UX Case Study of Jago Last Wish Feature

Malvin Francia
8 min readOct 24, 2021

--

Disclaimer — Proyek ini merupakan bagian dari UI/UX Training Program yang diadakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Skilvul dan Bank Jago sebagai Challenge Partner. Saya tidak bekerja atau diikat dalam kontrak professional oleh Bank Jago. Terima kasih.

Background

Belakangan ini, berbagai aplikasi keuangan sudah mulai banyak bermunculan ke permukaan. Salah satunya adalah Jago App yang masuk bergabung ke dalam perhelatan bank digital di Indonesia. Jago App ini dibentuk oleh DKatalis (Digital Katalis), sebuah perusahaan digital yang berfokus untuk menciptakan solusi digital, yang tentunya dapat mempengaruhi dan membantu laju pertumbuhan melalui pengimplementasian teknologi.

Kehadiran Bank Jago

Untuk mengembangkan sayapnya, Jago App tidak hanya ingin berfokus pada produk-produk finansial saja, melainkan ingin berfokus juga pada tujuan akhir yang diinginkan oleh pengguna. Oleh karena itu, Jago memiliki rencana untuk tidak hanya memberikan fitur rekening digital saja, namun juga menyediakan integrasi ke layanan yang mampu membantu pengguna dalam mendapatkan barang atau jasa yang diinginkannya. Salah satu fitur yang direncanakan oleh Jago adalah fitur yang berkaitan dengan asuransi jiwa. Asuransi jiwa biasanya digunakan sebagai bentuk tindak pencegahan sekaligus perlindungan terhadap hal-hal buruk yang mungkin saja terjadi di masa depan. Dalam kata lain, asuransi ini akan berperan sebagai antisipator di masa yang akan datang.

Fitur Finansial Bank Jago

Permasalahan mengenai asuransi jiwa di masa ini adalah selain banyaknya orang yang kurang peka terdahap perencanaan untuk masa depan, beberapa orang juga tidak tertarik karena merasa ingin lebih optimis dan tidak terlalu berpikiran negatif akan masa depan. Jago App ingin menyediakan fitur asuransi jiwa yang dipandang secara positif dan juga menyenangkan untuk menjamin kehidupan yang seru daripada khawatir tentang kematian.

Tentunya akan sangat menarik jika kita dapat membuat sebuah surat wasiat secara digital dengan mudah, dapat diisi dengan beragam jenis permintaan, dan didukung oleh cara pembayaran dan pengeleloaan yang sangat memudahkan pengguna.

Oleh karena itu, UX Case Study ini dibutuhkan untuk memberikan sebuah solusi atau layanan berupa prototipe desain untuk aplikasi mobile dalam rangka membantu pelanggan untuk membuat perencanaan yang mengantisipasi kejadian yang tak terduga di masa depan yang bisa mempengaruhi penghidupan atau kesejahteraan keluarga.

Objectives

Berdasarkan latar belakang yang dimiliki, maka objektif yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

  • Langkah pembuatan wasiat yang mudah, mengingat pengguna bisa memasukan beragam jenis permintaan
  • Cara mudah untuk menghitung pembayaran bulanan yang diperlukan atas bentuk wasiat yang diinginkan
  • Pengelolaan terhadap komitmen yang dibuat dan edit surat wasiat
  • Gamifikasi atau cara kreatif terkait gaya hidup sehat dan tingkat kebugaran yang bisa menurunkan biaya komitmen bulanan tadi

Contribution

Project ini dikerjakan secara bersama oleh satu tim yang terdiri dari 3 orang, yakni saya, WillySantori, dan Akmal Nasrulloh. Setiap orang memberikan kontribusinya dalam tahapan yang dilalui pada pembuatan UI/UX fitur ini. Adapun proses yang telah dilalui dimulai dari tahap perencanaan, penggagasan ide, sampai ke tahap perealisasiannya.

Design Process

Dalam melakukan case study ini, diperlukan adanya Design Process yang merupakan sebuah proses iterasi untuk dapat meningkatkan usability dan interface design yang lebih optimal. Tentunya, terdapat beberapa metode yang bisa digunakan dalam sebuah Design Process. Untuk case study ini, proses pendesainan dilakukan dengan menerapkan metode Design Thinking yang sudah dikenal oleh banyak orang. Metode ini kami pilih karena selain mudah untuk dilakukan, metode ini juga bersifat human-centered approach yang nantinya mampu menghasilkan inovasi-inovasi baru. Kami sangat terbantu oleh metode ini, mulai dari mencari apa yang sebenarnya dipermasalahkan sampai bagaimana merealisasikan ide-ide yang menjadi solusi terhadap permasalahan tersebut.

