Walking Back Home

nini ୨୧
4 min readNov 4, 2023

--

Denting lonceng pintu dan jam dinding kuno yang menunjukkan pukul 9 malam itu melantun secara bersamaan, pun kemunculan seorang lelaki yang sejak tadi dinantikan oleh si gadis penjual roti. Owen menunjukkan senyum terlebarnya yang belum pernah disaksikan oleh Mari sebelumnya. Semakin lelaki itu mendekat, semakin dada Mari menghangat.

Ini adalah kali pertama mereka berdua berada sedekat ini, sebab seperti yang Mari katakan, mereka belum pernah mengobrol secara langsung sama sekali semenjak SMP. Mari juga tak percaya bahwa malam ini akan menjadi latar obrolan pertama mereka; seolah-olah kejadian ini begitu istimewa.

Malam ini toko begitu sepi, tak ada siapapun selain mereka berdua. Mungkin karena sudah malam dan sebentar lagi toko akan tutup.

Welcome to Julianne’s Kitchen…” Mari melontarkan kata-kata yang rutin ia ucapkan ketika seseorang memasuki tokonya. “Owen, ya? Ini pesenan lo, here you go.

“Buru-buru amat, gue diusir, ya?” kekeh Owen seraya menduduki salah satu kursi kosong. “Ngobrol dulu, dong.” tambahnya.

Here you go,” ucap Mari ulang, meletakkan tas belanja bernuansa coquette di atas meja Owen, dilanjutkan dengan duduk di kursi hadapan lelaki berflannel merah ini.

“Gue cobain disini langsung, ya?”

“Boleh, langsung rate, ya.” jawab Mari sembari mengeluarkan sekotak egg tart dari dalam tas belanja itu. Owen meraih kotak tersebut, membukanya dan mulai menggigit egg tart buatan Mari. “How is it?

“Ini siapa yang buat?” tanya Owen di sela kunyahannya.

“Gue…”

“Lo sendiri doang? Nggak dibantu siapa-siapa?”

“Iya, gue sendiri doang…”

Owen mengangguk sambil tersenyum. Ia melanjutkan mengunyah egg tart-nya. “Kalo kue-kue yang lain? Semuanya bikinan lo sendiri?”

“Enggak, sih,” celetuk Mari. “Ada Bunda yang buat, kadang dibantu karyawan sini. Karena egg tart yang ini lo pesen pribadi ke gue… jadinya ya gue yang bikin sendiri.”

Owen kembali mengangguk. “Oke… kalo lo bikin sendiri jadi rate-nya 100000000 out of 10.”

Melihat Owen tersenyum jahil, Mari tahu jelas kalau lelaki itu hanya melebih-lebihkan saja. Owen terlihat menikmati egg tart Mari, sesungguhnya hal itu saja sudah cukup untuk membuat Mari begitu senang.

What’s your plan for tomorrow, by the way?” tanya Owen tiba-tiba.

“Besok hari Sabtu, ya? Biasanya hari Sabtu gue ngerjain delivery sih. Keliling, bagiin pastry ke rumah-rumah orang… mostly elderly’s houses.

Delivery? Why would you do delivery? Bukannya toko lo ada g*food atau sh*peefood ya?”

“Ada… but this is a different delivery. Gue punya catetan alamat orang-orang yang langganan minta dibawain pastry setiap hari Sabtu. Like I said, most of them are elderly. Gue tau kok, sekarang udah gampang ada jasa antar makanan seperti yang lo sebutin tadi. But I love living like this; delivering foods to the grandmas and then listening to their stories. It feels like I’m living inside a movie.

Owen ternganga mendengarkan apa yang dituturkan oleh lawan bicaranya. Owen selalu mengagumi Mari sejak dahulu, meskipun mereka tidak begitu mengenal satu sama lain. Dan ketika Owen perlahan mengenali Mari, ia tahu bahwa ia tidak pernah salah. Dulu, saat ini dan ke depannya, ia akan selalu mengagumi gadis ini.

