Usability Testing: From Design to Evaluation

Luthfi Balaka
4 min readApr 10, 2023

--

Alasan melakukan usability testing (sumber)

Introduction

Usability testing (UT) merupakan suatu metode riset UX yang cukup populer. Pada suatu sesi UT, researcher (atau fasilitator) akan meminta partisipan untuk melakukan suatu/sekumpulan tasks (biasanya spesifik ke suatu UI tertentu), kemudian akan dilaporkan apakah tasks berhasil dilakukan dan bagaimana feedback dari pengguna. Di antara tujuan melakukan UT adalah sebagai berikut.

  1. Mengidentifikasi masalah di produk/servis yang ditawarkan (misalnya apakah fungsionalitasnya sesuai dengan desain yang diharapkan).
  2. Menemukan kesempatan untuk improvement (misalnya ada celah peningkatan yang tidak disadari oleh tim).
  3. Mempelajari preferensi dan tingkah laku dari pengguna (kembali lagi terkait dengan peningkatan yang bisa dilakukan).

Setelah memahami pentingnya UT, selanjutnya akan dijabarkan lebih lanjut terkait proses lengkapnya, mulai dari desain hingga evaluasi/laporan hasil UT.

Phase 1: Basic Scenario Design 📝

Efektivitas jumlah partisipan (sumber)

Pada tahap ini, kita harus menentukan detail dari sesi UT. Secara lebih spesifik, kita harus menentukan dua hal, yaitu terkait studinya itu sendiri dan masalah logistik dari sesi UT yang akan dilakukan. Berikut adalah penjabaran detailnya.

Nature of the study:

  1. Menentukan masalah/area yang menjadi fokus. Ini sifatnya sangat domain-specific. Sebagai contoh, misalnya aplikasi yang dibuat belum terlalu jelas proses bisnisnya, maka kita bisa fokuskan di situ, yaitu dengan bertanya/mengajukan proses bisnis yang dirasa masuk akal kepada pengguna untuk mendapatkan feedback terkait.
  2. Menentukan jenis pengguna. Ini berkorespondensi dengan persona yang sudah didefinisikan (bisa lebih spesifik lagi, sebagai contoh “pengguna yang sudah menyelesaikan task A dalam beberapa hari ke belakang”).
  3. Menentukan pertanyaan. Setelah menentukan kedua faktor di atas, terakhir kita tentukan pertanyaan apa saja yang relevan. Misalnya terkait proses bisnis, kita bisa menyusun alternatif proses bisnis yang akan diakomodasi, lalu ditanyakan kepada pengguna mana yang menjadi preferensi mereka.

Logistic Details:

  1. Lokasi uji: Di era digital, kita tidak perlu bertemu langsung, bisa melalui Zoom saja sehingga menghemat biaya transportasi dan waktu yang terbuang. Namun, yang perlu diperhatikan adalah terkait efektivitas pelaksanaan (misalnya jika koneksi partisipan kurang baik, mungkin bisa lebih mempertimbangkan bertemu secara langsung di tempat yang ditentukan).
  2. Moderator dan Partisipan: Kita bisa menentukan di awal siapa saja yang menjadi moderator/partisipan karena rasanya tidak efektif juga jika semuanya ikut. Menurut uji yang dilakukan, jumlah partisipan yang banyak tidak efisien juga (seperti yang bisa dilihat pada ilustrasi di atas). Pertumbuhannya secara logaritmik, yaitu setelah jumlah tertentu tidak ada peningkatan informasi yang didapatkan secara signifikan. Nielsen Norman Group merekomendasikan sekitar 5 partisipan pada suatu studi sudah cukup untuk merepresentasikan sekitar 80 % informasi yang bisa digali pada studi.
  3. Timetable: waktu adalah hal yang krusial, dengan menentukan dengan jelas bagaimana rencana pelaksanaan, kita menunjukkan kepada partisipan bahwa kita menghargai waktu mereka dan berkomitmen melaksanakan uji sesuai waktu yang didefinisikan.

Phase 2: Conducting Usability Testing ✅

Flow usability testing (sumber)

Pada tahap ini, kita akan melaksanakan usability testing sesuai dengan desain yang sudah dilaksanakan. Flow yang sederhana yang efektif untuk diterapkan adalah:

  1. Pembukaan dan pemanasan. Pada fase ini, fasilitator dapat memastikan bahwa pengguna merasa nyaman dan memahami bagaimana UT akan dilaksanakan (misalnya dengan memberikan gambaran).
  2. Jika perlu ada rekaman atau semacamnya, perlu meminta izin dari partisipan terlebih dahulu.
  3. Partisipan akan melakukan tasks yang sudah didefinisikan dan memberi feedback kepada fasilitator. Di waktu yang bersamaan, fasilitator mengobservasi dan mungkin mewawancarai partisipan.
  4. Semua feedback/hasil dari UT akan dicatat untuk keperluan laporan/evaluasi oleh fasilitator. Fasilitator kemudian bisa menutup sesi UT secara proper (jangan lupa berterima kasih!)

Sebagai catatan, flow di atas hanya sebagai gambaran umum. Pada praktiknya, perlu disesuaikan dengan keperluan riset UX.

Phase 3: Analyze and Report 📓

Analisis hasil dan membuat laporan terkait (sumber)

Setelah mendapatkan hasil UT, selanjutnya tim UX researcher dapat menganalisis hasilnya untuk keperluan evaluasi. Sebagai contoh, misalnya pengguna banyak memberikan komplain terkait prosesnya yang cukup ribet, maka tim dapat menyesuaikan aplikasi agar lebih mudah sehingga membantu pengguna dalam menjalankan proses bisnisnya. Sebagai tambahan, UX researcher juga dapat menyampaikan laporan terkait hasil ini kepada pihak yang memiliki kewenangan, misalnya jika dilakukan di perusahaan, dapat dilaporkan ke manajer terkait. Dengan demikian, selesailah ketiga fase dari UT.

Yang menjadi catatan terkait proses analisis adalah lakukan prioritisasi (terutama jika ada banyak masalah), kemudian selesaikan masalah yang paling mendesak saat ini (tidak perlu semuanya ditangani saat itu juga, tetapi bisa dimasukkan ke daftar future improvements). Lalu, kalau bisa fase analisis dilakukan secepatnya setelah fase sebelumnya selesai karena informasinya masih “fresh” (alternatif yang saya rasa cukup efektif juga adalah dengan mencatat setiap kali menemukan potential solutions sehingga tidak lupa nantinya).

Conclusions

Kita sudah melihat tiga fase dari usability testing. Fasenya dimulai dari desain skenario, dilanjutkan dengan sesi dengan partisipan, dan diakhiri dengan analisis dan laporan jika diperlukan. Ketiganya tidak baku, tetapi memberikan suatu kerangka kerja bagi UX researcher untuk melaksanakan usability testing. Semoga artikel ini dapat bermanfaat, happy testing! 😄

Sumber:

--

--