Dalam metode ini, kami melakukan proses pendesainan melalui 5 tahapan, yang terdiri dari Emphatize, Define, Ideate, Prototyping, dan Testing. Tentunya semua tahapan tersebut, memiliki perannya masing-masing yang dapat membantu kami untuk dengan mudah menyelesaikan case study ini.

Berikut merupakan penjelasan lebih detail mengenai tahapan Design Thinking yang telah dijalani.

Empathize

Tahap yang paling pertama ini merupakan tahapan yang bertujuan untuk membantu kami dalam mengetahui berbagai asumsi dan kebutuhan yang dimiliki oleh target user. Tahap ini dilakukan dengan melakukan beberapa research terkait apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh target user. Pelaksanaan research ini dilakukan dengan membaca data-data yang ada pada artikel, mencari informasi di internet, sampai mencari tahu pandangan beberapa orang terkait pembuatan fitur asuransi ini untuk mendapatkan lebih banyak perspektif. Setelah itu, kami menyatukan semua hasil research yang telah kami dapatkan dan membahasnya di dalam Forum Group Discussion (FGD).

Define

Setelah mendapatkan berbagai perspektif dari tahap Emphatize, maka kami bisa mendefinisikan permasalahan yang dialami oleh user. Pendefinisiannya ini dituangkan ke dalam bentuk list pain points yang dapat dilihat berikut ini.

  • Banyak orang berasumsi ribet dalam pembuatan asuransi/wasiat
  • Banyak orang yang mempertanyakan ke-valid-an asuransi/wasiat
  • Hal yang berkaitan dengan masa depan dianggap tabu/menakutkan
  • Terdapat banyak kompetitor yang sudah lebih dulu menyediakan produk asuransi
  • Tidak tahu cara memberikan kontribusi terhadap lingkungan dan komunitas sosial
  • Kurangnya kesadaran akan pentingnya memiliki asuransi/wasiat
  • Asuransi banyak dianggap negatif karena berkaitan dengan kematian
  • Kurang tertarik dengan asuransi
  • Tidak semua orang melakukan perencanaan untuk masa depan
  • Dibutuhkan fitur yang mendukung gaya hidup dan sosial
  • Desain aplikasi serupa terlihat monoton
  • Butuh integrasi ke layanan yang bisa memberikan barang atau jasa yang dibutuhkan pengguna
  • Belum ada fitur perencanaan yang mengantisipasi kejadian yang tak terduga di masa depan
Pain Points

Setelah mengetahui masalah-masalah yang ada, maka akan dilanjutkan dengan How-Might We yang berisi pencetusan aspek mana saja yang dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai gagasan secara umum untuk mengatasi permasalahan yang ada. Berikut merupakan list How-Might We yang telah kami buat:

  • Meningkatkan ketertarikan untuk membuat asuransi/wasiat
  • Mengembangkan aspek visual yang simple, namun jelas
  • Menyediakan penjelasan asuransi/wasiat dan alur secara interaktif
  • Merencanakan produk asuransi dan pembelian produk dengan prosedur yang mudah
  • Membuat produk asuransi yang dipakai untuk menjamin kehidupan yang seru dan menyenangka
  • Membuat fitur yang mendukung gaya hidup sehari hari dan sosia
  • Memberikan fitur perencanaan masa depan
  • Memberikan fitur yang mendukung gaya hidup
  • Fitur lengkap untuk integrasi e layanan dan bisa mengantisipasii kejadian tak terduga
How-Might We

Setelah terdapat beberapa list dalam How-Might We, maka kami melakukan pemvotingan untuk mengetahui solusi utama apa yang ingin kami berikan. Berdasarkan hasil voting yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa kami ingin memberikan fitur pembelian produk asuransi lengkap yang mendukung gaya hidup (integrasi ke layanan) dengan visual yang simpel dan menarik.

Ideate

Setelah mendapatkan hasil How-Might We, maka tahap Ideate pun dapat dilakukan. Tahap ini merupakan tahapan yang berisi brainstorming ide solusi yang bisa diberikan terkait dengan How-Might We yang kami miliki. Ide-ide ini adalah poin penting yang menjadi dasar dari inovasi yang ingin kami berikan nantinya. Ide-ide solusi tersebut antara lain sebagai berikut.

