya 4% kontak yang akan didaftarkan melalui aplikasi.

Pada prakteknya, kontak yang didaftarkan akan sedikit lebih tinggi dari 4%, karena penggunaan aplikasi cenderung berfungsi dalam kelompok. Misalnya, jika seseorang menggunakannya dalam suatu keluarga, kemungkinan besar anggota keluarga lainnya juga menggunakannya. Tetapi bahkan jika kitamengasumsikan pelacakan 25% lebih tinggi berkat pengelompokan, secara keseluruhan baru sekitar 5% dari kontak dilacak.

Dan asumsikanlah bahwa 20% merujuk kepada aplikasi yang berfungsi secara seharusnya. Jika 20% merujuk kepada mereka yang janua mendownload-seperti pada umumnya ketika para pengembang aplikasi ingin memuji kesuksesan aplikasi mereka-kebanyakan dari mereka yang sudah mendownload aplikasi ini bahkan tidak akan membukanya, mereka yang menyalakan aplikasi tidak akan mengeset aplikasinya secara benar, dan bahkan dari kelompok terakhir ini kebanyakan tidak menyalakan bluetoothnya sepanjang waktu.

Grafik ini menggambarkan asumsi penetrasi aplikasi sebesar 30%, dimana angka asumsi ini lebih tinggi 50% dari yang sudah dikomunikasikan oleh Singapura sendiri. Lebih banyak catatan di dalam grafik. Tautan ke quick model

Ini masih terlalu awal: Singapura baru saja merlis aplikasi empat minggu yang lalu. Semoga penetrasi aplikasi dapat meluas pada minggu-minggu ke depan. Namun negara ini tanpa sanggahan merupakan negara terbaik di dunia yang dapat meyakinkan populasinya untuk menggunakan aplikasi: penetrasi aplikasi luas, negara ini mungil dan penduduknya mempercayai pemerintahnya. Jika Singapura tidak dapat meyakinkan lebih dari 20%, siapa uang bisa? Mereka sendiri mengatakan bahwa aplikasi ini tidak dapat menggantikan pelacakan manual untuk saat ini.

Untuk leih jelasnya, ini tidak berarti bahwa teknologi itu buruk. Sebaliknya, bluetooth di smartphone memiliki potensi menjanjikan untuk memecahkan masalah pelacakan kontak. Masalahnya ada pada penetrasi pasar. Sangatlah sulit untuk membiasakan orang-orang untuk menggunakan app. Korea Selatan tidak membutuhkannya dan mereka mampu menjalankan pelacakan kontak dengan lebih mudah. Kami akan mengulasnya lebih dalam di Bagian ke-3 dari artikel ini, dirilis satu-dua hari lagi. Berlangganan newsletter untuk mendapatkannya.

Ketiga dan akhirnya, masker. Sampai dengan tanggal 3 April 2020, Singapura hanya merekomendasikan pemakaian masker bagi yang sakit. Seperti yang kita saksikan sebelumnya, hal ini bertolak belakang dengan Taiwan (dimana masker dikelola secara terpusat) dan Korea Selatan(dengan 98% penduduknua menggunakan masker paling tidak seperlunya di dalam ruangan dan 64% terus mengenakannya di luar rumah).

Ini penting dikarenakan seperti yang udah kita lihat di bagian ke-2, masker merupakan dasar penghentian penyebaran virus.

Pentingnya ketiga faktor ini dilakukan bersamaan- larangan perjalanan, pelacakan kontak dan penggunaan masker-diilustrasikan pada diagram di bawah ini:

Source

Ini merupakan reprsentasi dari keseluruhan kasus di Singapura sebagaimana mereka ketahui

Titik merah adalah kasus aktif dan titik hijau adalah kasus sembuh. Anda dapat melihat betapa banyaknya titik merah. Mereka menunjukkan pesebaran wabah terbaru.

Jika anda menilik beberapa kasus, anda mungkin akan melihat ini:

Ini adalah kasus-kasus yang telah diselidiki secara tuntas. Sayangnya kebanyakan kasus akan tampak seperti ini:

Ini menunjukkan beban dari pelacakan kontak yang tidak dapat ditangani para penyelidik. Kasus ini belum diinvestigasi secara menyeluruh. Kebanyakan kasus nampak seperti ini.\

Cluster merah telah terbentuk pada suatu area yang spesifik: asrama. Saya melihat seluruh cluster untuk melihat cluster manakah yang merupakan asrama:

Jawabannya: kebanyakan dari mereka.

Asrama-asrama ini kebanyakan ditinggali pekerja asing. Seperti yang sudah kita catat sebelumnya, Singapura mengambil waktu terlalu lama untuk menjalankan larangan perjalanan, dan hasilnya pada akhir Maret lebih dari 80% kasus positif datang dari luar negeri.

Bahkan setelah pembatasan perkumpulan sosial di atas 10 sudah dicanangkan, ini adalah keadaan di salah satu asrama di Singapura:

Terlalu banyak orang, tidak semua menggunakan masker.

Sepertinya kesalahan langkah Singapura termasuk pelarangan perjalanan yang terlambat, keterlambatan pembatasan perkumpulan sosial, keterlambatan pengharusan penggunaan masker dan keterbatasan sistem pelacakan kontak manual. Inilah informasi inti yang setiap negara butuhkan untuk melawan coronavirus.

Dibawah ini daftar langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan oleh setiap negara. Ada empat tipe langkah:

  1. Langkah murah yang mungkin cukup untuk menghentikan epidemi
  2. Beberapa langkah mahal yang mungkin masih dibutuhkan
  3. Langkah-langkah mahal yang tidak telrlau dibutuhkan
  4. Langkah-langkah demi kesehatan

Sudah waktunya kita selami satu-persatu.

--

--

Larasati K. Mbunpagi Ranudipura

Dancing in the rain, basking in sunshine, resting when lights out, keep rolling…