Penelitian Etnografi dalam Ilmu Hubungan Internasional

Margianta Surahman Juhanda Dinata
3 min readMay 13, 2020

--

Berbeda dengan metode penelitian kuantitatif yang mengandalkan pada kuantifikasi berbagai macam variabel penelitian berdasarkan indikator-indikator tertentu yang terukur secara numerik, penelitian etnografi dalam ilmu Hubungan Internasional adalah metode kualitatif yang lebih informal, eksploratif dan impromptu tergantung pada kondisi dari subjek dan lingkungan yang meliputi subjek penelitian.

Penelitian etnografi juga bisa dibilang sebagai metode yang mencari objektivitas tanpa mengobjektivikasikan subjek penelitiannya (Gusterson, 2008). Tapi bila ditanyakan secara spesifik apa landasan filosofis penelitian etnografi, para etnografer pada umumnya terpengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh pemikiran Foucauldian (Gusterson, 2008).

Landasan Filosofis Penelitian Etnografi

Secara filosofis, etnografer memiliki tendensi untuk melihat berbagai dunia budaya manusia sebagai sesuatu yang dikonstruksikan oleh kekuatan-kekuatan praktik kultural yang berakar dalam masyarakat yang saling bersilangan, serta diskursusnya melalui bagaimana masyarakat berbicara mengenai dunia (Gusterson, 2008).

Dalam arti kata lain, seorang etnografer akan memiliki landasan filosofis yang berusaha untuk mengkooptasi cara pandang subjek penelitiannya terhadap dunia, dan berusaha untuk melihat bagaimana dunia budaya yang diteliti dikonstruksikan melalui diskursus interaksi dan relasi antar subjek penelitian etnografisnya. Sehingga dengan menempatkan diri di dalam posisi dan perspektif subjek yang diteliti, maka peneliti akan mampu untuk menelaah lebih jauh diskursus yang terjadi di lapangan penelitian terhadap subjek yang diteliti.

Maka berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bersifat bebas nilai berbasiskan objektivitas numerikal, penelitian etnografi justru mengandalkan dan menganalisa diskursus nilai-nilai yang dipercayai bersifat representatif terhadap subjek yang diteliti.

Dengan landasan filosofis penelitian etnografi yang demikian rupa, maka dalam praktek penelitiannya di lapangan etnografer akan berusaha untuk merekam dan mengumpulkan diskursus subjek penelitian sebanyak mungkin. Pada akhirnya, etnografer pun mampu membaca pola berulang dari diskursus subjek penelitian yang ada.

Pada umumnya, para etnografer tidak hanya harus mengamati dan berbicara kepada individu-individu, tetapi sebetulnya memiliki ketertarikan dengan praktik dan diskursus yang melebihi level individual, yang bila ditempatkan di dalam konteks filosofi Foucaldian, menyediakan materi sosial yang mengkonstruksikan individualitas dari masing-masing subjek penelitian etnografi tersebut (Gusterson, 2008).

Tahapan Metode Penelitian Etnografi

Di dalam tulisan Ethnographic Research yang ditulis oleh Gusterson, tidak ada referensi yang cukup komprehensif untuk menjelaskan secara spesifik mengenai tahapan-tahapan dalam metode penelitian etnografi. Tetapi merujuk kepada Singleton dan Straits, terdapat lima tahapan yang harus dilakukan oleh seorang etnografer dalam proses penelitian etnografinya (Singleton & Straits, 2005). Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

· Problem formulation/formulasi masalah: mendefinisikan fokus utama dari penelitian etnografi yang akan dilakukan dengan membuat formulasi rumusan masalah yang rencananya akan ditelaah jawabannya dalam penelitian tersebut.

· Selecting a research setting/memilih latarbelakang penelitian: Untuk mengetahui dari mana sang peneliti harus memulai penelitian etnografinya, maka latarbelakang yang jelas akan membantu sang etnografer untuk dapat melakukan pengamatan yang lebih jelas terhadap subjek penelitian.

· Gaining access/mendapatkan akses: Untuk dapat melakukan pengamatan dengan dekat dan strategis di lapangan, maka etnografer harus mencari cara untuk mendapatkan akses terhadap lokasi/lingkungan tempat di mana subjek penelitian melakukan aktivitas sehari-harinya. Mendapatkan akses dapat ditempuh dengan cara formal, maupun informal. Detail dari poin ini tergantung dengan situasi dan kondisi lapangan yang akan diteliti etnografer.

· Presenting oneself/pembawaan diri: Sebagai peneliti, seorang etnografer harus mempresentasikan pembawaan dirinya sendiri kepada subjek-subjek penelitian di lapangan. Di tahapan ini etnografer akan menentukan peran apa yang akan dia bawakan demi beradaptasi dan membangun relasi dengan orang-orang lain. Apakah peneliti etnografi tersebut akan merepresentasikan dirinya sebagai peneliti/bukan, seberapa aktif peran sang peneliti terhadap dinamika kehidupan subjek penelitian, dan lain-lain.

· Gathering and recording information/mengumpulkan dan merekam informasi: Dalam tahapan ini, etnografer akan turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan dan merekam informasi yang dia dapatkan dari subjek penelitian etnografinya.

Terkait dengan teknik pengumpulan informasi dalam penelitian etnografi, jenisnya sendiri bisa terdiri dari beberapa macam, di antaranya: wawancara formal dan terstruktur; semi-structured interviews/wawancara semi-terstruktur; participant observation/observasi partisipan; dan archival research/penelitian arsip yang sudah ada dari penelitian lain sebelumnya. Etnografer juga dianjurkan untuk turut merekam/mendokumentasikan informasi yang didapatnya dari subjek penelitian di lapangan.

Sumber:

Gusterson, H. (2008). Qualitative Methods in International Relations: A Pluralist Guide. In A. K. Prakash, Ethnographic Research (pp. 93–113). New York: Palgrave MacMillan.

--

--

Margianta Surahman Juhanda Dinata

Youth. Global health. Social justice. Pop culture. / Executive Director of emancipate.id / Member of iyctc.id / UNICEF Young Leader Consultant