Warna Merah pada Kalendermu, bukan Hiasan!
“Dan terjadi lagi, kisah lama yang terulang kembali”, potongan lirik lagu dari Peterpan — artis papan atas yang sempet jadi idola di kalangan anak muda Indonesia ini rasa-rasanya cocok untuk menggambarkan situasi yang ada di kampus kita tercinta, politeknik nomor satu di Indonesia ini, PENS.
Sejak pandemi corona yang melanda dunia, khususnya Indonesia, seluruh kegiatan khususnya perkuliahan diadakan dalam jaringan atau online. Perkuliahan yang padat tetap harus dijalankan oleh seluruh mahasiswa maupun dosen yang ada di politeknik terbaik bangsa ini. Perkuliahan padat sudah bukan jadi hal yang berat untuk dijalankan oleh para mahasiswa politeknik ini. Kalau dibilang seru, ya seru karena memang nasib jadi mahasiswa di PENS mau gimana lagi? Kalau dibilang lelah, yo lelah pol, Pak Bu.
Tapi bak bidadari turun dari surga dengan kereta kencana dan selendang sutra mereka, yang sinarnya memancar bak oase di tengah gurun. Pemerintah memberikan kita jatah libur nasional lho! Ada total 16 hari libur bersama dan 4 hari cuti bersama menurut Kominfo. Mulai dari libur karena memperingati hari besar nasional maupun internasional hingga libur karena acara keagamaan.
Rasanya bagai dipinang oleh Raisa, Isyana, Dian Sastro atau Nicholas Saputra, siapa sih yang ga suka dengan adanya libur nasional ini? Wah, betapa indahnya hidup ini kalau dipinang sama Dian Sastro ditambah libur sehari dari kuliah yang padet ini. Ngayal aja terus.
Tapi, ekspektasi tidak sesuai dengan kenyataan. Kita lupa kalau ada beberapa orang yang ga suka dipinang oleh Raisa, Isyana, Dian Sastro atau Nicholas Saputra. Mereka lebih memilih tidak dipinang. Bak diputusin pas lagi sayang-sayangnya, semuanya pudar begitu saja. Beberapa libur nasional maupun keagamaan yang para mahasiswa harapkan, ternyata bukan libur, itu hanya warna merah di kalender sebagai penghias kalender tersebut!
Terhitung sejak Maret 2020, sudah 4 libur nasional yang sama sekali tidak digubris oleh manajemen PENS. Sadis? Sadis! Bahkan, dari 4 libur nasional itu, 3 diantaranya adalah libur keagamaan. Sadis? Banget! Apasih yang ga sadis dari PENS? Tulis jawabanmu di kolom komentar! h e h e
Oke, akan saya jabarkan apa saja hari libur tersebut.
- Tanggal 25 Maret 2020 adalah hari raya suci umat Hindu, Nyepi. Apakah kuliah daring tetap berjalan? Tentu. Parah? Banget~
- Tanggal 10 April 2020 adalah hari peringatan wafatnya Yesus Kristus dan kuliah dari tetap berjalan. Intoleran?!! Iyalach~
- Tanggal 1 Mei 2020 ialah hari buruh internasional. Ini yang paling sadis sih. Bukannya kita kuliah untuk jadi buruh? Ups.
- Tanggal 7 Mei 2020 ialah hari Waisak dan lagi-lagi kuliah daring tetap berjalan. Capek? Sama~
Menurut satu dosen jurusan Teknik Informatika sih, kuliah tetap berjalan jika dalam satu kelas tidak ada mahasiswa yang merayakan hari libur tersebut. Tapi, pada tanggal 25 Maret 2020, kuliah tetep jalan meskipun salah satu mahasiswa di jurusan tersebut ada yang beragama Hindu. Atau pada tanggal 10 April 2020, bahkan kegiatan UTS tetap dijalankan. Atau pada tanggal 1 Mei 2020, bukankah kita adalah buruh dari ego kita sendiri?
Lalu mengapa perkuliahan tetap berjalan normal?
Tanggal merah bukanlah sebuah tanggal yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa sebagai penghias kalender di dinding rumah, agar tidak berwarna monokrom. Tanggal merah yang telah diciptakan itu sudah melewati berbagai proses, mulai dari rapat tingkat menteri(RTM) hingga proses dijalankannya imbauan tersebut.
Dibawah akan saya jabarkan, mengapa saya menulis tulisan ini. Yakinlah ini berbahaya tapi demi hal-hal dibawah, terpaksa saya menulis ini.
- Menghargai Perbedaan
Indonesia bukan hanya dibentuk oleh satu ras, satu suku maupun satu agama. Kata-kata ini sudah sering kita dengar di setiap sudut media sosial. Ketika acara keagamaan yang sakral itu harus ditelantarkan karena mengikuti perkuliahan, sudahkah kita layak menyebut diri sebagai negara yang beragam atau manusia bertoleransi? Terlepas dari ada atau tidaknya mahasiswa yang merayakan acara keagamaan, bukankah kita sudah sepatutnya menghargai setiap acara keagamaan yang ada? Atau minimal, bukankah kita sebaiknya menghargai Rapat Tingkat Menteri hanya untuk membahas penanggalan ini?
2. Merasakan Keberagaman
Jika kita sendiri mengurung diri daripada keberagaman itu sendiri, bagaimana bisa kita merasakan keberagaman itu? Ketika hari kuliah normal harus diliburkan karena ada kawan yang harus melaksanakan kegiatan beragama, disana posisi kita untuk meresapi semuanya, bayangkan jika kita hanya libur ketika hari keagamaan kita saja. Dapatkah kita merasakan adanya keberagaman yang harus ditoleransi oleh diri kita? Karena Indonesia bukan hanya saya, kamu, maupun mereka. Indonesia adalah kita.
3. Istirahat
Inilah hal terpenting dari tulisan ini, inilah tujuan dari tulisan ini. Memang pernyataan diatas mungkin sedikit klise namun pernyataan inilah yang paling klise dari semuanya. Manusia butuh istirahat, kawan. Persis seperti lirik yang dinyanyikan Tulus dalam lagu berjudul Tanggal Merah,
“Ini waktumu dengan dirimu ayo bebaslah
Kikis tepat perlahan semua beban”
Sampai kapan ego harus kita kejar? Sukses yang anda kejar adalah sukses yang semu. Kesuksesan sebenarnya adalah ketika kita menikmati tiap detik hidup ini. Terdengar klise bukan?
Jadi, kalau setelah membaca tulisan ini, tidak ada rasa ingin memprotes ketidakadilan tentang hari libur nasional di kampus ini, saya rasa anda hanya membaca sekilas atau membaca tanpa berpikir atau lebih parahnya, ternyata anda bukanlah orang yang bertoleransi.
Sampailah kita di penghujung tulisan. Disana gunung disini gunung, ditengah-tengahnya pulau Jawa. Pembacanya bingung, penulisnya lebih bingung yang penting kita bisa sadar bersama. Semoga tulisan ini dapat menyadarkan seluruh civitas akademika di PENS. Politeknik terbaik sudah seharusnya melakukan yang terbaik. Mari sadarkan diri kita, teman kita bahkan dosen-dosen kita bahwasannya Indonesia adalah keberagaman itu sendiri.
*RM/GP