Solution Ideas

Oleh karena ide solusi yang terkumpul akan sangat beragam, maka diperlukan pemilahan kembali yang membutuhkan kesepakatan bersama. Hasil ide tersebut juga akan dikelompokkan berdasarkan fungsinya ke dalam bentuk Affinity Diagram.

Affinity Diagram

Selain itu, dapat dilakukan juga pengukuran kepentingan ide-ide tersebut dengan menggunakan Prioritization Idea. Tujuannya adalah untuk mengetahui ide mana yang harus dikerjakan sekarang, selanjutnya, nanti, dan yang terakhir. Dengan begitu, proses pembuatan ide akan menjadi semakin teratur dan ter-schedule.

Prioritization Idea

Dalam pengembangan ide ini, diperlukan pembuatan gambaran kasar berupa wireframe dengan menggunakan Crazy-8’s. Gambaran ini akan berbentuk sebuah layout yang masih bersifat Low Fidelity (Lo-Fi) guna memberikan informasi dan outline struktur interface yang akan dibuat.

Crazy-8's

Prototyping

Tahap selanjutnya merupakan tahapan yang sangat penting untuk mengetahui bagaimana bentuk visual akhir dari pengimplementasian ide yang telah diberikan. Tahap ini dinamakan Tahap Prototyping. Adapun langkah awal yang perlu dilakukan adalah mendesain interface dari hasil Crazy-8's.

Tidak lupa juga, kami harus membuat User Flow berdasarkan fitur-fitur yang ingin dihadirkan dalam proses ini. User Flow ini akan sangat berguna dalam mendalami bagaimana alur penggunaan yang akan dilakukan oleh user dalam menggunakan UI tersebut. User Flow yang telah kami bentuk adalah sebagai berikut.

User Flow

Setelah memfinalisasi User Flow yang dimiliki, maka bagian akhir dari tahap ini dapat dilaksanakan, yakni membuat dan mengembangkan wireframe menjadi prototype akhir yang tentunya bersifat High-Fidelity dan sudah disesuaikan dengan User Flow yang ada. Dengan begitu, prototype menjadi siap untuk dapat digunakan oleh pengguna di tahapan terakhir.

Prototype

Testing

Tahap yang paling terakhir merupakan Tahap Testing. Pada tahap ini, hasil prototype yang sudah dibuat sebelumnya akan diuji dengan mengadakan Usability Testing. Usability Testing ini membutuhkan bantuan user yang bersedia untuk menggunakan dan menilai seberapa baik prototype tersebut. User juga akan membantu kami dalam memberikan masukan terkait dengan kekurangan yang masih dimiliki oleh prototype tersebut untuk dapat diperbaiki. Namun, sebelum melakukan hal tersebut, kami perlu mempersiapkan terlebih dahulu Stimulus Research untuk membantu proses Usability Testing.

Proses ini dilakukan dalam bentuk interview melalui online meeting dan semua penilaian dan masukan yang diberikan akan dimasukkan ke dalam Record Data. Secara overall, user tersebut memberikan nilai Single Ease Question bernilai 5,5 dengan skala 0–7.

Conclusion

Berdasarkan hasil Usability Testing yang dilakukan, maka prototype yang telah kami buat masuk ke dalam kategori berhasil karena melewati batas keberhasilan pada Single Ease Question. Walaupun begitu, prototype kami tetap harus dikembangkan lebih baik lagi terkait dengan beberapa masukan yang diberikan oleh user. Masukan tersebut antara lain sebagai berikut:

  • Diperlukan adanya penambahan kode verifikasi melalui nomor handphone saat melakukan sign up untuk lebih meningkatkan perlindungan.
  • Isi dari fitur notifikasi pada aplikasi perlu dikembangkan agar dapat lebih menarik perhatian user bahwa terdapat hal penting yang perlu diketahui.
  • Tombol penambahan challenge perlu lebih ditonjolkan karena masih bersifat kurang notice-able
  • Diperlukan adanya penambahan pop-up konfirmasi sebelum melakukan konsultasi online via call.

Proses pembuatan prototype pada Jago Last Wish ini sangat memberikan banyak insight, terutama bagi tim kami. Pengimplementasian Design Thinking pada proses pendesainan sangat membantu kami dalam menemukan akar permasalahan yang kemudian memunculkan adanya ide solusi untuk bisa direalisasikan dalam bentuk prototype. Semoga apa yang telah kami lakukan dapat memberikan kebermanfaatan juga bagi para pembaca. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca!

--

--