FAIRY: Transformasi Maksimal Peran Keluarga Menuju Keluarga Harmonis dan Kesejahteraan SDG ke-3
Hidup yang selaras dengan alam bukan berarti hidup yang menyerah terhadap kondisi saat ini tetapi hidup yang menjalani peran sebaik-baiknya — Filosofi Teras.
Saat pertama kali lahir ke dunia hingga akhir kehidupannya, manusia telah dilabeli dengan peran — peran yang mungkin tidak disadarinya. Peran yang manusia dapatkan akan berbeda tergantung dari lingkungan sekitarnya. Dalam bukunya, Chatib (2017) mengutip dari Brofenbrenner yang menyempurnakan teori MEDAN Kurt Lewin, ia memaparkan pembuktian bagaimana lingkungan dapat membentuk seseorang dengan menggunakan rumus
Dt = F (t-p) (PE) (t-p)
Dengan penjabaran D = Developmental (perkembangan), F = Function (fungsi interaksi), P = Person (orang), E = Environment (lingkungan), dan t = time (waktu). Singkatnya, teori ini membuktikan bahwa perkembangan seseorang dipengaruhi oleh interaksi sosial dengan lingkungan sekitar dari yang lebih sempit kemudian berlanjut menuju ke lingkungan yang lebih luas.
Dampak dari hubungan sosial seseorang dengan lingkungannya telah diteliti oleh The Harvard Study of Adult Development selama 75 tahun. Penelitian ini melibatkan 2.000 anak laki-laki pada awal penelitiannya dan tersisa 60 responden di akhir penelitian. Waldinger (2015) menuturkan hasil dari penelitian tersebut pada salah satu unggahan video TEDX, ia memaparkan bahwa seseorang yang terhubung secara sosial terhadap lingkungannya dengan baik akan lebih bahagia, sehat, dan lebih panjang umur.
Adapun lingkungan dimana seseorang tersebut tinggal terbagi menjadi empat, yaitu makrosistem, eksosistem, mesosistem, dan mikrosistem. Pada jangkauan terluar terdapat lingkungan makrosistem yang akan berpengaruh pada setiap interaksi di dalam lapisan tersebut, sebagai contoh ideologi negara, budaya, dan adat istiadat. Cakupan berikutnya, lingkungan eksosistem, dimana pada jangkauan ini sebuah kejadian dapat berpengaruh dalam kehidupan seseorang walaupun ia tidak terlibat aktif dalam kejadian tersebut, salah satu contohnya yaitu orang tua yang dinas ke luar kota mengakibatkan anak berpindah sekolah. Selanjutnya adalah lingkungan mesosistem yang merupakan hubungan dari lingkungan terdekat yaitu lingkungan mikrosistem, contohnya yakni hubungan dan kerjasama antara orang tua dan wali kelas anak. Lingkungan mikrosistem sendiri membahas mengenai lingkungan yang memberi pengaruh terhadap pola pikir dan kepercayaan seseorang, seperti keluarga.
Keluarga merupakan sebuah sistem yang memiliki keterkaitan antar anggotanya. Oleh karena itu keharmonisan keluarga hanya bisa dicapai jika unsur didalamnya memainkan fungsi dan peran masing — masing dengan baik. Keharmonisan keluarga adalah kondisi dimana anggota keluarga bergabung menjadi satu tim dan setiap anggota menjalankan perannya dan didalamnya juga terdapat cinta, komunikasi, dan kerjasama yang mengarah kepada kesejahteraan jasmani dan rohani. Sebaliknya, apabila unsur didalam keluarga tidak berfungsi sesuai perannya maka akan menimbulkan ketidakharmonisan keluarga yang berimbas kepada ketegangan, konflik internal, ketidaknyamanan antar anggota keluarga, serta dapat mempengaruhi interaksi sosial seseorang di lingkungan yang lebih luas sesuai dengan poin SDG nomor tiga yang membahas mengenai kesejahteraan bagi semua rentang usia (Achmadi et al., 2022). Selanjutnya bagaimana cara meningkatkan performa masing — masing anggota keluarga dalam berkolaborasi pada setiap aktivitas sehingga dapat terhindar dari ketidakharmonisan keluarga?