You know what will make your life even more like a movie?

Mari menoleh, “What is it?

Let me help you tomorrow.” pungkas Owen. “Kalo boleh, gue pengen nganter lo dan nemenin lo bawain pastry ke orang-orang. I will do it with pleasure.”

Kedua manik hazel Mari berbinar, belum pernah Mari menemukan orang yang ingin membantunya melakukan pekerjaan ‘membosankan’-nya. And perhaps, starts from now on, her ‘movie’ life will turn into a romance movie.

Mari melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, Owen telah berjanji akan menemuinya tepat di depan tokonya pukul 10 pagi — namun sampai sekarangpun tak ada tanda-tanda kedatangan Owen.

Baru saja si gadis ingin mengeluh, ia dikejutkan dengan kemunculan Owen yang sangat tiba-tiba, dengan keadaan yang… uh… tidak ia harapkan.

C’mon halloween is over… ngapain pake kostum spiderman?!?” protes Mari yang direspon dengan cengengesan dari sang lawan bicara. “And where’s your car…? Motor? Mobil? Kendaraan apapun? Katanya mau nganterin? Atau pakai mobil gue aja, ya?” Mari menghantam dengan begitu banyak pertanyaan sekaligus.

Well… gak perlu pakai kendaraan sih kalo sama gue. Boleh gue lihat note alamatnya?”

Mari mengernyitkan dahinya, Owen mengambil alih note di tangan Mari serta backpack besar berisi pastry yang tadinya dikenakan oleh Mari. “Biar gue yang bawa backpack-nya.” Owen berpesan. Mari kini hanya membawa tas belanja kecil berisi beberapa tambahan pastry yang tidak muat di dalam backpack.

“Kalo gak pakai kendaraan gimana cara — OWEN WAAAIT. Wait. Wait. Wait…

Ucapan Mari terpotong sebab Owen tiba-tiba menggendong Mari tanpa aba-aba. She did not expect it at all.

“Pegangan yang erat, ya!”

“Owen tung — AAAAAA!!!!”

Setelah menembakkan jaring ke gedung-gedung sekitarnya, Owen berayun sambil menggendong Mari. Mari bisa merasakan Owen yang cekikikan sementara adrenalin Mari terus meningkat. Darah mengalir kencang di nadinya. Matanya ia pejamkan kuat-kuat. Tangannya yang menggantung pada leher Owen ia kepalkan sambil terus berdoa — I don’t want to die yet. Not now!

Setelah Mari mengalami beberapa detik paling menegangkan dalam hidupnya itu, mereka pun mendarat di sebuah rooftop gedung. Napas Mari berantakan, sementara Owen masih terus tersenyum jahil. “I almost died.” Mari ngos-ngosan.

You won’t die. Percaya sama gue, ya?”

Jantung si gadis masih berdegup kencang. Sungguh sulit untuk mendeskripsikan perasaannya; kaget, senang, takut, seru — Mari bahkan tak tahu harus menjawab apa.

“Kali ini pelan-pelan.”

Okay. We’re going to the first adress, Madam Gretchen’s house.

Mari meneguk liurnya.

Are you ready?

Yes.

Jaring kembali ditembakkan, keduanya kembali meluncur. Owen cekikikan sementara Mari terus berteriak tak karuan. Mereka berada begitu tinggi di langit; pengendara mobil dan motor di jalan raya, murid SMA yang bolos sekolah untuk mampir ke mall, petugas kebersihan yang tadinya tengah sibuk membersihkan taman kota — semua mata tertuju pada mereka berdua.

Meskipun merasa ketakutan, Mari sesungguhnya menikmati hal ini. Ia mempererat pelukannya pada Owen, memberikan kepercayaannya sepenuhnya pada lelaki ini — bahwa ia akan selalu aman bersamanya.

--

--