Sek Kepenak Zaman Orba!??

Oleh: Masyhari

Masyhari
3 min readMar 27, 2018

Pernah lihat gambar Pak Harto yang disertai tulisan, "Piye le, kabare? Sik penak Jamanku, toh?!" di bokong truk atau stiker² yang ditempel di lain tempat?!

Saya tak tahu pasti, itu ulah siapa dan apa motifnya, sebenarnya. Yang tahu pasti hanya ia atau mereka yang buat dan yang nempel, serta Allah Yang Maha mengetahui. Dan tentunya yang nulis bukan Pak Harto, kan?! Ya, bisa jadi "anak cucunya"; bisa biologis, ideologis ataupun kroni’s (maksude kroni² dan fansboynya), yang berupaya dan bercita bangkitkan orba kembali.

Ya, buktinya, tulisan itu sudah lama muncul, dan baru-baru ini ada sejumlah partai yang lahir dari rahim orba dan siap ikut “bertanding” di pemilu 2019 ke depan. Ya, meski sebelum itu partai penguasa orba sedari itu (baca: era orba) masih bertahan hingga sekarang, selain sebagian kadernya ke sana ke mari. Ada yg bikin partai. Ada yang ikut gabung partai lain. Yang pasti, amatan ini dari bukan pakar politik. Jadi, woles aja ya gaees. Ini toh bukan jaman (kekuasaan) Orba lagi, gak perlu takut lah diculik, gara² diskusi atau nulis apa yang di hati.hihiho

Ya, tulisan di bokong truk itu bisa jadi benar, bisa juga salah. Yang namanya enak itu jelas relatif. Tergantung siapa, dari perspektif apa dan tolak ukur apa yang dipakainya.

Ada yang pakai perspektif harga barang. Katanya, dulu zaman Pak Harto, harga BBM murah, seribu bahkan Rp 500 sudah dapet seliter! Lah, zaman sekarang, era Jokowi?! Seliter 8rb, BBM kualitas bagus 10rb lebih seliternya."

Qultu: Ya, meski zaman itu BBM murah. Tapi aku dan Bapak/Ibuku zaman itu, jangankan bisa beli BBM, beli motor saja tak mampu. Mau bayar Ebtanas di kelas 6 SD saja harus jual sapi satu-satunya.

“Zaman Pak Harto, semasih TK dulu, uang saku cukup Rp 50, sudahlah bisa buat jajan. Lah, sekarang, 5000 saja hanya cukup buat beli tahu bulet digoreng dadakan!” Katanya.

Iya, kalau dulu, 50 rupiah, kan dari orang tua. Kini, 5000 kita yang bisa kasih setiap hari buat anak. Malahan, kadang bisa pula ngasih buat tabungannya di sekolah.

Ya, itu salah satu sudut pandang saja. Bahwa memang, bisa jadi harga barang zaman dulu lebih murah, tapi daya beli masyarakat dan juga ekonomi rakyat tak tumbuh subur. Dan, zaman now memang harga barang naik, tapi daya beli masyarakat juga naik. Sehingga, mereka tetap bisa makan dan bertahan, dan bahkan bisa menabung atau malah investasi. Apalagi, kini bantuan modal usaha banyak digulirkan, meski masih ada “bunga” dan juga masih terjadi penyelewengan dan "kebocoranł” oleh oknum nakal.

Dan, memang benar, kini nilai mata uang rupiah melemah, dan lebih rendah daripada zaman orba. Tapi toh era kelemahan itu sejak krisis ekonomi "hasil karya" rezim siapa?"
Dan, yang lebih penting daripada itu, produktifitas masyarakat, optimisme pasar dan daya beli masyarakat cenderung naik dan lebih tinggi daripada zaman Orba.

Ini sih hanya sekedar monolog atas kereta, hasil pengembangan dari obrolan tadi di perjalanan dari Bandung sama Kang Ketum PC ISNU, bukan hasil amatan pakar ekonomi.hehe

Kalau di lihat dari segi pendidikan dan persekolahan apalagi? Dulu, jangankan kuliah, bisa lulus SMA saja sudah berdarah². Kini, beasiswa ada di mana-mana, mulai dari Kemenag (5K Doktor), Kemenkeu (LPDP), hingga swasta, berjibun. Santri pun banyak yang diberi peluang untuk ikutan bersaing dan berkarya.

Nah, belum lagi, kalau dari perspektif relasi antar lawan jenis, tentu zaman ini lebih enak. Dulu, kumasih sendiri. Kini sudah ada yang menemani dan ngeloni. Kalau bagi yang masih jomblo, yo embuh.qiqiqi

Salam dari atas gerbong kereta Cirebon-Yogyakarta..

Selasa, 27 Maret 2018_02.33

--

--