Sebelum membahas cara untuk meningkatkan performa anggota keluarga, penting bagi setiap anggota menyadari perannya dalam keluarga dan mengenali kewajibannya sehingga masing — masing anggota keluarga dapat bertanggung jawab terhadap fungsi dan peran yang diembannya. Tolak ukur seseorang dapat menjalankan fungsi dan perannya adalah dengan melihat seberapa baik ia menjalankan tanggung jawab. Faradiba & Royanto (2018) menjelaskan bahwa tanggung jawab merupakan bagian aktif dari moral yang terdiri dari menjaga diri sendiri, orang lain serta memenuhi kewajibannya. Tanggung jawab bukanlah bawaan lahir dan tidak dimiliki secara alami oleh seseorang sehingga lingkungan memberikan andil besar terhadap terbentuknya tanggung jawab seseorang. Dalam lingkup keluarga banyak sekali kegiatan yang dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, seperti aktivitas membersihkan rumah, membeli keperluan rumah, dan mengerjakan pekerjaan rumah.
Guna mempertajam pengamatan mengenai tanggung jawab dalam pembagian tugas di rumah, penulis melakukan survei dengan menggunakan kuesioner terhadap remaja berusia 16–19 tahun. Berdasarkan hasil penelitian penulis, sekitar 70,6% responden menyatakan bahwa mereka melakukan tugas di rumah berdasarkan inisiatif sendiri. Ketika ditanyakan seberapa inisiatif mereka dalam mengerjakannya, mayoritas responden (sebanyak 46,2%) menyatakan bahwa mereka tidak terlalu sering memprakarsai untuk melakukannya tetapi tidak terlalu jarang pula. Sementara itu, 17,6% lainnya menunggu diperintah. Hasil penelitian ini bisa dilihat sebagai awal yang baik, hanya saja pada usia ini masih diperlukan dorongan eksternal untuk bertanggungjawab atas lingkungannya. Salah satu dorongan yang bisa diberikan oleh lingkungan keluarga adalah dengan menerapkan pola asuh yang baik. Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara orang tua dan anak yang bertujuan untuk memelihara, mendidik, membimbing anak, serta mendisiplinkan anak. Selain dapat mendukung anak, pola asuh juga dapat menghindari sibling rivalry yang terjadi di antara anak sehingga dapat meminimalisir konflik yang ada dalam keluarga (Achmadi et al., 2022).
Bentuk pola asuh yang dapat mengasah rasa tanggung jawab adalah dengan mengimplementasikan reward dan punishment. Konsep ini juga diterapkan dalam kehidupan spiritual kita sebagai manusia, kita mengenalnya sebagai pahala dan dosa. Penghargaan adalah alat represif yang bersifat menyenangkan dan membangkitkan seseorang untuk berbuat lebih baik. Sedangkan hukuman adalah kegiatan yang secara sadar dilakukan untuk menyebabkan penderitaan kepada seseorang sebagai akibat dari kesalahan yang diperbuat (Hamid, 2006). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian penulis mengenai korelasi antara intensitas responden memprakarsai pekerjaan rumah dengan penghargaan dan hukuman yang diberikan oleh orang tua. Sebanyak 64,7% dari responden menyampaikan bahwa tidak ada yang terjadi jika mereka berinisiatif mengerjakan pekerjaan rumah dan 23,6% lainnya mengaku bahwa mereka mendapatkan penghargaan. Di bagian hukuman, 47,1% menyatakan bahwa mereka dimarahi dan diberi hukuman sosial dari saudara jika tidak melakukan pekerjaan rumah, sedangkan 35,3% mengaku bahwa jika bukan ia yang membantu tugas di rumah maka sang ibu-lah yang akan turun tangan mengerjakannya. Data 35,3% ini menunjukkan belum adanya kerjasama yang baik dalam keluarga karena mengandalkan tugas keluarga hanya kepada satu unsur, dalam kasus ini adalah ibu.
