Perdagangan Tebu Sedang Naik Daun

bolapee
2 min readOct 6, 2020

--

Minat bisnis lulusan Teknis Sipil Universitas Parahyangan tahun 1991 ini tumbuh sejak kecil. Saat duduk di sekolah dasar di Cirebon, Kamadjaja sudah membantu keluarganya berjualan kue. Dia juga membantu kakeknya berjualan kompor di sebuah toko kecil. Demi menambah biaya kuliah, Kamadjaja berjualan baju hamil dan pakaian anak-anak. Rampung meraih gelar sarjana, Kamadjaja merasakan pengalaman bekerja di perusahaan eksplorasi minyak.

Nasib baik membawanya memperoleh beasiswa S-2 di Universitas Prasetiya Mulya. ”Di situlah saya kenal Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama) karena satu kelas,” ujarnya. Lulus dari sekolah bisnis, Kamadjaja membuka toko buah di Yogyakarta pada 1996. Usahanya sempat bangkrut pada 1997. Belajar dari pengalaman itu, ia melirik sektor lain, yakni mebel. Bisnis mebelnya kini memiliki gerai di Yogyakarta dan Kemang Timur, Jakarta Selatan.

Baca Juga : PEMIMPIN NONMUSLIM YANG ADIL

Sesekali Kamadjaja juga nyemplung di bisnis properti. ”Saya bisa mendapat uang banyak dari jual-beli tanah,” katanya. Kecakapan Kamadjaja di dunia usaha membuat jaringannya meluas. Ia dekat dengan sejumlah tokoh, seperti mantan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo. Kedekatan dengan Bibit disebut-sebut salah satu faktor mulusnya pembangunan pabrik gula di Blora. Kamadjaja memastikan tidak ada fasilitas khusus. Ia mengurus izin sesuai dengan aturan. Kamadjaja juga dekat dengan Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah.

Menurut Fajar Riza, Kamadjaja tidak masuk kategori pengusaha yang mencari rente. ”Kamadjaja mau turun ke lapangan dan punya keberpihakan yang jelas bagi petani,” ujarnya. Kamadjaja mengatakan ia ingin ada kesetaraan antara petani dan pemilik pabrik I NSTRUKSI Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno kepada dua perusahaan pelat merah perkebunan untuk mengakuisisi pabrik gula PT Gendhis Multi Manis menuai polemik. Bukan hanya karena pabrik yang akan diakuisisi dinilai tidak layak.

Kedua perusahaan pelat merah itu juga menilai harga yang ditawarkan Gendhis terlalu mahal. “Kalau valuasi nilai yang mereka lakukan tidak cocok dengan yang diminta penjual, ya, sudah,” kata Rini kepada Angelina Anjar Sawitri dari Tempo di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat pekan lalu. Kamis dua pekan lalu, Rini juga ditemui oleh Ananda Teresia dari Tempo di Istana Negara, Jakarta. Benarkah Kementerian BUMN meminta PT Perkebunan Nusantara dan Rajawali Nusantara Indonesia membeli PT Gendhis Multi Manis? Iya. Tapi hasil kajian menyebutkan pabrik tersebut tidak layak diakuisisi? Tanya langsung saja kepada PTPN. Saya minta mereka melihatnya sendiri.

--

--