Demi terciptanya kerjasama yang baik dalam keluarga dan meningkatkan peran masing-masing anggota keluarga, selain mengupayakan usaha dari internal keluarga penulis juga mengusulkan ide berupa aplikasi yang dapat menghubungkan seluruh anggota keluarga. Melalui fitur dalam aplikasi ini diharapkan seluruh anggota keluarga dapat dengan baik mengetahui perannya, membagi tugas dengan fitur mission, mendukung seluruh anggota dengan fitur penghargaan, mengetahui kegiatan seluruh anggota keluarga, dan mengingatkan jadwal ataupun event keluarga.
Adapun analisis SWOT dari aplikasi yang diberi nama FAIRY (Family Diary), sebagai berikut.
Strength (Kekuatan)
- Membantu mengatur jadwal keluarga
- Memudahkan dalam membagi tugas
- Dapat diakses oleh setiap anggota keluarga yang terdaftar
Weakness (Kelemahan produk)
- Tidak bisa digunakan tanpa smartphone
- Memerlukan maintenance dalam proses pengembangannya
Opportunity
Memungkinkan hadir fitur lain, seperti, merencanakan event keluarga, melacak lokasi setiap anggota keluarga, ruang pribadi,to do list,fitur obrolan keluarga.
Thearts
- Memerlukan biaya untuk proses maintenance dan pengembangan.
- Terjadinya winter-tech.
Harapannya aplikasi ini dapat mendukung performa anggota keluarga dalam menjalani peran dan mengasah karakter tanggung jawab sehingga terciptalah kondisi keluarga yang kondusif dan harmonis.
Ringkasnya, tulisan ini memaparkan bagaimana lingkungan mempengaruhi peran yang diembankan kepada seseorang, khususnya dalam lingkungan yang terkecil seseorang, yaitu keluarga. Sebuah keluarga dapat dikatakan harmonis jika setiap unsur di dalamnya menjalankan fungsi dan perannya masing-masing. Tolak ukur seseorang dapat menjalankan perannya adalah dengan melihat seberapa baik ia bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Karakter tanggung jawab bukanlah sifat bawaan lahir sehingga harus diasah, khususnya bagi pemuda atau remaja akhir yang masih memerlukan dorongan dari luar dirinya. Bentuk dukungan yang bisa diberikan oleh pihak keluarga adalah dengan menerapkan pola asuh yang baik dan mengimplementasikan sistem penghargaan dan hukuman. Selain itu, guna mempermudah tercapainya peningkatan performa peran anggota keluarga, penulis juga menawarkan solusi berupa aplikasi keluarga yang diberi nama FAIRY (Family Diary).
LAMPIRAN
Gambar 1.1 Gambar 1.2
Gambar 1.3 Gambar 1.4
DAFTAR PUSTAKA
CHATIB, M. (2017). SEMUA ANAK BINTANG. Kaifa.
Manampiring, H. (2018). Filosofi Teras. Kompas Penerbit Buku.
Achmadi, A. N. L., Hidayah, N., & Safaria, T. (2022). POLA ASUH ORANGTUA, KEHARMONISAN KELUARGA DAN JENIS KELAMIN, PENGARUHNYA TERHADAP SIBLING RIVALRY PADA ANAK. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 13(1), 318. https://doi.org/10.26751/jikk.v13i1.1293
Faradiba, A. T., & Royanto, L. R. M. (2018). Karakter Disiplin, Penghargaan, dan Tanggung Jawab dalam Kegiatan Ekstrakurikuler [Journal, Universitas Negeri Malang]. DOI: 10.17977/UM023V7I12018P93–98
Hamid, H. R. (2006). REWARD DAN PUNISHMENT DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM. 4.
Sinaga, J., Sinambela, J. L., Hutagalung, S., & Ferinia, R. (2021). Peran Orang Tua Dalam Mendidik Anak-Anak Melalui Pekerjaan Rumah Tangga. JURNAL KADESI, 4(1), 139–159. https://doi.org/10.54765/ejurnalkadesi.v4i1.24